Title: One Summer Of Cindy & Micky
Author: Ratri - ChibiChick
Cast: DBSG Boys, Cindy, Ryan, Sassy, etc
Genre: Romance, Comedy
Rating: GENERAL
Language: Indonesian
Warning: CRACK!Fic ♥
Scene - 7
Kalau elo diberi kesempatan oleh Tuhan untuk kencan sama seorang artis ngetop dari Korea (cakep pula) di Jakarta ini, kira-kira kemana?
Ternyata gue nggak perlu susah-susah mikir. Karena artis ngetop dan cakep yang lagi jalan bareng gue ini ternyata berjiwa turis sejati. Alias nggak bisa diem kalo ngeliat hal-hal yang nggak biasa di kampung halamannya.
Dan begitulah waktu mobil gue melintasi jalan Medan Merdeka. Begitu melihat benda kuning mencuat di tengah lapangan, dia langsung bersemangat.
“What’s that?” tanya YooChun.
Gue melirik arah yang ditunjuknya. “Oh. That’s our National Monument. We call it Monas.”
Dan selanjutnya.... Udah bisa ditebak, deh.
Yap. Gue dan YooChun ke Monas.
Bener-bener deh. Dari semua tempat bagus yang ada di Jakarta. Dari semua tempat kencan yang romantis, yang lebih menyenangkan. Kalau di film-film, biasanya kencan itu ke taman hiburan, atau pantai (kalo di Jakarta, ya daerah Ancol, lah ya). Tapi kenapa bisa-bisanya gue bisa berada di tempat ini????
Monas.
Gue aja yang lahir, gede, sekolah, makan, pipis di kota Jakarta ini, belum pernah sekalipun ke tempat yang namanya Monas!
Dan sekalinya gue kesini, yang bersemangat ngajakin adalah seorang Micky YooChun! Ampun deh.
“it’s freaking hot, are you sure you want to go here?” tanya gue sekali lagi memastikan waktu gue baru markir mobil.
YooChun mengangguk semangat.
“Don’t worry, I bring hat and sunglasses. Here, you can wear too.” YooChun mengambil sebuah topi dari dalam tasnya dan meberikannya kepadaku. “I found it in the hotel room, I think it’s JaeJoong hyung’s. But that’s okay. Just wear it.”
Gue meringis sambil menerima topi itu dan memakainya. Bagus, udah menculik anak orang, nyolong topi orang pula.
“The people in Embassy said that Monas is the icon of Jakarta. Like, Liberty statue in New York. I think it’s good to go here, we can see Jakarta from the top, right? I bring camera too.”
Tuh kan apa gue bilang. Jiwanya turis sejati. Pake bawa kamera segala.
Akhirnya dengan berbekal topi dan kacamata item, gue dan YooChun mulai berjalan-jalan di sekitar Monas. Karena hari ini hari Senin, dan musim liburan sekolah udah selesai, jadi nggak begitu banyak pengunjung saat ini. Paling-paling beberapa keluarga dan anak-anak kecil, dan orang-orang pacaran (ada juga yah ternyata, yang memilih kencan panas-panasan di Monas, selain gue dan turis dadakan ini).
Ada untungnya juga sih ke tempat kaya gini, di mana jarang-jarang bisa ditemukan fans TVXQ maupun AGJ (anak gaul Jakarta). Mana mau mereka berpanas-panas ria di siang hari bolong kaya gini di Monas. Nggak usah jauh-jauh deh, Sassy dan Ryan kalo sampe gue bawa ke sini, pasti udah kabur takut meleleh. Well, gue juga kalo bukan karena YooChun, kayanya seumur-umur nggak akan pernah ke sini.
“How come you never visit this place?” tanya YooChun sewaktu kami sudah berhasil mencapai puncak Monas.
Gue meringis.
“Because... I went pass through it everyday,” alasan gue. “So I never thought of visiting this place.”
“Whaahh... I can see Jakarta from here!” seru YooChun sambil mengintip di balik teropong. “Come come, look here!”
Gue diseret mendekat dan melihat ke teropong. Gue jadi ketawa geli.
“Can you see our hotel? And your apartment?” tanya YooChun.
Gue ketawa. “Yes, I can see those buildings.”
