Title : Cure and Care Me
Genre : Fluff
Rating : PG-16
Length : oneshot
Cast : Lee Jinki and Kim Minjoo (Hyun Zahro Joong)
Dis. : all chickens in this world
Word-sum : 2150 words
Summary : Doctor, you can’t cure me with any medicine in this world, because my illness is the worst disease for human being.
a/n: ceritanya agak nggilani, maap yak, pas buat lagi kesambet setan mesum heheheehehe this is so cheeeeessssssyyyyyyy!!!!!
***
“Minjoo!! Kau harus liat hal ini!!”, Hara menghampiriku dengan terengah - engah. Dari wajahnya aku bisa melihat hal yang akan ia sampaikan bukan hal yang baik.
“wae irae?”, tanyaku penasaran. Setelah nafasnya teratur, ia menggandeng tanganku dan menyeretku ke suatu tempat di sisi kampus yang jarang di datangi orang.
“yah!! mworago, Hara??”, bentakku kesal, karena tanganku mulai memerah sakit karena cengkramannya.
“lihat itu!”, ia menunjuk ke dua orang pasangan yang wajah keduanya tak asing bagiku. Dan mereka berdua sedang.....................ugh, aku merasa ingin muntah melihatnya.
Dengan mata berair aku meninggalkan tempat itu dan kembali ke kantin mengambil tasku dan bergegas meninggalkan kampus, tak menghiraukan Hara yang sejak tadi mencoba mengejarku.
Masih dengan perasaan dan pikiran yang galau, aku berlari ke jalanan dan......................
...
...
Aku hanya melihat kegelapan..........
***
Perlahan aku membuka mataku, penglihatanku masih rabun. Aku mencoba meraba-raba mataku dengan tanganku, namun begitu berat dan sepertinya tubuhku tak punya cukup kekuatan untuk melakukan hal sepele itu. Kupejamkan mataku sekali lagi, dan begitu aku membukanya, penglihatanku kini agak lebih jelas. Kulihat wajah orang asing di depanku, wajah yang konyol dan tampak bodoh.
“ah, kau sudah sadar?”, tanyanya sambil melihatku dengan khawatir.
“aku kenapa?”, aku sedikit tersentak melihat keadaanku dan dimana aku berada. Aku berada di salah satu ruangan di rumah sakit, dengan perban melilit tangan dan kakiku. Tak heran mengapa tubuhku begitu lemah untuk bergerak.
Menusia di hadapanku hanya tersenyum bodoh, jika kulihat dari penampilannya dia ini seorang dokter. Memakai jubah putih dan stetoskop melingkar di lehernya. Tapi, dia memang tampak muda.
“kau habis mengalami kecelakaan motor. Kau tak ingat?”, tanyanya ramah sambil mengatur dosis infus yang meusuk tangan kiriku.
Ah, benar! Sebuah motor menabrakku beberapa waktu lalu, dan pengendara itu tidak salah. Aku lebih menyalahkan seseorang yang membuatku tak berkonsentrasi sehingga bisa ketabrak mobil. Mengingat orang itu, membuat lubang dihatiku lebih dalam, rasanya sangat sakit. Luka ini.........tak sesakit hatiku saat melihat pemandangan menjijikan itu. KIM HYUNJOONG, AKU MEMBENCIMU SELAMANYA..!!! aku berharap jeritan hatiku ini membuatnya tersedak sendok hingga mati.
“hahahahahahaha”, tanpa sadar aku mengeluarkan tawa setan dan membuat dokter muda itu terlihat bingung, tentu saja memasang tampang bloon yang lebih lucu dari badut manapun dan membuatku tambah tertawa.
“kau..............sarafmu tidak lepas satu kan? Karena kepalamu tidak luka sama sekali!”, ia memegang kepalaku, mengguncang dan meraba-raba, mengecek apa ada luka di kepalaku. Dia ini bodoh atau apa sih?
