[fanfic] Two Hurt

Dec 28, 2010 09:42


Title            : _Two Hurt_

Author       : kuro_sasori

Fandom     : Deluhi

Pairing       : AggyxLeda, JurixLeda

Genre         : Romance, Angst, AU

Disclaimer : This story absolutely is My Imagination.

Summary : Aku bisa gila bila melepasnya, bila kehilangannya. Tapi aku jadi gila karena bersamanya.

Warning    : MxM relationship, Yaoi, Smut, gaje XD



@ V42 @

“tadaima”

Pintu terbuka dan menunjukkan sesosok tubuh yang amat sangat ku kenal. Dia tersenyum manis padaku. Aku sangat menyukai senyuman itu. Apapun yang terjadi senyum itulah semangatku. Dialah hidupku. Sejak pertama bertemu, aku tau inilah takdirku.

“Okaeri” Aku balas tersenyum menyambutnya, membuka jalan dan mempersilahkannya masuk kedalam apato-ku.

Dengan langkah yang ceria, dia mengecup pipiku sebelum masuk. “sudah makan?” aku hanya mengangguk, duduk di sampingnya. “bagus deh. Malam ini, Juri sedang sibuk, jadi aku free …”

Tanganku berhenti mengacak rambutnya yang lembut, ada sedikit perasaan sakit yang menohok tepat di ulu hati. “jadi … karna itu kau kemari” Aku buru-buru tertawa garing sebelum dia menyadari kegetiran nada dalam ucapanku barusan, pahit bagiku “kita punya waktu bersama lebih lama dari biasanya. Mau main apa?”

Wajahnya kembali berubah ceria melihat kecerian palsuku. “ummm … main apa yang seru yah??? Aggy-kun mau main apa?” Tangannya meraih tanganku dari atas rambutnya, menautkan jari-jarinya dengan jari tanganku dan menggenggamnya erat. Dia selalu seperti ini saat bersamaku. Begitu manja. Begitu lembut. Begitu menyenangkan. Seandainya dia milikku seutuhnya …

“Aggy-kun?”

“kita ngobrol saja, sudah berapa lama kita tidak bertemu?” Aku meremas tangannya lembut, berusaha meyakinkan bahwa tangan itu akan selalu dapat kugenggam.

“3 hari. Dan aku sangat merindukanmu …” Senyumnya kembali terkembang. Benar-benar manis. Aku mengecup keningnya lembut.

“tapi kau bersama Juri bukan?” Aku tak bisa menghentikan kalimat sinis itu keluar dari mulutku. Aku tau tak seharusnya menyudutkannya seperti itu, tapi aku tak tahan. Aku tak tahan mendengar kebohongan yang keluar dari bibir mungil itu, bahwa dia merindukanku, bahwa dia menginginkanku. Itu salah. Tapi itu juga yang ku harapkan darinya.

“hai, demo, aku benar-benar merindukan mengobrol denganmu”

Aku hanya bisa tersenyum, apa lagi yang bisa kukatakan? “ummm … bagaimana harimu?” dia bertanya, bergerak mendekat. Aku mendesah pelan sebelum menariknya ke dalam pelukanku. Kuharap ini cukup untuk hatiku. Untuk mengisi kekosongan yang semakin lama terasa hampa.

@ V42 @

Luka yang sama.

Lagi-lagi aku menemukanmu bersamanya. Bersama orang yang menjadi kekasihnya. Juri, dialah yang memiliki Leda. Bukan aku. Aku selalu bertanya, kenapa bukan aku?

“Sujk-kun!”

Juri menarik Leda menghampiri mejaku, mendatangi Sujk yang sedari tadi bersamaku “wah, kebetulan kau ada disini …”

Sujk tersenyum lebar, “Hai, kalian sedang apa disini?”

Juri tertawa, “kami lagi merayakan hari jadi nih, sudah sebulan kami pacaran” Lengan Juri menarik Leda semakin erat di sampingnya, kedalam pelukannya, tampak bahagia. Dengan tiba-tiba, mengecup pipi Leda hingga cowok cantik itu bersemu malu. Aku menatap wajah Leda yang duduk tepat di hadapanku. Tahukah dia, betapa aku cemburu dengan hal itu?!

“temanmu, Sujk?” Juri menoleh ke arahku.

“Hai, aku Aggy.” sahutku pelan, tersenyum ramah. Aku mencoba terseyum selebar mungkin, lagi-lagi menggunakan topeng keceriaan yang begitu sempurna hingga tak ada yang sadar perasaanku sesungguhnya. Wajah yang sudah ku latih bertahun-tahun. “Wah, kalian tampak begitu bahagia …” Benar-benar sindiran yang keluar dari lubuk hatiku, meski terlihat aku hanya bercanda mengatakan hal itu. Meski begitu aku tetap berusaha tertawa, seakan semua itu tak ada artinya bagiku. Apa sih arti diriku? Bukan apa-apa.

