[Fanfic] Ore wa homo janai!. Reita/Ruki, PG-15, Oneshot

Jul 10, 2011 22:28

Title: Ore wa homo janai!
Chapters: 1/3
Authors: CHISA
Fandom: J-Rock Visual Kei, the GazettE, Golden Bomber
Genre: AU, romance, fluff, slight humor as always
Warnings: Yaoi, fem!Kai, write in Indonesian, OOC, aneh
Rating: PG-15 over all
Pairing: ReitaxRuki
Summary: Suzuki Akira bukanlah dan tidak akan pernah menjadi seorang gay. Begitulah motto hidupnya selama ini. Tapi setelah bertemu dengan teman kakaknya yang seorang cowok yang mukanya sangat manis, Akira mulai merasakan debaran aneh di dadanya. #eeaaaa~
Disclaimer: I DON’T OWN THE GAZETTE. BUT I OWN THE STORYLINE. DO NOT STEAL OR I’LL BASH YOU.
Comments: Di ini penpik, anggap saja Reita itu mirip Daigo hidupnya XDD Ah, satu lagi, aku make nama asli Kai disini, Yutaka, dan eke ganti jadi Yutako. Kalo pembaca yg budiman mau ngebayangin Christine Yutako juga ga papa XDDD #tampared. Judulnya terinspirasi ama tweetnya nenekxaoi beberapa minggu silam yang mengutip kata-kata cowok-eke-lupa-namanya-sapa di Hanakimi~

***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***
“Lihatlah cowok tampan yang duduk di sebelah sana itu, Aki,” ucap seorang perempuan berambut coklat sepundak, sambil menunjuk seseorang yang sedang duduk beberapa meter darinya.

Seorang cowok berambut pirang yang dipanggil Aki oleh perempuan itu menghentikan aktifitas miumnya kemudian matanya mengikuti ke arah yang dimaksudkan oleh kakak perempuannya. Seorang laki-laki cukup tampan, bertubuh agak jangkung, memakai baju oversized berwarna abu-abu yang memperlihatkan bahunya dan memakai hotpants, sedang duduk sendirian di stool dekat dengan meja bartender. Aki kembali memandangi kakaknya dengan tatapan jengkel, tapi kakaknya malah memasang cengiran di wajahnya, memamerkan lesung pipit di kedua pipinya dan rentetan gigi yang rapi dan putih.

“Nee-chan, sudah kukatakan berapa kali. Aku. Bukan. Seorang. Homo. Aku memintamu untuk mencarikanku seorang pacar, bukannya seorang homo!” ucap cowok itu kesal. Memang sebuah keputusan yang salah, sangat salah, untuk menyutujui kakak perempuannya yang memuja kaum gay itu mencarikan pacar untuknya.

“Oke, oke. Bagaimana dengan cowok cantik sebelah sana?”

“YUTAKO, AKU BUTUH PACAR CEWEK. PACAR CEWEK. BUKAN PACAR COWOK!” tanpa sadar, cowok berambut pirang itu menaikkan volume perkataannya, membuat hampir seluruh pasang mata di bar itu memandanginya sambil berbisik-bisik. Beberapa memandanganya dengan tatapan kesal. Menyadari kebodohannya dan tempat dimana dia sekarang berada, dia langsung salah tingkah. Dia menundukan badannya dan berusaha menutupi wajahnya. Sementara mukanya memerah menahan malu, kakak perempuannya, yang dia yakini sudah tidak memiliki rasa malu, malah menertawainya terbahak-bahak. Membuat para pengunjung bar itu semakin intens memandang ke arah mejanya.

