Sebagian dari FF Blue Party. Tentang bagaimana seseorang memandang cinta dan eksistensi sebuah hubungan.
Seperti apa dunia yang aku berada di dalamnya? Seperti apa malam yang aku melewatinya? Seperti apa siang yang aku menjalaninya?
Tidak banyak kisah dalam hidupku. Hanya potongan-potongan dongeng sederhana yang monoton dan membosankan. Perjalanan itu bukan sebuah wisata yang menyenangkan atau liburan yang mengesankan, hanya sebuah parodi omong kosong yang membuatku berharap bisa melihat nya seperti sebuah buku, lalu kuhapus dengan cara apa pun itu.
Darah dan air mata yang mengalir. Aku tidak bisa menghitung seberapa banyak aku harus menangis. Kebahagiaan hanyalah sebuah istilah penuh tanda tanya yang hanya bisa kupertanyakan. Cinta itu ilusi. Seperti hayalan saat melamun di tengah kelas guru yang membosankan. Begitu teriakan sang guru melayang di udara, buyar begitu saja.
Bukankah itu adalah tragedi nyata yang begitu munafik?
Mereka menyembah-nyembah, memohon hingga menangis berdarah-darah. Berlomba-lomba dengan apa saja yang mereka punya. Bersujud jika perlu. Tapi setiap perkataan mereka hanyalah bualan, kasih sayang yang mereka umbar hanyalah kebohongan. Wajah bertopeng yang dibaliknya begitu mengerikan, monster dari dasar neraka.
Kento tersenyum lebar, menampakkan keramahannya. Sebagaimana mereka yang palsu. Kento pun palsu, memainkan perannya dalam drama romantika berbahaya dengan pesonanya. Menebarkan senyum dan tatapan mata yang lembut menggoda. Membiarkan para pemangsa itu terjebak hingga tidak ada yang tersisa.
Kento belajar dengan cepat bagaimana mendapatkan perhatian dan menjadi pusat perhatian. Semua saudaranya memiliki pesona memabukkan yang sepertinya memang sudah bawaan lahir. Tentu saja, dari ayah yang memiliki beberapa istri sekaligus, Kento dan saudara-saudaranya belajar bagaimana memikat dan menakhlukkan.
Hanya saja, bagi Kento, hidupnya hanyalah sebua parodi. Perhatian adalah apa yang dibutuhkannya. Kasih sayang utuh adalah apa yang diinginkannya. Dan bagaimana pun itu, Kento tetap berlari untuk meraihnya.
Bahkan jika itu harus dengan tubuhnya!
“Ayahku membuka restoran italia baru-baru ini, bagaimana jika malam ini aku mengajakmu mampir?” Seorang laki-laki, teman sekampusnya, mencoba peruntungan. Menawarkan sedikit kemewahan miliknya untuk mendapatkan sedikit sentuhan dari bunga yang ingin dipetiknya. Menghisap nektar darinya hingga mabuk. Kalau perlu mati dalam kenikmatan yang ditawarkannya.
Kento menggerakkan tangannya, menyentuh permukaan punggung tangan yang tergelak di meja setelah memberikan beberapa hadiah kecil untuknya.
“Benarkah. Makanan italia terdengar bagus!” Kento masih dengan pesonanya yang ‘mengundang’.
“Jadi, aku akan menjemputmu jam tujuh nanti!” Laki-laki itu tersenyum sumpringah. Jika tidak mengingat mereka masih ada di kantin kampus, diapasti sudah melompat-lompat kegirangan.
Well, Kento tidak peduli pada tujuan sebenarnya laki-laki mana pun yang mendekatinya. Toh, dalam otaknya sudah tertanam bahwa yang mereka inginkan adalah tubuhnya, maka dari itu, sebaik mungkin Kento harus memanfaatnya. Mangsa pun harus mengambil keuntungan kan?