Selama sebulan ini juga aku sudah memahami hal itu. Sebulan waktu yang cukup panjang untuk melukai hatiku, melubanginya seperti keju swiss, membuat nanah di setiap luka yang ku jahit dengan kebersamaanku dengannya.

“begitulah … yoroshiku ne, Aggy-kun. Ini Leda. Kekasihku”

Juri memperkenalkan Leda. Kau memang beruntung Juri. Benar-benar beruntung. Aku hanya mengangguk, tersenyum pahit menghindari pandangan tajam yang ditujukan Leda padaku.

Tenang saja, aku tak akan bicara macam-macam.

@ V42 @

“Aggy-kun …”

Perlahan Leda mengangkat kedua tangannya ke arahku. Lagi-lagi.

“Okaeri” aku menariknya semakin mendekat, mendekapnya dalam pelukanku. Terkadang hal ini cukup untuk mengobati rasa sakit yang dia berikan. Cukup lama aku hanya memeluknya erat. Dia milikku saat ini, hanya milikku. Meski hanya untuk saat ini. Boleh kah aku melupakan hal lain selain dirinya?

“Aggy-kun” bisikannya seakan mengendalikan pikiranku. Aku hampir lepas kendali.

Perlahan namun pasti, aku mengecup bibirnya lembut. Awalnya hanya kecupan ringan, namun lama kelamaan berubah menjadi pagutan-pagutan liar saat Leda mengijinkanku memasuki mulutnya. Lidahku mengecap seluruh bagian dalam mulutnya, merasakan kenikmatan yang tiada tara dari bibirnya. Bibirku melumat bibir bawahnya dan Leda membalas hal yang sama padaku. Tangannya menyusuri tubuhku, perlahan berusaha membuka baju yang kukenakan.

Aku langsung menahan kedua tangannya itu. Nafasku terengah saat menghentikan ciuman panas kami. Kutekan dahinya dengan dahiku, “Hentikan! Sebelum aku benar-benar tak bisa berhenti”

Mata itu menatapku, bibirnya yang memerah tersenyum menggoda. Leda memberikan kecupan ringan. “Kau memang tak boleh berhenti” bisiknya, mengalungkan kedua tangannya di leher, menarikku mendekat.

“tapi, bagaimana dengan kekasihmu?” Sebuah alasan yang selalu menahanku untuk menyentuhnya.

Leda menatapku kesal, “Lupakan! Saat ini aku hanya butuh kau”

Sistem kerja otakku langsung terhenti.

Leda menarikku semakin dekat, “Hanya kau dan aku, Aggy-kun …” Bibirnya langsung melumat bibirku yang tak melawan, membobol pertahananku. Tanganku menarik bajunya lepas, mendorong tubuhnya jatuh ke belakang. Jemariku tak henti bergerak menyusuri tubuhnya yang polos di bawahku. Sementara bibir kami terus saling melumat tanpa henti. Suara desahannya semakin membuatku lepas kendali.

“Aggy-kun … ah, umm, … ah”

Tangan itu meremas rambutku saat aku menunduk, tanganku membuka ke dua belah kakinya, membuka jalan menuju selangkangannya. Desahannya semakin menjadi saat aku meremas dirinya yang lain, memberikan kenikmatan. “Suck it, please …”

Aku menurut, mulai menjilat, mengulum dan menghisap dirinya kuat-kuat.

“Aaahh… ~ aaahh… mmm…~aaahh…~”

Desahan dan erangan Leda makin menambah perasaan nikmat yang kurasakan hingga semburan-semburan cairan putih yang berasal dari dalam miliknya membasahi seluruh wajahku. Leda mendesah kenikmatan saat orgasme pertamanya terjadi. Aku melumuri jariku dengan cairan kental itu, lalu mencoba memasuki Leda. Mencoba mempersiapkan dirinya sebelum aku masuk. Lagi-lagi Leda mendesah nikmat, merasakan jariku yang berada di dalamnya. Begitu mulai terasa longgar, ku tarik jemariku keluar. Aku meremas pelan milikku, lalu mencoba memasukannya kedalam tubuh Leda.

“Ahhh… pelan-pelaaann …”

Ku tahan gerakanku, membiarkan Leda merasa nyaman sebelum bergerak. Saat wajah leda terlihat rileks, dan aku mulai mempercepat gerakan pinggulku maju-mundur, cepat-lambat.