Suzuki Akira, nama cowok berambut pirang itu, memaki-kaki kakak perempuannya di dalam hatinya. Sial, hari ini dia benar-benar sial. Tapi kalau dipikir-pikir, hidupnya itu memang selalu sial kalau berurusan dengan kakak perempuannya yang umurnya hanya selisih 2 tahun dengannya itu. Selama 19 tahun hidup di dunia ini, ia sama sekali belum pernah memiliki seorang pacar. Bukan karena dia mukanya jelek, kurang tenar, ataupun seorang nerd. Kalau diperhatikan, mukanya cukup tampan, plus dengan well-built body dan kelihaiannya bermain bola ataupun memainkan sebuah gitar bass. Ia juga cukup pintar dan lumayan tenar di sekolahnya. Hal itu cukup, lebih dari cukup, untuk membuat hati para wanita terpikat padanya. Tapi nyatanya tak ada satupun cewek yang mau dengannya. Itu dikarenakan kakaknya adalah seorang fujoushi, atau wanita penyuka kaum homosexual alias gay alias hubungan laki-laki dengan laki-laki. Sifat kakaknya itu sudah dimilikinya sejak SD. Entah siapa yang mempengaruhinya, yang jelas Akira sangat mengutuk orang yang telah mempengaruhi kakaknya dengan hal-hal yang berbau gay itu. Gara-gara itu, tidak ada cewek yang berani dekat dengan Akira karena mereka takut dengan kakaknya yang selalu memasang tampang mengerikan bila mereka dekat dengan Akira. Kakak perempuan Akira sangat tidak suka melihat Akira berdekatan dengan cewek-cewek, tapi menjadi histeris bila Akira berdekatan dengan cowok-cowok. Satu sekolah saat SD dan SMP dengan kakaknya membuatnya tersiksa. Akhirnya saat SMA, ia masuk di SMA kejuruan, khusus untuk cowok. Sialnya, kakaknya malah tambah girang dan selalu membujuk Akira untuk menjadi kaum homo dan memacari teman satu sekolahnya saja. Tapi Akira tetap menolak. Mana mau dia memacari teman satu sekolahnya yang hampir semua bodinya seperti kuli bangunan itu. Membayangkannya saja bikin merinding, apalagi kalau kenyataan. Akira merasa lega setelah ia menyakinkan kakaknya bahwa dia tak akan menjadi uke untuk siapapun. Karena setelah itu kakaknya itu berhenti menghantuinya dengan hal-hal homo. Tapi hal itu hanya berlangsung sebentar. Seminggu setelah itu kakaknya kembali menghantuinya, kali ini dengan cowok-cowok imut atau cantik. Akira ingin mati saja rasanya.

Suzuki Yutako, 21 tahun. Hampir sama tingginya dengan Akira, cantik, tubuh ramping, rambut cokelat yang panjang dan berombak di bagian punggungnya. Tipikal cewek jepang kebanyakan. Kakak perempuan satu-satunya Akira. Sesuai dengan sifatnya, pekerjaannya adalah seorang mangaka yaoi yang cukup terkenal. Dia sangat menyukai hal-hal yang berbau homosexual dan sangat berantusias menjadikan adik laki-laki semata wayangnya menjadi seorang homo meski adiknya itu selalu menolaknya mentah-mentah.

Mereka berdua, di mata para tetangganya, adalah kakak beradik yang sangat sangat akur. Ya, mereka masih tinggal bersama orang tua mereka, ibu mereka lebih tepatnya. Karena suatu masalah, saat Akira berumur 4 tahun dan Yutako 6 tahun, kedua orang tua mereka bercerai. Akira dan Yutako menolak ikut bersama ayahnya ke Osaka karena mereka merasa tidak dekat dengan ayahnya itu. Mereka lebih memilih menetap dengan ibu serta nenek mereka di Kanagawa. Akira yang sudah lulus dari sekolah kejuruan tekniknya saat ini melanjutkan kuliah manajemen di salah satu universitas swasta di Kanagawa. Juga bekerja part time di bengkel dekat rumah milik pamannya. Pekerjaan Yutako sebagai mangaka yaoi sudah ditekuninya sejak umur 15 tahun. Dan itu didukung sepenuhnya oleh ibunya. Karena menurut ibunya, asalkan usaha kerasnya itu membuahkan hasil, homo atau tidak itu bukan masalah.