Dan sepasang mata coklatnya menatap menantang pada Fuma yang duduk tak jauh darinya. Fuma yang seperti itu, yang menatapnya dengan mata menyala dan wajah yang menggambarkan apa yang difikirkannya membuat Kento ingin tertawa.
Fuma adalah anak pemilik sekolahnya dulu, dimana sekarang adiknya yang masih SMA juga ada di sana. Sekelas sejak dulu, dan Kento tau bahwa Fuma menginginkannya lebih dari siapa pun. Tapi apa salahnya menebarkan sedikit omong kosong. Itu adalah dongeng dewa-dewi yang didengarnya sejak kecil.
***
Kento memeluk teddy bear berukuran setengah tubuhnya dengan senyum yang terus mengembang bak bungan di musim semi. Salah satu ‘teman’nya yang lain memaksa untuk mengantarkannya pulang, meski dengan sedikit permohonan untuk membawa Kento berjalan-jalan sebentar. Dan Kento adalah seorang shopaholic yang tidak akan menolak tawaran berjalan-jalan di pusat perbelanjaan meski itu harus menguras isi dompet ‘teman’nya.
“Hati-hati di jalan ya!” Kento masih mengumbar senyumnya ketika keluar dari mobil ‘teman’nya itu. Dan sebuah kecupan kecil di pipi sebagai pengganti ucapan terimakasih tidak terlihat buruk.
Biarkan saja ‘teman’nya itu tidak cuci muka seminggu!
Di ruang tamu seperti biasa Kento menemukan direktur muda yang merupakan pemburu paling tangguh kakak keduanya bertengger berlama-lama meskipun Kei, kakaknya, tidak menunjukkan tanda-tanda akan menyerah dalam watu dekat.
“Hhhhh, Yabu nii, nasibmu sungguh tragis. Membawa Kei nii ke pernikahan itu sama halnya dengan menurunkan matahari ke bumi. Jika mau mendengarkan saranku, sebaiknya kamu seret saja dia ke pernikahan!” Kento berkomentar prihatin sebelum menyeret semua hasil jarahannya menuju kamarnya di lantai dua.
Di dalam kamar, Kento melihat adiknya, Taiga sedang tertidur pulas. Matanya sedikit melebar saat melihat beberapa ‘tanda’ di leher Taiga. Chii entah sedang dimana. Sepertinya kemarin papa berbicara tentang seorang direktur yang tertarik pada Chii, jadi untuk meloloskan sebuah proyek, Chii harus ‘membantu’ papa.
Melihat nyamannya Taiga tidur, Kento memutuskan untuk bergabung sebelum bersiap pergi memenuhi janji makan malamnya. Kento bahkan tidak ambil pusing saat mendengar Kei mengomel dengan sadisnya, disusul Kame yang mengusir Yabu, juga tawa Daiki yang sepertinya terhibur dengan tontonan gratis di bawah sana.
***
Senyum yang menawan. Mata yang berbinar memabukkan. Kento menggunakan sedikit anugerah yang di dapatnya dari lahir: tubuh menawannya, untuk menakhlukkan semua yang melihatnya duduk manis di dalam restoran italia mewah milik ayah temannya yang sekarang sedang asyik memandanginya. Takjub? jelas!
“Apakah ada yang aneh, kamu memandangku terus dari tadi?” Kento mencoba menggali percakapan agar makan malamnya ini tidak membosankan.
“Tidak. Hanya saja kamu begitu bersinar!” Puji temannya itu.
“Itu berlebihan. Tapi bisakah kita pulang sedikit lebih cepat!” Kento memandang laki-laki di depannya itu dengan tatapan memohon dan wajah manjanya.
“Eh, kenapa?” Laki-laki itu terlihat kecewa. Tujuannya jelas membuat Kento terpesona padanya, lalu menjadi miliknya.
Memiliki Kento adalah impiannya, dan saingannya menumpuk dimana-mana. Sedikit saja lengah, Kento akan berpaling. Semua berlomba-lomba memberikan Kento hadiah, menunjukkan pesonanya masing-masing agar sang putri bersedia dipersunting sebagai permaisuri.