“yah! hentikan! Aku baik - baik saja!”, aku menepis tangannya. “Apa aku bisa pulang sekarang?”, tanyaku sambil mencoba mengangkat tubuhku dan menggerakan kakiku, namun, “aduhhhh!!’, aku menjerit keras. Kakiku sakit sekali untuk digerakkan dan tubuhku yang sudah kadung terangkat jadi oleng dan alhasil aku kehilangan keseimbangan dan aku hanya bersiap menerima hal terburuk, jatuh. Kupejamkan mataku, bersedia mencium lantai yang dingin, namun dua buah lengan yang kuat manopang badanku, menunda tubuhku untuk bersetubuh dengan lantai. *duileh bahasanyaaaa~*.
“hati-hati, nona! Tubuhmu belum pulih sepenuhnya!”, dokter itu menolongku. Meski tubuhnya terlihat kecil, lemah dan tak bertenaga, ternyata ia pria yang cukup kuat, padahal aku bukan gadis yang kurus kecil. Dan hmmm....dokter ini wangi buah jeruk, eh.....lemon lebih tepatnya. Wanginya benar-benar membuatku merasa nyaman. Dan perasaanku pun menjadi tenang.
“ahh~ ne..gomawo, sajangnim!”, aku berterima kasih sambil membenarkan posisi tidurku.
“Jinki. Lee Jinki, panggil saja jinki oppa! Karena jujur saja, umurku masih muda, dan aku agak tersiksa dengan panggilan sajangnim!”, ia nyengir kuda. Jika di lihat-lihat, dokter ini manis juga,
“oppa? Kau bukan keluargaku ataupun pacarku. Jinki saja tak boleh?”, beginilah sifatku, aku malas bersopan-sopan dengan orang asing.
“oh, gwaenchana! Kau boleh memanggilku apa saja!”, ia tersenyum lebar, ajaibnya tiap kali ia tersenyum lebar, matanya hilang. ”hahahahahaaha”, aku tak bisa menahan tawa lagi, dokter muda beraroma lemon ini terlalu lawakan.
“eh, ada yang lucu, nona?”, tanyanya bingung.
“aniyo! Minjoo, Kim Minjoo!!”, aku menatapnya dalam. Ia pun melakukan hal yang sama, selama beberapa saat, kesunyian menyapa. Baru kusadari, matanya bening seperti air.
“Minjoo!!!”, seseorang memasuki ruangan, memutuskan kontak mata di antara kami, dan tanpa alasan yang jelas wajahku memanas dan perutku merasa tak enak.
“Hara!!”, ternyata itu Hara yang datang, menyusul di belakangnya Seohyun dan Sora.
“neon gwaencana?”, ketiganya menhampiriku dengan penuh khawatir.
“sepertinya kau sudah mendapat teman. Kalau begitu saya permisi, Minjoo-ya! Aku akan kontrol lagi malam ini. Pastikan kau mematuhi saran suster yang merawatmu. Arasseo?”, dokter itu pamit, dengan ekspresi dan cara bicara yang berbeda dengan sebelumnya. Kali ini ia berlagak sok cool. Setelah ia meninggalkan ruangan, Sora menatapku dengan tatapan seduktif.
”ehemm...’aku akan mengontrol lagi malam ini’, Minjoo-ya~ bukankah itu terlalu cepat, kau bahkan belum sehari berada disini. Aku tahu dokter itu tampan dan seksi.”, Sora menyolek pipiku.
“apa otakmu hanya berisi hal-hal seperti itu, ha? Tch!!”, aku membuang muka. Jujur saat ini aku terlalu kesal untuk bercanda ataupun membicarakan sesuatu tentang hubungan atau pacar.
“Minjoo-ah~ apa kau baik-baik saja?”, Hara sekali lagi bertanya dengan khawatir. “Hyunjoong-oppa.........dia..........”.
“Iya, aku mengerti! Aku membencinya.”, potongku dengan nada bicara sok kuat. “Hara~ seharusnya kau cukup memberitahuku, kau tak perlu memperlihatkannya padaku!”, aku benar benar kesal dengan sikap konyol Hara, dia terlalu bodoh, mengapa ia harus memperlihatkannya padaku?