Kali ini kedua kakak beradik itu sedang berada di sebuah gay bar. Semalam Akira secara tidak sengaja berkata, atau lebih tepatnya, keceplosan bilang butuh pacar dan kakaknya itu sangat bersemangat akan mencarikannya seorang pacar. Entah setan apa yang merasukinya malam itu sehingga otaknya menjadi lamban berkerja, ia menyetujui saja ajakan kakaknya itu. Yang kemudian sangat disesalinya pada keesokan harinya. Seharian ini, bukannya cewek yang didapatkannya, tapi malah tatapan mesum cowok-cowok karena kakaknya itu menyeretnya di sebuah bar khusus untuk orang homo. Mungkin agak sedikit membingungkan. Bagaimana Suzuki Yutako yang seorang cewek bisa masuk dengan mudahnya di sebuah gay bar? Itu karena Yutako kenal dengan pemilik bar itu dan juga dia sangat sering mampir di bar itu untuk referensi manganya. Hal ini membuat mukanya tidak asing lagi bagi para gay yang ada di bar itu. Bahkan beberapa ada yang menjadi temannya.

“Nee-chan, kenapa kau selalu memaksaku untuk menjadi seorang homo? Bukannya kau sendiri mempunyai pacar seorang laki-laki? Itu berarti kau normal kan? Aku juga ingin normal nee-chan!” tanya Akira beruntutan. Lama-lama ia jengah juga setiap hari disuguhi hal-hal berbau homo oleh kakaknya itu. Badan kekar dengan baju super ketat. Make up tebal dengan dandanan seperti cewek. Semua menatapnya dengan tatapan mesum seperti ingin memangsanya. Bagaimana dia tidak takut? Tidak bisakah kakak perempuannya itu mencarikan dia cowok imut yang polos? Eh, ralat, ralat! Bukan cowok, tapi cewek!

“Interupsi. Bukan seorang Aki-chan, tapi dua orang,” ucap Yutako dengan enteng sambil menunjukan jarinya yang berbentuk huruf ‘V’ di depan muka Akira.

“Ha?” Akira yang sedang galau dengan pikirannya agaknya tidak menangkap kata-kata Yutako barusan.

Masih dengan menunjukkan jarinya dan tersenyum semakin lebar, Yutako mengulangi kata-katanya. “Dua orang. Pacarku ada dua orang~”

Akira yang kaget mendengar ucapan kakaknya itu spontan membelalakkan matanya dan mulutnya menganga lebar. “Du-dua orang?”

“Ya, Uruha itu seorang bi. Selama pacaran denganku, aku mencarikannya pacar cowok dan dia tidak keberatan sama sekali. Kau tahu Aoi yang bekerja sebagai waiter di restoran dekat dengan stasiun? Dia pacar keduaku, sekaligus uke-nya Uruha. Kita pasangan yang harmonis kan? Hohohoho,” ucap Yutako dengan sangat enteng.

‘Harmonis my ass!’ umpat Akira dalam hatinya. Sumpah, ia benar-benar bingung dengan apa yang ada di kepala kakaknya itu. Perasaan mereka tumbuh dengan baik dan makan makanan yang sama. Tapi Akira selalu tidak bisa membaca apa yang ada di pikiran kakaknya yang kebanyakan berisi hal-hal homo itu. Teman-temannya kebanyakan adalah kaum homo. Kalaupun perempuan, pasti sifatnya sejenis dengan kakaknya itu. Bahkan pacar-pacarnya pun juga seorang homo. Ya Tuhan, kenapa hidupku selalu dipenuhi oleh orang-orang homo, sesal Akira di dalam hatinya.

Merasakan pusing dan tidak mau berlama-lama di bar itu, Akira beranjak dari duduknya. Tapi belum sempat ia melangkahkan kakinya, tangannya ditarik oleh kakaknya.

“Mau kemana?” tanya Yutako.

“Pulang,” jawab Akira datar. Sungguh, ia sudah tidak tahan lama-lama berada di tempat yang seluruhnya berisi lelaki kaum homo tersebut. Tatapan mesum mereka ke arah dirinya membuat dia bergidik ngeri. Ditepisnya tangan kakaknya kemudian ia berjalan keluar. Tak mempedulikan panggilan kakaknya.

“Tunggu Aki-chan, ada yang ketinggalan!”