YooChun tampak terkagum-kagum melihat banyaknya penjual mainan dan asongan yang berserakan di sekitar Monas. Ada yang jual topi, kacamata item, mobil-mobilan, balon, boneka Naruto, gulali, es krim, akua, teh botol, sampai tukang poto keliling. Semua disamperin ama YooChun. Dan hampir semuanya dibeli. Gue sampe harus menggeret-geret dia agar nggak kalap. Berkali-kali YooChun memotret Monas dan sekitarnya, termasuk gue dan dirinya sendiri. Yah, narsis dimana-mana sih sama aja yah.
Setelah puas berkeliling, gue memutuskan untuk cabut dan ngadem. Di mana lagi tempat ngadem kalo bukan di mall, hahaha.
Baru aja mobil gue mau keluar dari parkiran, terdengar bunyi handphone berdering. Punya YooChun.
“Yoboseyo? Oh! @^!%^%!!! !*(^*&@%? $#&%^#^$^#...”
Mulai lagi deh bahasa Koreanya nyerocos. Sementara YooChun ngoceh, gue nyetir keluar dari area Monas. Gue mulai berpikir, kira-kira ke mall mana ya yang nggak banyak orang tau tentang TVXQ...
“Cindy! Junsu called me. Can we meet other TVXQ member?” tanya YooChun. Itu handphone masih nempel di kupingnya.
Gue menoleh dan mengangguk. Oh, rupanya yang nelpon para member TVXQ yang lain. Bagus deh, akhirnya ada yang nyadar kalo salah satu membernya ilang diculik cewek sinting (alias gue).
“Sure,” jawab gue. “Where are they now? Are they still in Senayan City?”
YooChun kembali ngoceh dengan handphonenya.
“They are visiting the Korean ambassador’s house and have lunch together at a restaurant... Wait, wait.” YooChun menanyakan sesuatu dalam bahasa Korea ke orang yang meneleponnya. Lalu tampaknya ia sedikit berargumen.
“Uhhmmm, do you want to come to the ambassador’s house?” tanya YooChun.
Apa??
Gue melotot. Aduh males banget deh! Nggak liat kostum gue apa, gue kan cuma pake t-shirt, celana pendek dan sendal jepit! Kalau mau ketemu duta besar atau pejabat itu ya, paling nggak musti rapi, pake sepatu kek, dan bukan pake baju obralan yang cuma bisa ditolerir di mall.
“No, YooChun,” jawab gue. “But I will take you to the ambassador’s house and let you go with your friends. But I’m not coming.”
YooChun memandang gue dan terdiam. Lalu dia berbicara lagi di telepon (tetep, pake bahasa dunia belahan Korea itu).
Gue menyetir pelan-pelan sepanjang silang Monas. Sampai cowok satu ini menentukan tujuan, mendingan gue muter-muter sini dulu deh. Daripada nyasar atau bolak-balik.
Tiba-tiba handphone gue bunyi. Ada SMS. Dengan satu tangan menyetir, gue mengecek handphone gue.
Sender : BANG IYUS
Message : “Neng, DVD serian yang Neng cari udah ade, neh. Mo diambil kagak? Kalo gak, abang jual ke yang lain ye.”
Waduh!
Gue buru-buru menelepon balik. Mang Iyus itu salah satu orang penting dalam hidup gue. Lebih penting daripada duta besar negara manapun saat ini.
“Halo?”
“Eeeh neng Cindy. Tadi baru Abang SMS, neng..” terdengar suara bang Iyus yang tertawa sumringah.
“Ya iyalah, bang, saya nelpon abang kan juga gara-gara situ SMS! Eh, DVD saya udah ada ya?”
“Oh, iya nih! Aduh, eneng sih cari DVD yang lagi laku, susah bener nyarinye! Eneng ambil dah nih.”
Gue melirik YooChun. Yang dilirik juga lagi asik nelepon. Yaah, gimana gue ngambilnya? Gue lagi jadi supir…
“Nnngg, oke deh bang. Besok aja ya saya ngambilnya,” ujar gue.
“Wah, nggak bisa neng! Ini DVD udah banyak yang ngincer! Kalo eneng nggak ngambil hari ini, ya abang jual aja ke yang lain dulu yak. Udah banyak yang nyariin tu pilem.”
Kening gue sampe berkerut-kerut. Ini si abang kok maksa sih?
“Yeee, abang jahat amat! Kan saya pesen duluan... Jangan dikasi ke orang lain dong, bang.”
“Ya udah atuh neng Cindy ke mari..”
Doh, pengen ngejambak deh. “Nggak bisa hari ini bang, lagi sibuk banget nih.. Abang simpenin sampe besok deh ya? Besok pagi saya ambil.”