Desahan, rintihan, dan gumaman tercampur menjadi satu. Cengkeraman tangannya terasa sakit di kulitku, tapi tak sanggup mengalihkan perhatianku dari kenikmatan yang membuat tubuhku tegang. Kenikmatan itu semakin menjadi saat suatu aliran dari dalam tubuhku akhirnya keluar.

Ku ciumi wajah lelaki yang kucintai itu sebelum akhirnya terkapar di sampingnya.

@ V42 @

“Ahhhh … ummm”

Aku berdiri di depan pintu, tanganku membeku, hingga pintu mengayun menutup pelan. Aku hampir tak sanggup lagi berdiri. Apa yang telah ku lihat benar-benar telah menyakitkan hatiku. Suara desahan-desahan itu masih terdengar jelas dari pintu yang tertutup. Di balik pintu ini, orang yang paling kucintai tengah bercinta dengan kekasihnya. Padahal baru tadi pagi aku bersamanya.

Ternyata semudah itu dia melupakan percintaan kami.

Semudah itu dia menyakitiku. Hanya aku tersakiti sendiri.

Berusaha bertahan sekuat tenaga, ku langkahkan kakiku menjauh dari pintu itu.

Aku marah.

Aku kesal.

Aku muak dengan rasa sakit ini.

Aku benci dengan diriku sendiri yang hanya diam seperti boneka.

Sudah sejak lama aku tau, bahwa kau hanya menganggapku seperti itu, Leda.

Sejak dari aku mengakui perasaanku padamu. Sejak kau bilang kau menyukaiku meski faktanya kau memiliki Juri. Sejak kebersamaan kita di belakang hubunganmu dengan Juri. Aku hanya sebuah permainan bagimu kala kau bosan.

“aishiteru yo”

Kuucapkan kata-kata itu berulang kali, menyesapi setiap denyut jantung yang berdetak berat saat kata-kata itu terucap dari mulutku. Sakit. Perih.

Aku tau ini salahku. Tapi apa lagi yang harus ku lakukan? Aku ingin menghentikan rasa sakit ini. Ingin menjauh dan melupakan. Tapi itu tak bisa ku lakukan. Aku bisa gila bila melepasnya, bila kehilangannya. Tapi aku jadi gila karena bersamanya. Segala hal kulakukan untuknya. Berharap itu cukup. Tapi itu tak pernah cukup. Tak pernah.

Karna dia bukan milikku.

Aku sangat menyukai saat-saat Leda bersamaku. Tapi aku juga sangat membenci hal itu. Karna aku tau dengan jelas dia hanya mempermainkanku. Aku tau aku bukan orang yang dia cintai. Aku bukan siapa-siapa yang berarti untuk Leda. Sudah ada Juri disana, di hatinya. Meski aku berusaha keras untuk bertahan. Itu tak akan pernah cukup untuk membuatnya berpaling padaku. Tak pernah.

Dia mempermainkanku.

Dia menghancurkanku.

Dan aku tak bisa berhenti mencintainya. Tak bisa.

“ARGHHHHHHHHHHHHHhhh!!!!”

@ V42 @

From    : Leda@Deluhi.com

To        : Aggy@Deluhi.com

Sun, Sep 12th, 10:22 AM

Subject : ^^

[Aggy-kun, bisa kita bertemu?]

Mon, Sep 13th, 09:00 AM

Subject : ?

[Aggy-kun, kau sedang sibuk?]

Tue, Sep 14th, 01:50 PM

Subject : …

[Dimana kau?]

Wend, Sep 15th, 01:00 PM

Subject : …

[Kenapa kau tak pernah membalas e-mailku??]

……

Aku mendesah, menutup ponselku dan mengacuhkan email yang kuterima untuk kesekian kalinya dalam beberapa hari ini. Aku sudah memutuskan untuk menjauh. Aku akan melupakan. Itu yang terbaik yang bisa ku lakukan.

Tentu saja ini melukaiku. Aku tak pernah meninggalkannya, tak pernah menjauhinya tanpa alasan seperti ini. Ini menyakitkan. Tapi ku rasa dia tak akan terlalu peduli dengan hal ini.

Masih ada Juri di sampingmu, yang bisa menemanimu, Leda.

Sudah saatnya aku mundur, aku menyerah dengan semua ini. Sebelum semuanya terlambat dan menghancurkanku lebih dalam lagi.

