CORAT CORET TENTANG RESERTIFIKASI APOTEKER 150 SKP

May 18, 2015 21:11

catatan: baru sadar ukuran tulisan dan jarak antarbarisnya blang-bonteng setelah di-preview, nanti yaa dibenerin, maaf kalo bacanya nanti rada gimana gitu ;) fixed ^^

edit: Atas saran teman, saya membuat short version tulisan ini, silakan lihat di sini
Tapi kalau mau baca versi curcol panjang yang ini juga boleh :D

Ini lagi rame di-share di timeline facebook saya. Ada pro-kontra, banyakan kontra-nya sih terkait hal ini, terkait SKP2an. Di sini aya mau sedikit berpendapat, serta mencoba membagikan informasi yang saya tahu terkait hal ini. Saya bukan pengurus IAI, tapi kebetulan saya punya teman pengurus IAI dan pernah ikut seminar tentang resertifikasi yang sedikit banyak memberikan sudut pandang lain tentang hal ini. Jika ada rekan yang lebih tahu dan ada kesalahan informasi di sini, tolong koreksi saya ya! :)

RESERTIFIKASI
Pertama, apa sih resertifikasi?
Resertifikasi itu adalah bagian dari proses perpanjangan kompetensi dalam hal ini kompetensi apoteker. Maksudnya? Kan sebelum lulus kita ujian kompetensi tu, dapet sertifikat kompetensi kan pas sumpah? Sertifikat itu berlaku selama 5 tahun. Sertifikat kompetensi adalah bagian dari persyaratan untuk mendapatkan Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA), yang juga berlaku selama 5 tahun.

STRA dan SIPA/ SIKA
Nah, STRA buat apa? STRA adalah bagian dari persyaratan untuk membuat surat izin bagi apoteker yang melaksanakan pekerjaan kefarmasiaan, yaitu Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) dan Surat Izin Kerja Apoteker (SIKA).
SIPA untuk apoteker yang bekerja sebagai Apoteker Pengelola Apotek (APA) atau Apoteker Pendamping (Aping) di apotek atau puskesmas atau rumah sakit (yang rumak sakit bener gak? SIPA atau SIKA?).
SIKA untuk apoteker yang bekerja sebagai Apoteker Penanggung Jawab (APJ) di sarana distribusi (PBF) atau Penangung Jawab Produksi/ Quality Control (QC)/ Quality Assurance di sarana produksi obat (dan sepertinya juga obat tradisional dan kosmetik).
Terus kalau saya PNS? saya dosen? saya bagian registrasi? saya marketing? dll? Ini setahu saya ya, meskipun untuk bekerja di bagian tersebut kita memakai kemampuan kita sebagai apoteker, tetapi itu tidak termasuk pekerjaan kefarmasian. Sehingga, tidak butuh SIPA/ SIKA, yang artinya tidak butuh STRA, yang artinya tidak butuh Sertifikat Kompetensi.

Oh, gak butuh ya? Oke sip, bye! Tunggu!! XD Yakin kerjanya akan itu-itu aja? Gak mau coba bidang lain? Kali aja nanti in sya Allah punya rezeki lebih dan mau mendirikan apotek. Sayang2 kalau nge-gaji orang buat jadi APA, mending kita sendiri APA-nya :)

Oke, kembali ke resertifikasi. Jadi singkatnya begini.
Resertifikasi → Perpanjangan Sertifikat Kompetensi → Perpanjangan STRA → Perpanjangan SIPA/ SIKA
Cara resertifikasi? Dengan mengumpulkan 150 Satuan Kredit Pembelajaran (SKP). Jadi:
Mengumpulkan 150 SKP → Resertifikasi → Perpanjangan Sertifikat Kompetensi → Perpanjangan STRA → Perpanjangan SIPA/ SIKA

Kalau ngomongin SKP pasti ingetnya seminar ya? 150 SKP? Anggaplah 1 seminar dengan 5 SKP harganya Rp. 300.000, artinya 150 : 5 = 30 seminar. Jadi 30 x Rp. 300.000 = Rp. 9.000.000! What?! Morotin banget ini!!
Sabar!! Nggak kayak gitu kok. 150 SKP itu tidak semua dari seminar.