“Ya udah kalo mau besok, sekarang saya jual dulu... Besok saya cariin lagi deh... Kali aje masih ada..”
“Yee ngancem!” gue mulai sewot. YooChun tampak udah selesai telpon-telponan. “Eh bang Iyus, ntar saya telpon lagi deh! Jangan dijual dulu ya, awas.”
“Ya udeh abang tunggu sejem lagi yah. Kalo neng Cindy ga ngabarin, abang jual.”
Gue mematikan handphone gue. Aduh ini penjual DVD semena-mena bener. Gue emang udah lama ngincer sebuah judul DVD serian. Eh begitunya dapet, si abang penjual DVD langganan gue ini maen tindas seenaknya.
Ah, urusan DVD bentar dulu deh. Ini ada cowok cakep bertampang bingung di sebelah gue.
“So?” tanya gue. “How’s it going then?”
YooChun mengedikkan bahunya.
“If you don’t want to go to the ambassador’s house, then I won’t go there too.”
Gue nyaris keselek. “Kok gitu sih?” jerit gue tanpa sadar.
“What?”
Gue meringis. Lupa. Gue mau ngoceh-ngoceh pake bahasa Indonesia juga dia nggak bakalan mudeng.
“I mean, you should go. I’ll drop you there. You see, I don’t wear anything formal or even decent enough to meet an ambassador,” cetus gue.
“Well, me too!” ujarnya.
Gue melirik YooChun. Yah, dia emang juga Cuma pake kaos dan celana jeans sih.
“But you’re a Korean celebrity. You can wear anything you want.”
YooChun terdiam.
“But anyway, I don’t want to go,” cetusnya setelah beberapa saat. “I want to go around the city with you. So... Let’s just go wherever you want.”
Wherever I want? Serius nih terserah gue?
“But how about your friends?”
“I told them that I will meet them at the hotel this afternoon at 5.”
Gue menarik nafas. Yahh, terserah elo deh kalo gitu.
“So,” YooChun tersenyum ke arah gue. “Where are we going now?”
Gue memandang ke arah YooChun.
“You said wherever I want to go?” tanya gue sekali lagi.
YooChun mengangguk dan tersenyum.
Gue jadi nggak enak. Ada sih... tempat yang skarang pengen gue pergi... Tapi kira-kira dia mau nggak ya...
“Well... There is one place I need to go right now...” gue jadi nggak yakin. “But I’m not sure-”
“Okay then! Let’s go there!” YooChun memotong tiba-tiba.
Ha? Beneran nih?
YooChun tersenyum yakin. Duh, jangan nyesel deh ya...
“Okay then,” kata gue memutuskan. “We’ll go there.”
Gue membanting setir ke kanan.
Bang Iyus, tunggu gue!
***
Scene - 8
Kalau gue dianggep gila, gue pasrah deh. Karena gue sendiri juga nyadar kok. Cewek normal lainnya nggak akan menggondol seorang Micky YooChun ke pelosok Glodok.
Yap, gue memutuskan untuk mengajak YooChun ke Glodok.
Ngapain? Well, karena tadi di mobil, tukang DVD langganan gue, Bang Iyus, menelepon gue dan bilang kalau ia udah dapetin DVD serian yang gue incer selama berminggu-minggu. Gue harus ngambil hari ini, kalau nggak si abang itu bakal menjual ke orang lain. Dan bang Iyus tersayang itu adalah salah satu bandar DVD bajakan yang lumayan paten di Glodok. Lapaknya nggak pernah sepi pembeli.
Sewaktu memarkir mobil, gue mengecek sekali lagi untuk memastikan YooChun nggak terlihat mencolok seperti seorang, well, YooChun. Hahaha. Maksud gue, biar nggak keliatan kalau dia artis, gitu.
“Okay, do you have a glasses?” tanya gue.
YooChun mengeluarkan kacamata hitam dan kacamata berlensa bening.
Gue ambil yang lensa bening. “Don’t wear sunglasses inside the building. Here, you wear this one.”
YooChun menurut dan memakainya.
“The hat also,” kata gue. YooChun menurut juga. Enak yah kalau semua orang gampang nurut kaya dia.