Kali ini Akira menghentikan langkahnya kemudian menatap kakaknya yang berlari kecil mengikutinya. Dengan pandangan kesal, ia berkata, “Apa?”

Tapi Yutako, yang sudah berdiri di hadapan adiknya, lagi-lagi malah memasang cengiran yang ia tahu sangat dibenci oleh adiknya. “Cowok yang disebelah sana mukanya imut, mau kenalan?”

“YUTAKO!”

***」」」」」」」」 o(~∇~*o)(o*~∇~)o 」」」」」」」」***
Minggu pagi hampir siang yang dingin. Meski langit terlihat cerah tapi hawa di awal bulan Desember sudah mulai sangat dingin. Akira memandang sarapannya dengan tidak nafsu. Semalam kakak perempuannya benar-benar mengjengkelkan, mempermalukan dia dua kali di bar itu dengan tawanya yang sangat histeris. Saat keluar dari bar itu, ada seorang om-om menggodanya dan sempat memegang bokongnya. Tentu saja ia hampir membuat om-om mesum itu babak belur sebelum penjaga bar melerai mereka. Tapi Akira sadar, bahwa penjaga bar itu menahannya sambil meraba-raba dadanya. Dengan kekuatan penuh ia menyodok perut penjaga dengan sikutnya bar itu hingga ia terjatuh kemudian Akira berlari sekencang-kencangnya meninggalkan bar yang mengerikan itu.

Sungguh malam yang melelahkan. Akira menghela nafasnya. Ia mengambil sendok kemudian mulai memakan serealnya. Biasanya, hari minggu rumahnya sepi. Tapi tidak kali ini, para staff yang membantu kakaknya membuat manga tampak sibuk lalu lalang di rumahnya. Ya, sebagian besar lantai bawah rumahnya telah disulap oleh kakaknya menjadi kantornya. Ia mencuri dengar bahwa tiga hari lagi adalah deadline manga kakaknya. Kalau kakaknya itu sedang sangat sibuk, mengapa ia sempat-sempatnya  menyeret adiknya ke gay bar? Sungguh membuang waktu sekali.

Akira hendak memakan suapan kelima-nya ketika ia mendengar bel pintu rumahnya berbunyi. Ia yakin kakaknya berserta para staffnya tidak ada yang bakal membukakan pintu karena mereka sangat sibuk. Dengan ogah-ogahan, Akira meninggalkan sarapannya dan berjalan menuju pintu depan. Mungkin hanya tukang pengantar barang, pikirnya.

Tanpa mengecek dulu siapa yang datang, Akira langsung membukakan pintu. Udara yang dingin menerpa wajahnya, membuat dia sedikit menggigil. Saat pintu terbuka sepenuhnya, bukanlah seorang tukang pengantar barang yang ditemuinya, tapi seorang err, cewek kah? Akira tidak yakin apa jenis kelaminnya. Tapi melihat wajah dan penampilan luarnya, Akira yakin 75% orang didepannya adalah cewek.  Tubuhnya kecil dan lebih pendek dari dia. Rambut coklatnya, meskipun pendek tapi mukanya feminim. Wajahnya dihiasi mata yang agak besar dan sepasang bibir merah yang menggoda. Ditambah tubuh mungilnya dibalut dengan t-shirt putih bergambar beruang yang panjangnya hampir selutut, celana jeans yang ketat, sepasang boots hitam yang serasi dengan jaket kulitnya. Akira merasa detak jantungnya berpacu lebih cepat ketika sepasang mata coklat itu memandanginya. Sebuah senyuman manis, sangat manis merekah di wajahnya. Membuat pipinya semakin terlihat chubby. Kemudian ia membungkuk sedikit badannya. Akira spontan membalasnya.

“A-ada yang bisa kubantu?” Tanya Akira yang entah kenapa dirinya merasa gugup secara tiba-tiba.

“Ah, anu, apa betul ini rumahnya Suzuki Yutako?”