“Hyunjoong tadi pingsan.”, Seohyun membuka mulut. Aku menatap bingung pada Seohyun. “kau tahu, tadi aku dan Hara sudah menonjok wajahnya saat ia sedang asik-asiknya dengan gadis murahan itu. Sora bahkan menendang ‘harta’nya dengan sepatu haknya. Lelaki manapun pasti sudah tak sadarkan diri jika bagian itu ditendang dengan sepatu sekeras milik Sora.”, ungkap Seohyun datar.
“yah! seohyun, harusnya aku yang bercerita, pasti lebih seru. Kau sama sekali tidak memiliki sensai humur”, Hara menjitak pelan kepala Seohyun.
“harusnya aku turut mempraktekan saat bagian menendang titit itu. Seohyun, kau ini babo~!”, Sora turut mencibir Seohyun.
Dan aku! Aku terdiam beberapa saat, mencerna tiap kata demi kata yang dilontarkan Seohyun.
“PUAHAHAHAHAHAHA!!”, tawaku meledak keras. Sahabat-sahabatku ini benar benar keren. Ketiganya turut tertawa puas atas apa yang telah mereka lakukan pada Hyunjoong, kekasihku yang telah berselingkuh dengan laknatnya. “terima kasih!!”, ucapku sambil terus tertawa. Tak terasa air mata perih turut mengalir di sela tawaku. Rasa sakit itu, tentu masih membekas dengan jelas dan tak akan dengan mudah bisa hilang hanya dengan membuat pria itu pingsan dengan cara bar-bar. Hhhhh~
***
Beberapa hari kemudian...
“Minjoo??”, pria berjubah putih itu datang lagi ke ruanganku. Menatap senampan menu makan malam yang tak tersentuh mulutku sedikitpun.
Aku hanya membuang muka, mengalihkan mataku pada majalah yang kubaca,
“Kim Minjoo-sshi!! Kau harus makan! Ini demi kesembuhanmu! “, desaknya menyodorkan nampan berisi makanan yang memuakkan itu.
“yang menyembuhkan itu obat Jinki, bukan makanan. Kau tahu, aku benci sekali dengan bubur. Makanan lembek dan menjijikan, melihatnya saja membuatku ingin muntah!”, aku memang orang yang keras kepala dan sulit diatur, meski oleh ibuku sekalipun.
“hhh~ kau mau ayam goreng?”, ia menawarkanku ayam goreng. Ayam goreng, yang benar saja. Aku hanya tertawa mengejek padanya. Kemudian ia mengambil sekotak makanan dari dalam tasnya. Kotak bekal itu terbungkus cantik dengan hiasan pita warna warni. Aku rasa, yang menyiapkan bekal itu pasti kekasihnya.
Ia membuka kotak itu, dan terpampang susunan bekal yang amat rapi dengan komposisi ayam, nasi dan saus. Dan itu terlihat sangat menggiurkan. “Ini ayam goreng lemon. Makanan favoritku. Kau mau memakan ini?”, ia menyodorkan garpu padaku.
Lemon? Pantas orang ini berbau lemon. “tidak usahh repot-repot.”, tentu aku menolaknya, ini kan dari pacarnya.
“hhhh~ padahal nenekku membuatnya dengan harapan aku membawa pulang kotak ini dengan kondisi ludes. Tapi tampaknya, nenekku akan kecewa!”, ia mendesah pelan dengan tampang kecewa.
“eh, tidak apa-apa sih, kalau kau memaksa!”, akhirnya aku menerimanya. Aku jadi merasa tak enak. Tapi, aku senang ternyata ini bukan dari pacarnya. Kenapa aku merasa senang? Entahlah. Aku tak perduli, yang jelas malam itu, aku bahagia. Meski ibu dan ayahku tak bisa menjengukku dan menemaniku, setidaknya ada Jinki yang menemaniku makan malam. Ia sungguh lembut, ia menyuapiku dan aku merasa nyaman bersamanya. Sejenak, aku melupakan sakit hatiku.