“Aku ingin pergi ke sebuah toko. Ah, sebenarnya beberapa toko. Ada barang yang ingin kubeli. Lagipula aku juga harus mencari hadiah yang bagus untuk kakak-kakak dan adik kecilku yang manis. Kamu tau Taiga kan, yang tadi kamu bertemu di rumah, dia akan ngambek kalau aku tidak memberikan apa yang dia mau!” Kento mengutarakan alasan, yang dengan kata lain, mengatakan: inilah yang dia inginkan!
“Ah, kalau begitu bagaimana kalau aku pergi denganmu. Adikmu sangat manis, juga cantik sepertimu. Aku jadi ingin memberikannya hadiah juga!” Laki-laki itu seperti menemukan jalan lain untuk dekat dengan Kento, dan betapa bahagianya saat kento tersenyum untukknya, mengangguk dengan manis, juga membiarkannya mengelus tangannya.
Mungkin beberapa waktu ke depan, bukan hanya tangan Kento yang bisa dielusnya. Siapa tau kan? Apalagi bibir itu, rasanya ingin sekali mencicipinya. Pasti manis sekali. Dan lagi, adik Kento itu memang cantik sekali, terlihat sangat anggun dan sepertinya manja.
Ah, Memimpikan dua bidadari sekaligus ada di ranjangnya! Itu bagus kan!
***
“Aaaaa, terimakasih. Ini manis sekali, aku menginginkannya sejak lama!!!” Taiga tersenyum lebar begitu menerima boneka rilakuma besar dari bahan dan kualitas terbaik dari teman Kento yang Taiga tidak peduli sama sekali siapa dia. Toh, besok kakaknya juga akan membawa yang lain lagi.
‘Cup’ Taiga mencium pipi teman Kento itu dengan manis, lalu memeluknya sebentar sebagai tanda terimakasih. Yah, enam belas tahun menjadi adik Kento dan kakak-kakaknya yang lain, Taiga cukup bagaimana memainkan perannya.
Laki-laki itu ternganga menerima perlakuan Taiga. Bahkan sampai anak SMA berambut kecoklatan itu berlari menaiki tangga menuju kamarnya sambil menggendong boneka barunya juga menenteng berkantong-kantong hadiah yang dapat diartikan juga sebagai pajak karena sudah mengajak Kento keluar.
“Ah, maafkan adikku. Dia memang sedikit manja!” Kento tersenyum sambil menyisipkan tangannya ke bahu laki-laki itu, bergelayut manja. Sedikit menyenangkan pemangsanya yang justru menjadi mangsa.
“Eh, tidak apa-apa. Dia anak bungsu kan? Wajar jika manja!” Laki-laki itu mencoba menyembungikan kegugupannya karena Kento menempel padanya.
Pelan-pelan dirangkunya Kento, menjajaki bagaimana reaksi mangsanya. Dan berita baiknya Kento hanya tersenyum dan memandangnya dengan matanya yang indah.
Peduli apa dengan jutaan yang dikeluarkannya jika Kento bisa ada dalam pelukannya.
Laki-laki itu mendekatkan wajahnya, mencoba lagi keberuntungannya. Siapa tau bibir itu bisa dicicipinya sekarang? Semua kakak Kento belum pulang kan? Hanya ada adiknya, anak kecil yang masih polos dan tidak tau apa-apa seperti itu tidak akan menjadi pengganggu. Akan bagus jika dia memelikinya juga.
“Nii chan!!!” Taiga berteriak tepat saat laki-laki itu hampir berhasil mencium Kento.
Dengan terpaksa,dilepaskannya Kento yang langsung menfokuskan perhatian pada adiknya.
“ Kame nii menelfon. katanya penting. cepat!” Taiga masih berteriak. Anak itu berdiri di lantai dua, di depan kamarnya, sambil menimang boneka teddy bear putih bersih yang sepertinya masih baru.