“Allright listen,” gue ingatkan sekali lagi. “Stay close to me, don’t lose because inside, is a very crowded place. It’s some kind of flea market, and you might not like it very much. But I need to go there, just a minute, okay? And don’t talk to anyone but me. If you find me talking in Indonesian to you, just nod. Because if anyone recognize you, I’ll tell them that you’re my brother. Are we clear?”
YooChun tersenyum lebar. “Aye, sir!” Dia tertawa. “This is fun.”
Fun gundulmu. Deg-degan sih iya. Kalau ketahuan fans, bisa dipanggang hidup-hidup gue sama si om Tae Jun. Belum lagi keinjek-injek Cassiopeian. Hiiy.
Gue membuka pintu mobil. “Let’s go.”
Gue mulai menyusuri liku-liku gedung pasar Glodok yang menjual segala macem barang elektronik. Setiap jengkal gue melangkah, pasti ada mas-mas yang menawarkan mulai handphone, DVD player, AC split, laptop, kulkas, sampe pilem bokep. Gue sesekali menoleh untuk memastikan YooChun tetap ada di belakang gue. Kalau sampai ilang, gawat banget. YooChun tampak terseok-seok mengikuti gue yang berjalan agak cepat melewati gang sempit penuh penjual. Akhirnya ia menggapai tangan gue dan menggandeng. Gue menoleh kaget. Tapi gue nggak ngelepasin tangan dia juga sih, soalnya daripada nanti dia ilang... Tapi deg-degan juga sih gandengan ama YooChun, huahahahahaha.
Tujuan gue adalah lantai tiga, tempat lapak bang Iyus berada. YooChun tampak agak tegang. Hahaha. Pasti dia nggak mengira akan diajak ke tempat sempit tanpa AC kaya gini.
Begitu gue mencapai lantai tiga, gue langsung menuju lapak Bang Iyus. Yang punya lapak udah kelihatan cengar-cengir dari kejauhan.
“Naah, dateng juga nih si neng,” sambut bang Iyus ceria banget.
“Oi. Situ maksa sih, saya jadi buru-buru deh kesininya,” protes gue. “Mana DVD saya?”
Bang Iyus mengeluarkan segepok DVD serian pesanan gue. Mata gue langsung berbinar.
“Nih, DVDnya...” Bang Iyus cengar-cengir lagi. “Pantesan si neng sibuk. Lagi ama pacar, ye?” tuduh bang Iyus sambil melirik-lirik ke arah YooChun yang tampak syok melihat pemandangan lautan DVD bajakan di depan dia. Gue melotot ke arah bang Iyus.
“Bukan! Enak aja nuduh,” ujar gue cepat-cepat. “Ini kakak saya.”
“Aaahh kakak ketemu gede, kaliii...” goda bang Iyus sambil tertawa-tawa.
Gue memutuskan untuk pura-pura nggak peduli.
YooChun menggamit lengan gue. “Cindy! There’s a lot of movies DVD here! And Korean movies too!” bisik YooChun masih dalam suasana takjub. Gue sampe ketawa.
“Yeah. This is the central place of pirated DVDs retailer in this country. I can’t say that I’m proud of it, but it’s really value especially when you want to find the rare one with good price. Much better than downloading from the internet,” kata gue menjelaskan.
“How much is this stuff?”
“Hmmm if you put in in US dollar, then it’s about 50 cent for one DVD. I got cheaper price because I’m some kind of regular customer to that guy,” ujar gue sambil nyengir ke arah bang Iyus.
Tampang YooChun langsung berubah sumringah, sama seperti ketika jalan-jalan di Monas tadi.
“Awesome,” cetusnya. “I’m gonna buy some too.” Lalu ia mulai mengoprek-ngoprek DVD di lapak bang Iyus. Mau nggak mau gue jadi ketawa melihat antusiasme si artis kesasar ini.
“Neng Cindy, ini ada DVD pesenannya Neng Sassy juga ude dateng nih. Tapi saya SMS-in si Neng Sassy kok nggak bisa-bisa yah. Mau Neng Cindy ambil aje kagak sekalian? Kalo nggak, abang jual aje nih, banyak juga yang nyariin,” ujar Bang Iyus.
“Ha? Si Sassy lagi di luar negeri, bang, tar malem baru nyampe Jakarta,” kata gue. Itu anak emang kemaren berlibur keliling Eropa seminggu bareng keluarganya yang tajir banget ajah.
“Oooh. Kalo gitu ni DVD abang jual aje ke orang dulu ye? Besok abang cariin lagi dah. Ato mau neng Cindy ambil sekalian aje?” tanya si Bang Iyus.
