Orenji Twilight (1/15)

Jul 13, 2010 22:47

Tittle: Orenji Twilight
Author: ra_bgtz a.k.a. Ra
Genre: romance, friendship
Theme: non yaoi
Type: multichapter
Rating: pg-13
Chara: Arioka Daiki, Inoo Kei X Arioka Daiko (OC, saudara kembar Daiki)
Disclaimer: HSB members belong to JE, story and the OCs are mine,,,
A/N: bwt anak ljump yg prnh baca, kayakny udah gk asing dgn crita ini...X3


CHAPTER 1
From HATE to LOVE

.:Daiko’s POV:.

“KEI SIALAAAANNN!!!” teriakku sambil melempar sapu ke kepala besar lelaki itu.
“Aw! Ittai, Daiko-chan…” lelaki bernama Inoo Kei itu mengaduh sambil memegangi kepalanya. Yes, tepat sasaran!
“Kamu sih, gangguin orang lagi piket aja!!”
“Salah sendiri, gampang digangguin!”
“Kei nyebelin!!” kataku sambil mencubit tangannya sekuat mungkin.
“ITTE, ITTAI! Aw, dasar Macrocheira kaempferi*!”
“Apa?! Seenaknya ngejek! Aku bukan kepiting tauk!”
“Itu nyubit-nyubit gitu, kayak kepiting! AWAWAW!!!” aku semakin keras mencubit tangnnya.
“URUSAI!!! KALIAN BERDUA, JANGAN BERTENGKAR TERUS!!!” teriakan saudara kembarku, Daiki, membuat suasana menjadi tiba-tiba hening. Ups, gawat nih kalau dia sampai marah… Yabai….

Sore itu, adalah jadwal piketku dan Daiki. Namun tiba-tiba orang yang “tak kuharapkan keberadaannya” itu muncul di kelas. Katanya, dia ada janji dengan Daiki untuk pergi membeli manga sepulang sekolah.

“Daiko, kalau piket yang bener donk! Kamu juga, Kei! Daripada gangguin orang mending bantuin kita piket! Sapuin kelas gih! Aku mau ngambil air buat pel!” kata Daiki sambil melemparkan dua buah sapu ke arahku dan Kei. Kami pun langsung melaksanakan perintahnya, menyapu lantai kelas. Sementara kembaranku keluar kelas sambil membawa ember kosong.

Oh iya, sampai lupa memperkenalkan diri. Namaku Arioka Daiko, dan aku memiliki saudara kembar yang bernama Arioka Daiki. Meskipun umurnya lebih muda 4 menit daripadaku, sikapnya terkadang jauh lebih dewasa daripadaku. Dia lebih sering berperan sebagai kakak bagiku, begitu pula pendapat semua orang. Orang-orang sering membanding-bandingkan kami berdua, dan selalu saja Daiki yang menang. “He’s the real big brother”, itu kata mereka. Membuatku selalu iri padanya. Kini, kami berdua sama-sama duduk di kelas XI di Sakura Gakuen, di kelas yang sama, kelas XI A.

Sedangkan lelaki yang kulempari sapu itu bernama Inoo Kei, dia adalah sahabat Daiki yang duduk di samping bangkuku sejak awal kami menginjakkan kaki di kelas ini. Dia selalu bertengkar denganku sejak awal kami bertemu, bahkan hingga detik ini! Daiki, tentu saja, selalu menjadi penengah bagi kami yang sudah seperti kucing dan anjing ini.

Baru saja ditinggal sejenak oleh Daiki, kami sudah memulai “peperangan” kami kembali. Kali ini “perang sapu”!

“HENTIKAAANNN!!!” teriak Daiki, kembali menghentikan “peperangan” kami. “KEI, KELUAR KAU DARI KELAS!!! ARIOKA-SAN, PIKET YANG BENER!!!”

Kei pun langsung ngibrit meninggalkan kelas, sementara aku, glek, meneruskan tugas piketku bersama kembaranku tercinta yang moodnya memang sedang jelek sedari tadi gara-gara teman-teman yang lain meninggalkan tugas piket hari ini. Dan hal ini malah semakin diperkeruh oleh pertengkaranku dan Kei…. Daiki pun sudah memanggilku “Arioka-san“, itu pertanda bahwa dia sudah benar-benar marah….
“Dai-chan, gomen ne….”
Daiki, ehem, Dai-chan pun menatapku, bukan dengan marah, tapi justru dengan manja. “OK, aku maafkan. Asal kau harus menraktirku Pocky lima bungkus hari ini.” Lho?!

***

Di kebun belakang sekolah.