“Ah, maaf, kakakku ....!” Kento memotong ucapannya.
“Ah, tidak apa-apa. Kalau begitu aku pulang dulu. Sampai jumpa besok!” Laki-laki itu pamit dengan terpaksa.
“Ah, ok. Hati-hati di jalan ya!” Kento tersenyum manis lagi.
Sebuah kecupan di pipi dihadiahkannya sebelum menutup pintu, tepat setelah laki-laki itu keluar. Lantas, dengan lega Kento membawa belanjaannya ke lantai atas dibantu Taiga.
“Kamu benar-benar penyelamat yang baik. Hahahaha!” Kento tertawa dengan puasnya setelah berada di kamar.
“Tentu saja. Aku sudah terlatih dari kecil. Dan Hebat juga. Sepertinya dia sangat kaya!” Taiga memeluk boneka Teddy bear putih hadiah dari ‘teman Daiki’, kakak ketiganya.
“Yah, sepertinya begitu!”Kento menjawab sambil menahan tawa.
“Kamu benar-benar ya!” Taiga menggeleng-gelengkan kepalanya.
“Diam dan lihat saja aku adik manis. Mereka semua seperti itu. Hanya menginginkan kita untuk sekedar urusan ranjang. Jadi jangan pernah tertipu. Dan ... itu, siapa yang melakukannya?” Kento menatap adiknya menyelidik.
Taiga tersenyum tanpa dosa, menutupi lehernya.
“Hanya nyamuk!” Dalihnya sebelum berlari ke kasurnya sendiri.
“Nyamuknya lapar sekali ya!” Ejek Kento.
***
Apa-apaan itu. Orang menyebalkan yang tidak pernah menyerah itu.
Tatapan kento lurus pada Fuma yang berdiri hanya dua meter darinya. Bahkan meski Kento telah terang-terangan menolak Fuma sejak SMA, laki-laki itu terus saja menghantui hdupnya.
Tidak seperti para pemangsanya yang lain, Fuma berjalan lebih pelan. Kento sangat bisa membaca perbedaan Fuma dari yang lainnya. Tapi justru itu yang membuatnya takut.
Kento takut jatuh!
Dan Fuma menjatuhkannya sejak lama.
“Apa sudah puas berenang, ikan kecil?” Fuma bertanya tanpa melepas tatapannya pada Kento.
Area parkir kampus masih sepi mengingat ini masih cukup pagi. Dan Fuma sengaja menunggu Kento. Hari ini sudah dipilihnya menjadi hari terakhir Kento bisa berkeliaran tanpa status sebagai pacarnya. Usahanya selama empat tahun tidak boleh sia-sia.
Kento tidak boleh menilainya sama seperti laki-laki yang hanya ingin menikmati tubuhnya.
Cinta dalam kamus Kento memang berbeda dengan cinta yang didefinisikannya, maka jalan satu-satunya adalah mengubah kamus Kento. Menghapus pemahaman cinta yang didapat Kento sebagaimana yang dilihatnya ketika ayahnya menikahi banyak wanita, meninggalkan yang tidak diperlukannya. Menyakiti dan memanfaatkan anak-anaknya.
“Aku tidak akan pernah lelah berenang. Bahkan jika seekor hiu memburuku!” Kento mencoba menantang Fuma.
Sebenarnya Kento pun lelah berenang. Bahkan ikan pun bisa mati di dalam air kan?
“Kalau begitu aku akan membawamu ke daratan!” Fuma menanggapi tantangan Kento dengan tenang.
Kento mundur begitu Fuma berjalan mendekatinya. Tapi ketika Kento bebalik dan mulai berlari, Fuma sudah menangkapnya. Tangan Fuma memeluknya dari belakang.
“Akan kutunjukkan, aku tidak akan menyakitimu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Aku sudah membuktikannya selama empat tahun bukan? Kapan kamu akan percaya padaku?” Fuma mengecup puncak kepala Kento.