@ V42 @

Aku terbangun dalam kegelapan total dalam kamarku, meraih ponsel yang terus bergetar di atas meja. Ada 4 pesan masuk dan 10 panggilan tak terjawab. Dari Leda. Tentu saja. Ku buka pesan terakhir …

From    : Leda@Deluhi.com

To        : Aggy@Deluhi.com

Sat, Sep 18th, 00:03 AM

Subject : …

[Kau membenciku? Apa aku salahku? Aku terluka kau mengacuhkanku …]

Aku mendesah, pikiranku semakin kacau.

Apa aku melukainya dengan menjauh seperti ini? Benarkah?!

Suara di belakang kepalaku melontarkan pembelaan. Leda sudah melukaiku lebih dulu. Dan ini adalah cara terbaik untuk melenyapkannya dari otakku, dari diriku, dari hatiku. Tapi … bukan salahnya, aku mencintainya. Bukan salahnya, aku jadi terluka karena tak memilikinya. Bukan salahnya hingga aku harus membalas untuk menyakitinya. Kepalaku semakin sakit memikirkan semua ini. Aku tak bisa mundur lagi. Maafkan aku Leda … gomennasai ne …

“kimi ni I miss you, tsutaetai hazuno kimochi ni uso wo tsuite, tsuyogaru futari wa kizutsuke ai nagara ai wo tashika meru …”

Ponselku berdering nyaring. Sebuah panggilan masuk membuyarkan pikiran kusut diotakku,  “moshi-moshi … Sujk?”

“Aggy! Onegaishimasu … Aku tak bisa menghubungi Juri. Aku tak tau lagi harus meminta bantuan siapa” Suara Sujk terdengar begitu cemas. “Leda mencoba bunuh diri”

“na, nani?” nafasku tercekat, jantungku seakan berhenti berdetak.

“aku butuh bantuanmu sekarang, Aggy.”

@ V42 @

Slang infuse terpasang di lengan pucat itu. Hanya bunyi titik-titik infuse ―yang mengalirkan bantuan untuk mempertahankan tubuh yang hampir sekarat itu― yang terdengar di ruangan ini. Kugenggam erat tangan putih itu dengan segenap hati, berusaha memberikan kehangatan. Aku tak tau apa yang terjadi, tapi yang bisa ku pahami dari penjelasan Sujk hanyalah Leda mencoba bunuh diri tanpa alasan yang jelas, karena Leda tak punya masalah apapun dengan Juri atau dengan orang lain.

Bangun, Leda …

Katakan padaku, apakah ini salahku karena mengacuhkanmu?

Apa sebenarnya arti diriku bagimu?

Tapi kenapa? Harusnya kau tak perlu seperti ini. Aku jelas tak jauh lebih berharga di banding Juri yang merupakan kekasihmu. Ini bukan karena aku, bukan?? Kau tak mungkin bunuh diri hanya karena aku. Itu tidak mungkin.

Jangan buat aku merasa bersalah karena menjauhimu, Leda…

“Leda!”

Pintu terbuka dan Juri berhambur masuk dengan wajah pucat berkeringat, penuh kecemasan. Sontak aku melepaskan genggaman tanganku pada tangan Leda, melangkah mundur menjauhi tempat tidur pasien. Juri langsung menggenggam tangan itu, mengusap wajah Leda. “kenapa kau seperti ini sayang?”

“Dia tak apa-apa Juri. Dia baik-baik saja. Untunglah luka sayatan itu tak sampai memotong putus nadi Leda” jelas Sujk yang entah sejak kapan ada di ruangan ini bersama kami. Juri hanya mengangguk, wajahnya masih tampak terluka meski ada raut kelegaan di sana. Perlahan Juri mengecup dahi Leda lembut.

Hatiku membatu.

Tanpa bicara, aku melangkah meninggalkan kamar itu. Leda lebih membutuhkan Juri saat ini. Bukan aku. Lagi-lagi bukan aku.

@ V42 @

“kau ingin bicara padaku?” Aku mencoba menggerakkan otot-otot di wajahku untuk tersenyum pada sosok pucat yang masih terbaring lemah didepanku. “ah ya, ini untukmu …” Kuulurkan sebuah buket bunga mawar putih pada Leda yang tersenyum manis.

“doumo arigatou” bisiknya lembut, menghirup wangi bunga itu.

Aku hanya berdiri diam, berusaha tidak mendekati tempat tidur pasiennya. Atau diriku akan kehilangan kendali bila menyentuhnya. Aku harus menjaga jarak.

“kenapa kau berdiri begitu jauh?” Matanya yang bulat menyipit tajam.

Aku menggeleng, “Nani mo nai. Kata Sujk, kau ingin bicara denganku” Aku masih bertahan untuk tidak menyentuhnya, untuk tidak bersikap kasar, untuk bersikap bahwa semua baik-baik saja. Meski dalam diriku tak pernah baik-baik saja. “kenapa kau mencoba bunuh diri?”