“Anoo, Daiko-chan, jadi apa jawabanmu?”
“Eh? Jawaban? Ehm…. Aku…. Eh, kok tiba-tiba gini sih?” ujarku pada Kei.
“Lho, memangnya kau baru tahu kalau Inoo Kei suka padamu?” tanyanya dengan heran.
“Abisnya… kamu nyebelin kayak gitu…”
“Ckckck… masak gak ngerti juga sih? Kalau aku gak ‘nyebelin’, kamu gak akan merhatiin aku dong…”
“Idih, justru kalo kamu nyebelin gitu, mana ada yang mau!”
“Masak sih? Bukannya Arioka Daiko juga punya perasaan yang sama pada Inoo Kei?” Kei menggodaiku sambil cengar-cengir. Maksa amat sih.
“Arioka Daiko punya perasaan yang sama padamu?!” tatapku tak percaya padanya. “Kayaknya mesti aku tanyain dulu deh sama si Arioka Daiko-nya!” jawabku mengikuti caranya yang malah menjadikan diri kami sendiri sebagai pihak ketiga dalam pembicaraan ini. “Ja…” kataku sambil berlalu.

“Lho, kok malah pergi? Daiko-chan! Hoi, kau kan belum menjawab pertanyaanku!” Kei memanggil-manggilku. Namun tak kugubris teriakannya. Biarlah… aku sendiri pun sebenarnya merasa sangat malu sejak pertama kalinya dia mengatakan perasaannya yang sebenarnya secara langsung padaku. Mungkin saat ini wajahku sudah sangat merah seperti buah tomat. Karena itulah aku memutuskan untuk meninggalkan makhluk bernama Inoo Kei itu. Bukan karena aku tak mau, bukan, tapi karena aku… malu.

“Gimana?” tiba-tiba seseorang bertanya padaku. Daiki. Dia ternyata menungguiku di dekat petak-petak tanaman mentimun di kebun sekolah.
Kuangkat bahuku tanda bingung.
Kami berdua pun jalan bersama. “Kau harus hati-hati lho, Otou-san bisa marah kalau tahu kau ‘ada apa-apa’ dengan Kei.”
“Iya, aku juga tahu kok,” timpalku muram. Jelas saja, Daiki mengingatkanku pada peraturan keluarga kami yang melarang kami pacaran sebelum lulus SMA. Inilah salah satu alasan yang membuatku tak pernah menyatakan perasaanku pada Kei. Kei pun tahu akan hal ini. Mungkin dia sudah sangat tak sabar menantiku, sehingga kemudian terang-terangan menyatakan cintanya langsung padaku.

“Anoo, Dai-chan…”
“Hm?”
“Menurutmu, apa sebaiknya aku dan Kei … hmmm…backstreet?”
“Kau serius?”
“Hmmm… mungkin.”
“Aku sih tak mau melarangmu, itu kan hakmu. Aku hanya sekadar mengingatkan saja….”
“Aku sendiri bingung, Dai-chan. Kau tahu sendiri kan, betapa aku sangat mencintainya.”
“Hahaha, cinta apaan?! Wong tiap hari kalian bertengkar terus!” katanya sambil tertawa.
Wajahku memerah.
“Dasar kalian berdua memang aneh. Si Kei juga, masak nembak orang tanpa ba-bi-bu gitu, gak ada romantis-romantisnya!”
“Kayak kamu pernah nembak orang aja! Justru itu romantisnya Kei!” kataku membela.
Dai-chan pun terdiam.

“Yuk ah, Tou-san sudah menjemput kita tuh!” kataku sambil menarik lengan adik kembarku. “Awas jangan bilang-bilang ya!” bisikku tepat sebelum kami memasuki mobil.
“Seperti biasa, Pocky…” gumamnya.
Mulutku pun berkedut. Dasar “Mbul”, aku jadi harus kembali berbagi jatah Pockyku bulan ini dengannya. Sebal.

***

Malamnya, aku mengirimkan email pada Kei.
“Hei, Kepala Besar! Barusan aku baru bertanya pada Arioka Daiko-chan ttg ‘jawabannya. Katanya, ‘Katakan pada Inoo Kei, bahwa aku pun sangat mencintainya!’”

Dia pun membalas.
“Sungguh?! Lalu bagaimana dengan peraturan keluarganya?!”

“Ehem. Dia bertanya, ‘Apakah Inoo Kei tidak keberatan dengan hubungan secara backstreet?’’’

“Kata Inoo Kei, ‘Tentu saja tidak. Asalkan sama-sama Daiko-chan, Inoo Kei takkan pernah keberatan!’ Oya, katakan padanya, AKU SAYANG DIA SELALU! :-)”

Apa sih, Kei… Arioka Daiko kan aku… kubalas emailnya.
“Tolong katakan pada Inoo Kei, ‘Aku pun begitu cinta padamu!’Oyasumi, Kepala Besar!“

“Oyasumi, Kepiting!”
Hhe?! Sial. Dia kembali memanggilku kepiting. Ya sudahlah, kuanggap itu “panggilan sayang” darinya. Hihihi. Malam itu aku terkikik membaca email dari orang yang kini sudah menjadi “pacar”ku.

“Kepala Besar” dan “Kepiting”. Akankah kami begini selamanya?

***

*Macrocheira kaempferi: nama latin kepiting raksasa dari Jepang

genre: romance, theme: non-yaoi, rating: pg-13, type: multichapter, author: ra_bgtz, fandom: hey!say!jump, genre: friendship, pairing: inoo kei/oc

Previous post Next post
Up