Akira membeku seketika setelah mendengar suara orang di depannya. Suaranya berat seperti anak laki-laki. Tidak mungkin. Tidak mungkin orang semanis ini adalah seorang cowok. Mungkin dia sedang flu, lalu suaranya menjadi berat. Atau tenggorokannya sedang sakit, makanya suaranya jadi seperti anak laki-laki. Tidak mungkin dia adalah seorang laki-laki, pikir Akira. Tapi, mengingat cowok-cowok cantik yang diperlihatkan oleh Yutako selama ini, tidak menutup kemungkinan bahwa orang di depannya adalah seorang laki-laki. Akira ingin menjerit rasanya.

“Maaf, tuan, benar ini rumahnya Suzuki Yutako?” orang itu bertanya lagi, membuat Akira tersadar dari pikiran gundahnya. Ia yang gelagapan hanya berkata tunggu sebentar dan buru-buru masuk ke dalam rumahnya, meninggalkan orang itu yang menatap heran kepergiannya. Akira berdiri di pintu masuk ke ruangan tempat kakaknya bekerja yang penuh dengan peralatan menggambar. Tanpa mendekati kakaknya, ia berteriak dari tempatnya berdiri.

“Nee-chan! Ada yang nyariin tuh!” teriaknya. Kemudian, tanpa menunggu jawaban dari kakaknya, Akira melengos pergi menuju kamarnya yang berada di lantai dua. Sebelum ia memasuki kamarnya, kakaknya berteriak dari bawah.

“Siapa yang mencariku, Aki-chan?”

“Mana kutahu!” jawab Akira kesal, sambil membanting pintu kamarnya dengan cukup kuat. Ia merebahkan tubuhnya di kasurnya. Ia tak tahu kenapa tiba-tiba ia merasa kesal. Baru juga ketemu orang yang sesuai dengan tipenya, ujung-ujungnya cowok juga. Ia sudah yakin sekarang kalau orang yang sangat manis tadi adalah seorang cowok. Orang itu mencari Yutako, sudah pasti orang itu cowok. Dan juga homo. Pasti orang itu salah satu teman Yutako di gay bar semalam. Akira mengerang sambil menutupi mukanya dengan sebuah bantal. Puas mengerang, ia memutuskan untuk tidur. Mungkin dengan tidur ia bisa melupakan orang tadi. Lagipula kalau ia ke bawah, saat ini orang itu pasti sedang diseret Yutako ke ruang tamu atau ruang kerjanya. Mungkin satu atau dua jam lagi orang itu sudah pergi. Yah, dia harap.

Tapi, dua jam kemudian, Akira lagi-lagi mematung saat memasuki ruang makan. Kakaknya, beserta keempat staffnya sedang makan siang di ruang makan itu. Yang membuat dia mematung adalah ada orang tadi diantara staff kakaknya itu, dan mereka semua terlihat akrab. Menyadari kedatangan adiknya, Yutako bangkit dari duduknya dan menyeret Akira mendekati meja makan. Tepatnya mendekati cowok manis tadi.

“Aki-chan, kenalin staffku yang baru, Taka-chan~” kata Yutako. Cowok manis tadi, atau sekarang yang Akira tahu memiliki panggilan Taka-chan menghentikan aktivitas makannya dan memandang ke arah Yutako dan Akira. Dengan buru-buru ia bangkit dari duduknya dan membungkuk ke arah Akira.

“Perkenalkan, aku Matsumoto Takanori. Salam kenal,” ucap Taka-chan atau lebih tepatnya Takanori sambil tersenyum ramah. Akira merasa pipinya panas melihat senyuman manis itu. Sungguh ia ingin sekali mencubit pipi pemuda mungil di depannya yang tampak chubby itu. Argh, ingat Akira, kau ini nggak homo!

“Suzuki Akira,” ucap Akira singkat dengan intonasi yang sangat datar sambil mencoba menstabilkan detak jantungnya yang lagi-lagi berdetak lebih cepat secara tiba-tiba. Kakaknya yang berada di sampingnya menyodok perut Akira lumayan kuat. Membuat Akira mengaduh sambil memegangi perutnya.