“bagaimana? Ayam lemon enak kan?”, tanyanya pelan.
Aku mengangguk sambil terus mangunyah, aku mencoba mengucapkan sepatah kata tetapi karena mulutku kepenuhan aku jadi tersedak, “uhuk.....uhuk...uhuk...”, dengan sigap Jinki mengambil segelas air putih dan meminumkannya padaku.
Saat itu jarak kami hanya sekitar 5 inchi, aku terdiam menatapnya. Entah mengapa, wajah bodoh, senyum tolol dan ekspressi bloon’nya yang selama ini terpasang di wajahnya mendadak hilang dan berubah menjadi sosok tampan yang keren.
Mata kami menatap satu sama lain, pelahan kurasakan sesuatu yang lembut menyentuh bibirku, menyapu dengan halus dan dapat kurasakan rasa lemon yang pekat. Tangannya memegang rahangku untuk memperdalam ciuman kami, yang entah ada dorongan apa dalam diriku, aku membalas ciuman Jinki. Tanganku memeluknya sambil meremas kemeja putihnya, merasakan sensasi ciuman lemon yang baru ini kunikmati.
Dan malam itu berlanjut menjadi malam yang penuh nafsu, kami berdua meyakinkan satu sama lain kalau kami melakukan hal yang benar. Aku percaya padanya. Sepertinya aku mulai mencintainya.
***
Esoknya, aku terbangun dengan kondisi bugar meski agak sakit di satu bagian karena kejadian semalam. Aku agak kecewa karena aku tak menemukan Jinki di sampingku. Aku berharap, ia lekas menemuiku siang ini, atau bahkan sekarang juga. Karena jujur saja, aku mulai rindu padanya. Hehehe.
Pintu ruangan terbuka, aku sangat berharap itu Jinki, tapi begitu melihat wajah suster gendut, aku langsung melengos kecewa.
“nona Kim Minjoo, anda sudah sehat lho! Secara tak sadar, kaki anda perlahan bisa begerak kan?”, suster ini bodoh. Tak perlu bilang aku juga sudah tahu. Tapi, tentu saja aku tak mau sembuh secepat itu. Ini semua karena Jinki.
“saya rasa, sore ini anda sudah bisa pulang!”, ujar suster itu sambil mencatat-catat di note’nya.
“ta.....tapi kepala saya masih agak pusing, suster!”, aku beralasan, berharap aku mendapatkan kesempatan sehari lagi untuk memperjelas perasaanku pada Jinki.
“ohh~ tak perlu khawatir. Itu karena anda terus berbaring dan mencium aroma obat. Begitu anda mencium udara luar, pasti anda akan merasa lebih bugar.”, suster itu meyakinkan. Jika saja ada pispot didekatku, mungkin sejak tadi suster ini sudah kupukul hingga pingsan. Hhhhhh~
“ngomong-ngomong dokter Jinki kemana?”, aku mengalihkan pembicaraan dan juga menanyakan keberadaan Jinki.
“oh, Dokter Lee! Dia sedang pindah tugas ke rumah sakit di perbatasan, karena serangan korea utara beberapa waktu lalu. Mengerikan kondisi para pasien disana,...”, suster itu terus nyerocos, dan aku hanya terdiam menatap kosong dinding ruangan.
Aku merasa terpukul, bukannya aku menyesali kepindahannya, tapi bukankah setidaknya ia memberitahuku? Meninggalkan aku catatan misalnya! Apakah apa yang kuberikan semalam hanya sebatas kesenangan semata dimatanya? Jinki!!! Apakah aku tak penting bagimu? Haruskah aku merasakan sakit yang sama dua kali? Baru beberapa hari lalu aku dapat menghapus keberadaan Hyunjoong, ternyata aku memang sial.