“Yee abang, mendingan gue bawa skalian, dong! Ntar kalo abang jual ke orang laen, diamukin Sassy tau rasa loh,” cetus gue. “Emang dia pesen DVD apaan sih?”
“Ini, pilem serian Korea,” jawab Bang Iyus sambil menyengir lebar. “Hong Gil Dong, masa Hong Gil Lah.”
Anjrit.
Saking garingnya, gue sampe cuma bisa bengong, nggak mampu ketawa.
“Idiiiiiiiiihhhh najis banget garingannya!” seru gue setengah sebel setengah geli. Si Bang Iyus ini ketawa-kata, bangga bener bisa bikin joke nggak penting kaya gitu. YooChun sampe menoleh dan terbengong melihat gue dan bang Iyus ketawa-ketiwi.
Oopps gue sampe hampir lupa kalo lagi bawa artis ke sini. Gue lihat YooChun sudah mulai menumpuk DVD-DVD pilihannya. Beberapa film barat dan beberapa film Korea, juga beberapa anime. Eh buset, banyak banget! Ini anak ngeborongnya kalap bener. Emangnya di Korea nggak ada barang beginian ya?
“Isn’t there any pirated DVD in Korea?” tanya gue setengah berbisik sambil ikutan ngoprek di sebelah dia. “You got a lot of stuff here,” ujar gue sambil menunjuk tumpukan DVD pilihannya.
YooChun meringis. “I guess there are some. But I don’t know where to find, and besides, in Korea or Japan, I can’t just go out to the public place like this.”
Gue manggut-manggut. Oh iya, kasihan juga ya jadi artis. Nggak bisa jalan-jalan ke sendirian. Pantesan dia seneng banget bisa keluyuran hari ini.
Karena yang namanya lapak DVD di Glodok itu cuma sepetak doang, sementara pengunjung membludak, gue harus bertahan memposisikan diri dan Yoochun biar aman nggak terdesak-desak pembeli lain. Gue nggak berniat lama-lama sih di sini, secara pembeli DVD di sini kan biasanya paling apal ama tampang artis Korea. Kalau sampai mereka mengenali cowok berkacamata dan bertopi di sebelah gue ini sebagai Micky YooChun, bisa gawat.
Gue berbisik pada YooChun untuk cepat-cepat memilih DVD, lalu menyatukannya dengan DVD pilihan gue. Gue langsung menyerahkan setumpuk DVD ke Bang Iyus untuk dihitung jumlahnya.
“Eh, eh... cowok yang di situ itu mukanya kaya kenal, yah?”
Tiba-tiba dua orang cewek yang tadi berdiri deket gue menjawil tangan gue.
Gue sampe terlonjak.
“Ha? Cowok yang mana?” tanya gue balik ke dua cewek itu.
“Ituuu... yang pake topi...,” kata salah satu cewek itu. “Kaya artis...”
WHADUH GAWAT! Merekas mulai mencermati YooChun. Gue cepat menoleh ke Yoochun. Yang dilihat lagi cuek melihat-lihat DVD, nggak nyadar bahaya.
“Ooohh... hahahahahahahaha! Bukaaaaannn! Hahahahaha!” Gue mulai pura-pura ketawa kenceng. “Itu mah kakak saya! Hahahaha emang dia sering dikira artis kok, ahahaha udah biassaaaa...”
Mereka percaya nggak ya? Mampuix.
“Nngggg .... oyah?” Kedua cewek itu mengerutkan kening sambil tetap mengamati YooChun agak ragu. “Tapi.. mirip kaya personel boyben Dong Bang-”
“Nggaaaaakkk!! Bukan koookkk!” sergah gue cepat-cepat sambil tertawa palsu lagi. “Dia juga suka kege-eran. Aslinya mah Cianjur asli, ini lagi jalan-jalan ke Jakarta cari DVD. Di Cianjur mah nggak ada tukang DVD bajakan, ahahaha..” Gue mulai melancarkan alibi. Aksen gue sengaja gue buat-buat agak nyunda biar lebih meyakinkan. Moga-moga kedua cewek ini bukan orang Cianjur, kan bisa berabe. Gue mana tahu kalo di Cianjur ada tukang DVD atau nggak!
“Ngg, tapi-”
“Ah lagian kalo artis mah nggak mungkin juga kaliii, jalan-jalan ke Glodok. Gue juga mau ketemu artis di sini,” cetus gue.