“Kau ini dingin sekali, Aki-chan. Pantas saja kau ini tidak punya pacar,” ucapan Yutako barusan spontan membuat Akira mengirimkan death glare dan sebuah tendangan ke arah Yutako, yang segera Yutako sadari dan sebelum kaki adiknya bersentuhan dengan kakinya, ia sudah lebih dulu mengangkat kakinya. Alhasil bukannya menendang kaki kakaknya, Akira malah menendang kaki kursi yang di duduki kakaknya. Sekali lagi Akira mengaduh kesakitan, tapi kali ini sambil memegangi kakinya.

Sementara kakaknya, dan juga staffnya menertawainya, Akira tidak menyadari bahwa ada sosok yang mendekati posisi jongkoknya di lantai ruang makan. Dia baru sadar ketika sosok itu memegangi kakinya yang sakit.

“Kau tidak apa-apa, Suzuki-kun?” Takanori, si cowok manis yang dari tadi membuat Akira berdebar, kini berada lumayan dekat di depannya. Menatapnya dengan tampang khawatir. Akira yang kaget agak memundurkan badannya. Dan tatapan Takanori membuat wajahnya memanas dan detak jantungnya berpacu lebih cepat.

“A-aku tidak apa-apa. Aku..aku mau ke kamarku lagi,” ucap Akira terbata-bata. Ia segera bangkit kemudian setengah berlari kembali menuju kamarnya. Niatnya untuk makan siang hilang sudah gara-gara cowok bernama Takanori itu. Akira tidak tahu apa yang terjadi dengan tubuhnya. Ia merasa aneh jika berada di dekat Takanori. Ia belum pernah seperti ini sebelumnya. Biasanya, jika kakak ceweknya itu mengenalkannya kepada seorang cowok, sikapnya biasa saja. Tidak pernah ada getaran-getaran aneh seperti kupu-kupu yang memenuhi isi perutnya. Dadanya juga terasa sakit karena berdebar telalu cepat. Apakah dia menyukai Takanori? Tidak, tidak mungkin. Sadarlah Akira, dia itu temannya Yutako. Artinya dia itu homo. Dan seperti kebanyakan homo lainnya, dia pasti ingin memangsamu dan menyodomimu. Argh, Akira kalap sendiri dengan pikirannya.

Sementara itu, Takanori lagi-lagi memandangi kepergian Akira dengan tatapan heran. Dengan perasaan sedikit kecewa, ia kembali duduk. Ia tidak menyadari bahwa sedari tadi Yutako dan para staffnya memperhatikan tingkahnya dan juga tingkah Akira. Sadar keadaan yang hening di meja makan tersebut, Takanori memandangi Yutako dan ketiga staffnya yang juga sedang memandanginya sambil menahan senyum.

“A-ada apa kalian semua memandangiku?” tanya Takanori yang merasa agak risih dengan pandangan empat pasang mata di depannya.

Miwa, salah satu staff Yutako yang berambut pirang keriting pendek sebahu, tiba-tiba terkekeh pelan. “Kau ini cute sekali, Taka-chan~” sanjungnya, membuat pipi Takanori memerah mendengarnya.

“Ya, ya, Miwa-chan benar sekali,” timpal Junko, salah satu staff Yutako juga yang duduk di sebelah Takanori. Rambutnya yang dikucir dua ikut bergerak saat Junko menganggukkan kepalanya.

Staff Yutako yang terakhir, Christine, membisikkan sesuatu di telinga Yutako. Keduanya terkikik pelan, menunjukkan lesung pipit yang dimiliki oleh keduanya. Kemudian Yutako mengalihkan pandangannya ke Takanori yang sedang digoda oleh Miwa dan Junko. Sambil berusaha menghentikan tawa kecilnya, ia bertanya kepada Takanori. “Taka-chan, bagaimana menurutmu adikku itu?”

“Eh?” Takanori menatap Yutako heran. Lagi-lagi empat pasang mata menatapnya, seolah-olah berusaha untuk menginterogasinya. “Ma-maksud Yutako-sensei?”

“Sudah kubilang kan Taka-chan~ panggil aku nee-chan.”

“Okay, nee-chan.”

“Sekarang, katakan kepada kami, bagaimana pendapatmu tentang Akira? Apa kau menyukainya?”