Entah bagaimana, Kento merasa tenang saat Fuma memeluknya, bahkan Kento pasrah saat Fuma membawanya entah kemana.
Kento hanya menurut seperti ikan yang terperangkap di jaring seorang nelayan. Rasanya cepat sekali, Kento sudah diseret Fuma memasuki sebuah rumah yang begitu asri. Rumah dengan suasana yang sejuk dan kehangatan keluarga di dalamnya.
“Duduklah!” Fuma meminta dengan lembut dan kento menurutinya. Bahkan Kento belum bersuara dari tadi.
Matanya menelusuri ruang tamu yang luas, dan terpaku pada foto keluarga yag terpajang dengan cantiknya. Fuma dan orang tuanya, tersenyum bahagia dan terlihat sangat akrab.
“Eh, siapa ini, temannya Fuma?” Ibu Fuma tersenyum ramah saat melihat Kento yang duduk berdampingan dengan putranya.
“Saya Kento. Maaf mengganggu!” Kento memperkenalkan diri dengan sopan.
Fuma tersenyum melihat tingkah Kento. Inilah Kentonya yang sebenarnya. Yang ramah, yang cengeng, yang rapuh, yang lemah, yang terus berusaha keras, yang butuh kasih sayang orang tua. Kentonya yang sangat dikenalnya meskipun Kento tidak memperlihatkan dirinya.
“Manisnya!” Ibu Fuma memeluk Kento seolah sudah akrab, membuat Kento sedikit tersentak dan tubuhnya bergetar halus. Ini seperti pelukan seorang ibu. Kento tidak pernah merasakan ibu yang sebenarnya, hanya saudara-saudaranya yang selalu memberinya kasih sayang nyata.
“Yang sedang ibu peluk itu bukan temanku, dia calon menantu ibu!” Dan kalimat Fuma membuat ibunya dan Kento terkejut.
***
Kento duduk dengan kedua tangan di paha. Dipandanginya halaman belakang tumah Fuma yang cantik. Beberapa bonsai ditata dengan rapi, juga kolam-kolam berisi ikan koi. Kento merasakan kehangatan keluarga Fuma meskipun ini adalah kali pertamanya berkunjung.
Ibu yang baik dan penuh kasih sayang, ayah yang bertanggung jawab dan membanggakan. Kehidupan yang harmonis. Ibu Kento bahkan dengan begitu antusias menyambutnya saat Fuma mengatakan bahwa Kento adalah calon menantunya. Ayah Fuma juga memeluknya dan mengelus rambutnya saat pulang ke rumah karena ibunya menelfon. Mereka bahkan tidak keberatan saat Kento berbicara tentang keluarganya. Ayah Fuma justru ingin bertemu dengan saudara-saudaranya.
Hidup adalah parodi yang aneh. Kento tidak tau apa-apa hingga episode hidupnya berlanjut dan skenario itu terbuka. Yang membuatnya heran, sejak pagi tadi, hingga sore ini, kento bahkan tidak pernah menolak Fuma, atau menyanggah perkataan Fuma. Kento seperti menemukan jalannya untuk menerima Fuma.
“Jangan tersenyum sendiri. Aku takut akan ada hantu yang lewat dan jatuh cinta padamu. Aku bisa patah hati lagi jika hantu itu menculikmu!” Fuma yang datang dengan dua kaleng softdrink mendudukkan dirinya di samping Kento.
“Kalau begitu kamu harus mengambilku kembali!” Kento menjawab sambil menarik satu kaleng softdrink dari tangan Fuma lantas meneguknya.
“Itu artinya sekarang kita resmi kan?” Tanya Fuma penuh harap.
“Hemmm!” Kento hanya berguman. Tapi senyumnya mengembang meski sedang minum.
“Yes-yes-yes- yuhuuuuuuu!” Fuma berdiri dan melompat-lompat, berteriak mengelilingi halaman rumahnya.
“Sepertinya kamu harus dibawa ke rumah sakit jiwa!” Kento tersenyum juga.