Perlahan kurasakan pipiku basah karena air mata. Mungkin memang takdirku diperlakukan tidak adil oleh pria. Aku tak punya tenaga sama sekali untuk marah. Perlahan tubuhku tumbang ke atas kasur nyaris tak sadarkan diri, samar-samar kudengar suster itu bingung. Dan keluar meminta pertolongan.
***
“Minjoo!!”, kudengar sebuah suara memanggilku. Berharap tak mendengarkan apapun, aku memperdalam tidurku. Aku tak ingin kembali ke dunia nyata, aku ingin berada di dunia mimpi selamanya tanpa harus merasakan kematian. Konyol memang, tapi tadi aku benar - benar mimpi indah. Jinki melamarku, dan kami menikah di sebuah capel putih. Siapapun yang telah mengalami hal buruk sepertiku, pasti tak sudi bangun dari mimpi seperti itu.
“yah! kim Minjoo! Bangun kau!”, suara itu meninggi, mengganggu mimpi indahku. sepasang tangan menepuk-nepuk pelan pipiku. Sentuhan itu, sentuhan yang sangat kukenal. Kubuka perlahan mataku, dihadapanku terlihat wajah konyol dan senyum bodoh itu. Jinki! Kau kembali! Aku tersenyum ringan, lalu bangkit dan memeluk tubuhnya.
“bogoshipda!”, bisikku dengan mata berkaca-kaca. Sudah lewat dua hari dia menghilang dari sisiku, aku yang seharusnya sudah sehat sejak dua hari lalu, semakin buruk kondisinya. Jinki itu seperti racun, jika ia tak ada. Dan seperti obat dengan keberadaanya.
Jinki tersenyum, dapat kurasakan bibirnya yang bergerak di tengkukku. Ia kemudian mencium lembut rambutku, “aku membawakan sesuatu untukmu!”, bisiknya yang kemudian mengeluarkan sebuah kotak, sepertinya bersisi makanan, dan firasatku mengatakan itu ayam lemon.
“ayam goreng terbaik dari daerah perbatasan!”, ia memamerkannya dengan penuh kebanggaan. Hhhh~ bocah ini sama sekali tak romantis. Setidaknya aku ingin dihadiahi bunga atau coklat.
Aku membuka kotak itu dan aku memekik tertahan. “hahahahahahaha!!”, tawaku meledak seketika melihat apa yang sebenarnya ada di dalam kotak itu.
Dua buah cicin yang indah tertanam di atas ayam goreng yang bukan disirami saus lemon, melainkan saus madu, “Jinki...ini....!”, aku tak mampu berkata-kata. Semua ini terlalu mengejutkan.
“ayam yang sangat indah, bukan?”, ia tersenyum lebar, kemudian mengambil salah satu cincin yang berukuran lebih kecil, lalu berlutut menghadapku sambil memegang tangan kananku. “Kim Minjoo-sshi! Aku tahu ini terlalu cepat untuk sebuah pertemuan yang singkat, tapi, maukah kau bertunangan denganku?”, wajahnya memerah diiringi senyum grogi yang tergambar jelas di bibirnya. Jantungku nyaris copot, namun aku menahan diriku, ini adalah saat yang indah, tak akan kubiarkan kebahagiaan membuatku pingsan.
Aku menggenggam tangannya, “tentu, Lee Jinki sajang-nim!”, aku tersenyum dan air mataku menitik perlahan.
Ia melingkarkan cincin itu di jari manisku, kemudian mengecup tanganku membuat wajahku panas memerah, “saranghae~”, itulah kata-kata yang aku tunggu keluar dari bibir merahnya.
“na do saranginikka~”, balasku terharu. Ia kemudian bangkit dan mengecup lembut bibirku, kali ini, rasa manis madu mengiringi ciuman kami. Manis permen madu yang ia kirimkan ke dalam mulutku, seperti halnya cinta yang ia kirim ke hatiku.
-the end-
a/n: somehow i feel this fic isn’t my style =__________________= too chessy for meh, but for some reasons i like it kkkkk~
how bout u, hey tagged ppl?? Like it? Hate it? Or u feel bored? Just shout out ur comment, criticsize me, ok??