“kenapa kau menjauhiku?” Leda balas bertanya dengan nada tajam. Jadi ini karena aku?

Lagi-lagi aku menggeleng, tak mungkin karena aku. “karena memang sedari awal harus seperti itu. Kenapa kau mencoba bunuh diri?”

“Jelaskan padaku! Kalau tak seperti ini, kau mungkin tak mau menemuiku dan bicara denganku kan!?!”

Kau benar-benar egois.

Aku mendengus, amarah mulai menyisip dalam kata-kata yang terlontar dari mulutku, “Jangan bilang karena aku. Karena itu jelas tak mungkin. Bukankah kau hanya main-main denganku?”

Wajah cantiknya berkerut kesal, “Tidak! aku tak pernah mempermainkanmu. Kau yang mengacuhkanku!”

“Dengan semua yang kita lakukan dan yang kau lakukan dengan Juri, jelas kau lah yang mempermainkan perasaanku, Leda. Kalau kau memang tak mempermainkanku, kenapa kau melakukan semua itu denganku? Kenapa kau membuatku merasa seperti boneka yang kau peluk kalau kau bosan dengan yang lain?!” Aku hampir membentaknya.

“ak, aku … aku tak seperti itu. Bukankah sebelumnya aku sudah bilang kalau …”

Aku tersenyum tipis, memotong ucapannya, “itulah alasan aku menjauh, mengacuhkanmu. Terlalu sakit bila terus bersama. Mengertikah kau?”

Leda menatapku, matanya menunjukkan kesedihan, membuatku ingin memeluknya dan mengatakan bahwa dia tak bersalah, bahwa ini memang kesalahanku. Tapi aku masih berdiri menjauh, bertahan dari godaan itu. “Gomen, Aggy-kun … aku tau aku terlalu menyakitimu. Semua memang kesalahanku … Gomen”

“Kalau begitu, jangan mencoba melukai dirimu lagi hanya karena aku” bisikku pelan, berbalik “aku harus pergi”

“Tapi aku tak ingin kehilanganmu. Aku tak ingin kau menjauhiku” Suaranya terdengar sendu, dan aku menolak untuk menatapnya. “kumohon … jangan pergi dariku”

“sehingga kau bisa melukaiku lagi? Menghancurkan perasaanku lagi?” Ucapanku terdengar sangat kasar, “jangan membuatku membencimu, Leda. Ini yang terbaik bagi kita”

“Aku tak mau kehilangan seseorang yang berharga bagiku!”

Aku berbalik, menatap wajah yang kucintai dengan tulus itu tajam, seandainya aku bisa membenci wajah itu. Semua akan menjadi lebih mudah. “berharga?! Kalau begitu, bisakah kau putus dengan Juri?!” Sindiran itu terdengar asing dan menyakitkan bagi diriku sendiri. Aku sudah tau jawabannya.

Wajahnya terbelak kaget, menggeleng pelan “Aku … aku tak bisa melukai Juri, Aggy-kun. Dia sangat mencintaiku.”

“lalu bagaimana denganku?!” Kepalaku benar-benar sakit. Aku harus pergi sebelum semua pertahanan diriku hancur. “Sudahlah … aku tak mau bertengkar dengan orang sakit. Cepatlah sembuh. Sayonara” Kutinggalkan tempat itu, berharap dapat meninggalkan semua perasaanku bersamanya.

@ V42 @

Aku sudah mati.

Kupikir begitu.

Ku harap begitu.

Tapi aku masih ada disini. Masih bertahan dengan hati yang kosong.

Leda sudah keluar dari rumah sakit. Sudah seminggu lebih aku tak melihatnya, dari yang kudengar, dia masih bersama Juri. Dan Leda tak pernah mencariku. Aku tak tau apakah aku berharap dia mencariku dan menemuiku. Tapi ini yang terbaik bagi kami.

Lucu. Benar-benar lucu.

Aku selalu menamengi diri dengan kata-kata ‘itu yang terbaik bagi kami’. Tapi jauh dalam diriku, dalam hatiku, aku tau itu hanya sebuah kalimat omong kosong. Aku tak baik tanpanya. Bahkan aku semakin hancur tanpanya. Meski begitu, aku tetap bertahan. Biarlah cinta ini hanya ku miliki sendiri. Entah sampai kapan.

Mungkin nanti akan ada yang bisa menggantikan tempat Leda.

Mungkin juga tidak.

Aku tak tau.

@ V42 @ _End_

Previous post Next post
Up