***
Fuma menggandeng Kento dengan perasaan yang benar-benar bahagia. Kalau bisa, jarak stasiun dengan rumah Kento harus diperjauh agar moment indah seperti ini bertahan lebih lama. tapi bisa-bisa kakak-kakak Kento memukulinya hingga sekarat jika berani memindahkan rumah tanpa izin.
Kento yang digandeng juga tersenyum. Kakinya mengayun dengan ringan. Sepertinya saran Kame untuk memiliki pacar sangat ampuh untuk menghilangkan ketakutannya pada sebuah hubungan.
Senyum Kento masih terus mengembang hingga matanya menangkap sosok sang adik yang tengah diseret oleh beberapa orang. Taiga masih jelas berseragam.
“Fuma, itu adikku!” Kento bergegas menarik Fuma berlari mengejar Taiga.
Fuma awalnya bingung, tapi kemudian matanya menyipit saat dilihatnya Taiga dibawa paksa oleh beberapa orang yang sepertinya orang suruhan. Fuma cukup mengenal Taiga karena Taiga adalah salah satu adik kelasnya yang sangat populer. Seisi sekolah mengenalnya bahkan berlomba-lomba menarik perhatian si cantik itu.
“Lepas!Lepas!!” Taiga yang meronta-ronta terlihat mulai lelah.
“Taiga!!!” Kento berteriak begitu mereka sudah dekat.
Empat dari enam orang yang berniat memasukkan Taiga ke sebuah mobil mengambil posisi menghadang Fuma dan Kento, sementara dua yang lain tetap pada posisi menahan Taiga agar tidak kabur.
“Apa yang kalian lakukan pada adikku?” Kento terlihat marah saat melihat seragam Taiga yang berantakan dan wajah ketakutan adiknya.
“Kami hanya melaksanakan tugas. Jadi daripada kami melukai makhluk cantik sepertimu, pulangah ke rumah dan tidur yang nyenyak!” Salah satu dari mereka menjawab asal.
Mata-mata itu menatap kento dari ujung kepala hingga ujung kaki. Beberapa bahkan meneguk air liurnya agar tidak menetes melihat tubuh molek di depannya.
“Bukkk!” Tanpa ampun Fuma memukul pipi laki-laki yang menjawab pertanyaan Kento. Darahnya mendidih melihat pacarnya dipandangi dengan tatapan lapar seperti itu.
“Lepaskan adik iparku dan hentikan pandangan menjijikkan kalian dari pacarku!!” Fuma terlihat begitu marah, menarik tangan Kento untuk berlindung d belakangnya.
Dan selanjutnya perkelahian terjadi. Cukup bagus untuk dijadikan adegan film action sebelum beberapa pejalan kaki melerai dan membuat orang-orang itu kabur, menyisakan satu orang yang digiring ke kantor polisi, termasuk Fuma, Kento dan Taiga.
Kame yang datang bersama ketiga kakak Kento yang lain, Kei-Daiki-Chii, langsung menghambur memeriksa kondisi kedua adik mereka. Kame yang pertama kali sadar pada keberadaan Fuma menanyakan keadaannya, sebelum berterimakasih karena melindungi adik-adiknya.
“Kento adalah tanggung jawabku karena dia calon istriku!” Salahkan lidahnya yang dengan bangga mengatakan itu hingga mendapat pukulan gratis dari kakak-kakak Kento.
***
Cukup sebulan dan Fuma menyingkirkan semua pesaingnya. Meskipun tetap saja ada yang mendekati atau sekedar menggoda Kento, tapi setidaknya orang-orang bodoh itu sekarang perlu berfikir beberapa kali untuk melakukan pendekatan secara terang-terangan pada Kento. Yah, setidaknya demi keselamatan mereka sendiri. Fuma yang mengamuk cukup merepotkan.
****
Yaaaa, sebenarnya ini adalah bagian dari ff blue party yang saya post di fb dimana maincastnya beda-beda tiap episode #berasa dorama tapi tetap berhubungan.