Kedua cewek itu manggut-manggut setuju, walopun kayanya masih ragu-ragu. “I-iya juga siihh...”
Bang Iyus menyerahkan DVD gue dan menyebutkan total yang musti gue bayar. Buru-buru gue menyerahkan duit gue. “Nih ya bang, pas deh! Ama punya Sassy juga. Tengkyu yah!”
Gue mencengkeram tangah YooChun. “Eh, Koh Joni! Gue udah bayar nih. Cabut yok, si mamih kan pengen dibeliin asinan juhi. Ntar tukang yang di depan sono keburu abis, lagi,” ujar gue kepada YooChun.
Gue berdoa semoga YooChun masih ingat aturan main gue tadi.
YooChun tampak bengong sesaat, tapi kemudian ia tersenyum dan mengangguk-angguk.
Gue meringis lega dan mulai menggeret YooChun pergi dari lapak Bang Iyus.
“Cabut dulu ya, Bang Iyus! Tengkyu yah!” seru gue pamit sama si Abang.
“Ha?” Bang Iyus agak bingung. “Buru-buru amat. Biasanya juga ngetem dulu... ngopi-ngopi dulu keek..”
“Aduh nggak pake ngetem, deh! Ni kakak saya mo nyari tukang asinan dulu buat oleh-oleh ke Cianjur, ntar keburu abis juhinya,” alasan gue ke Bang Iyus.
Gue meringis dan cepat-cepat melewati dua cewek itu. “Yuk, saya pergi dulu yah.”
“Yuuuk dadah babaaii! Makasih ye! Ntar kite SMS-an lagi aje ye, neng!” seru Bang Iyus mengantar kepergian gue dan YooChun. Ya elah kecentilan bener si Abang. Gue melambai dan buru-buru berjalan menghilang dari pandangan kedua cewek itu.
Ketika gue menuruni tangga ke bawah, gue menoleh sekali lagi ke belakang. Bagus, nggak ada yang nguntit. Tanpa sadar gue mengelus dada sambil menghela nafas. Slameeet, slameeet..
“What?” tanya YooCun sambil menggoyangkan tangan gue. Eh, gue baru nyadar kalo dari tadi gue menggandeng tangan dia. Duh jadi grogi, ehehe. Tapi nggak mau gue lepasin juga. Kan daripada ntar ilang, hehe. Alasan banget yah gue.
“Nnngg, nothing.” Gue meringis dan tetap berjalan menerobos gang sempit penuh lapak DVD. Percuma kalau gue jelasin sekarang. Nanti aja lah kalau udah nggak rame orang.
Kami kembali ke tempat parkir dan masuk ke mobil. Huff, panas juga. Gue segera menyalakan mesin mobil dan menyetel AC. YooChun melepas topi dan kacamatanya.
“You were talking in Indonesian to me back there,” cetus YooChun sambil memasang seat belt. Wajahnya tampak berbinar, walaupun agak keringetan. “What was the meaning?”
Gue memandang dia dan menyerahkan segepok tissue kepadanya. Kasihan juga sih, dia sampe keringetan gitu gue ajak ngubek-ubek pasar Glodok. YooChun mengambil beberapa lembar dan mengusap wajahnya. AC mobil gue langsung gue setel full. Gue juga gerah, kali.
“Nnng, actually there were some girls recognized your face. They said you look familiar. So I told them that you’re my brother,” jawab gue jujur.
YooChun ketawa. “Whahh, that was close,” katanya cekikikan. “I thought you call me ‘YooChunie’ at that time?”
Ha? Nggak kok. “No,” jawab gue. “I called you ‘Koh Joni’. Just to convinced them that you are Indonesian.”
Ketawa YooCun tambah kenceng. Dodol deh. Gue jadi ikutan ketawa.
Gue mulai menjalankan mobil pelan-pelan keluar dari parkiran. Hm, abis ini kemana ya?
“Hey, thanks for bringing me to that place,” kata Yoochun berbinar-binar. “I got a lot of DVDs. The other members must be jealous, hahaha.”
Gue nyengir. “Sorry the place wasn’t very comfortable. You’re sweating.”
YooChun menggeleng. “No problem. I like to go places like that, you know. I can see a lo of stuffs.”
Gue menoleh. “Really?”
YooChun mengangguk.
Kalau gitu... Tiba-ada ada sebuah ide gila (lagi) melintas di otak gue.
***