Semburat merah terlihat jelas di pipi Takanori saat pertanyaan itu dilemparkan oleh Yutako kepadanya. Sambil menggaruk tengkuknya, ia menggangguk pelan dan berkata, “Ta-tapi aku-”

“Aku sudah tahu latar belakangmu, Taka-chan,” potong Yutako. “Ryou-chin sudah memberitahuku tentang masa lalumu. Cobalah dengan Akira. Dia orang yang baik. Tak akan kubiarkan dia meninggalkanmu, Taka-chan. Dan anggaplah kami sebagai keluargamu juga. Kau tahu, sejak pertama kali bertemu denganmu di kantor milik Ryou-chin, aku sudah menganggapmu sebagai adikku,” ucapnya sambil tersenyum penuh pengertian dan memegangi tangan Takanori lembut.

“Arigato, nee-chan,” ucap Takanori sambil tersenyum. Ia merasa bersyukur sudah bertemu dengan Yutako. Meski statusnya sebagai staff di tempat Yutako hanya sementara saja dan belum ada sehari ia bekerja. Tapi Yutako beserta staffnya sungguh sangat ramah dan menyenangkan. Ia merasa sangat betah bekerja di tempat Yutako. Mungkin dia harus memikirkan tawaran Yutako untuk bekerja di tempatnya. Yah, kalau Ryou-chin mengijinkannya. Tapi Takanori yakin, dengan sedikit rayuan dan paksaan dari Yutako, Ryou-chin pasti mengijinkan dia pindah tempat kerja.

“Tak kusangka, ternyata Aki-chan menyukaimu, Taka-chan~ hihihihi.” Perkataan yang disertai tawa terkikih yang dilontarkan oleh Christine memecahkan atmosfer kekeluargaan antara Takanori dan Yutako. Mendengar itu, Yutako beserta kedua staffnya yang lain ikut tertawa-tawa kecil, melepaskan tawa yang sedari tadi ditahannya. Terkikih-kikih sambil menutupi mulut mereka dengan tangan mereka.

“Ta-tapi tadi tingkahnya sangat aneh dan dia… dia kelihatan ketakutan dan berusaha menghindariku saat kudekati,” ucap Takanori lirih.

Yutako merasakan adanya kesedihan di perkataan Takanori barusan. Sambil masih terkikih ia berkata, “Tadi itu dia hanya merasa kaget dan gugup. Ia pasti sekarang sedang bergelut dengan pikirannya yang bukan homo itu di kamarnya, hahaha.”

“Tapi-”

“Percayalah padaku, Taka-chan~ Aku ini pengamat yang handal,” ucap Yutako yakin. Kemudian ia mengalihkan pandangannya dari Takanori ke ketiga staffnya yang masih terkikih. “Kalian lihat tadi tingkah Aki-chan? Juga semburat merah di pipinya? Sungguh sangat menggelikan dan juga menggemaskan.”

“Ya, mukanya yang memerah itu terlihat cukup jelas, hihihi,” timpal Miwa.

“Rasanya tadi aku ingin memotretnya, mukanya sungguh lucu,” tambah Junko.

“Harusnya kau bawa Taka-chan kesini sedari dulu, Yucchan. Jadi kau tidak usah bersusah payah menjadikan Aki-chan menyukai seorang laki-laki, hmmfff” ucap Christine.

“Ah, benar juga perkataanmu, Kuri-chan.” (A/N: Christ dalam bahasa Jepang dibaca “Kurisu”) Kali ini Yutako kembali memandangi Takanori dan memeluknya erat. “Akhirnya adikku mulai menunjukkan kalau dia suka laki-laki, hahaha! Sankyuu Taka-chan!”

“Nee-chan! Nee-chan! Aku nggak bisa nafas!”

“Hehehe, gomen ne Taka-chan~”

***」」」」」」」」 tsuzuku 」」」」」」」」***
terusin nggak yaaaaaaaaaa~~~ #kabur

type; multi-chap, genre; fluff, genre; au, fanfic, reitaxruki

Previous post Next post
Up