RESERTIFIKASI 150 SKP
150 SKP yang harus kita kumpulkan terdiri dari 3 komponen:
1. SKP Praktik minimal 60, maksimal 75
2. SKP Pembelajaran minimal 60, maksimal 75
3. SKP Pengabdian minimal 7,5, maksimal 22,5

?? Bingung? XD Begini, sistemnya kayak UAN. Misal, UAN Matematika, B.Indonesia, dan B.Inggris, untuk lulus minimal harus 70. Tapi, jumlah ketiga mata pelajaran itu untuk lulus minimal 240. Jadi kan komposisinya bisa jadi begini, Matematika 70, B.Indonesia 90, dan B.Inggris 85. Jumlahnya 245, lulus kan? SKP pun hampir sama sistemnya. Kok ada maksimalnya? Kayak UAN aja, gak mungkin Matematika dapet 110 kan?

SKP PRAKTIK
Ini didapat dari praktik profesi di tempat kerja kita masing-masing.
Saya di apotek bisa dapat poin SKP dari melakukan praktik profesi saya selama minimal 2000 jam dalam 5 tahun. Saya juga bisa dapat SKP dari melakukan konseling dan menjadi pendamping minum obat pasien yang perlu perhatian khusus, misal pasien dengan penyakit degeneratif atau pasien geriatri.
Saya di PBF bisa dapat SKP dari bekerja di PBF saya, dengan bukti SIKA saya. Saya juga bisa dapat SKP dari melakukan penyimpanan yang baik dan benar atas obat yang memerlukan penyimpanan khusus seperti narkotika.
Saya di sarana produksi bisa dapat SKP dari melakukan validasi metode analisa atau uji stabilitas.
Saya akan upload detail-nya. Tapi, kayaknya file yang saya punya ini juga belum lengkap deh. Waktu seminar penjabaran kegiatan praktik-nya lebih banyak soalnya.
Terus buktinya apa ketika nanti kita mengajukan resertifikasi? Write what you do and do what you write! Inget zaman penelitian buat skripsi kan? :) Nah, ada form2 atau yang nantinya akan kita sebut borang yang harus diisi. Di file yg saya sertakan ini nanti ada contoh borang-nya. Mengisi-nya seperti apa? Itu yang masih jadi pe er buat saya :p In sya Allah kalau saya sudah mengerjakan pe er ini, saya akan share lagi.

SKP PEMBELAJARAN
Nah, ini dia tempatnya SKP seminar2. Dalam 5 tahun itu "hanya" 60-75 SKP kok yang kita perlukan. SKP pembelajaran bisa kita dapatkan dari mengikuti seminar. Tu kan, mesti ikut seminar >.< Mahal, jauh~ Nggak kok, katanya, dengan membuat semacam focus group discussion kita bisa dapat SKP. Seperti apa? Misal, di wilayah kita penyakit oleh virus yang menyerang mata lagi happening. Nah, kumpulin deh tu rekan2 sejawat yang mau belajar tentang terapi penyakit ini. Undang pembicara dokter mata kenalan kita. Ajukan SKP atas kegiatan ini ke IAI cabang terdekat. Pengajuannya seperti apa, itu juga masih jadi pe er buat saya ya, pe er buat kita :p Selain itu, katanya, dengan mengisi kuisioner di majalah Medisina atau CDK (Cermin Dunia Kedokteran?) juga bisa dapat poin SKP.

SKP PENGABDIAN
Ini bisa didapatkan dari mengikuti bakti sosial. Yang menarik, teman saya bilang, gak sebatas bakti sosial. Punya kan forum pengajian? atau forum arisan tetangga? forum arisan keluarga deh. Di sana sampaikan materi2 sederhana tentang obat, misal tentang DaGuSiBu, atau tentang membedakan obat/ kosmetik berizin edar atau tidak. Ajukan SKP atas kegiatan ini ke IAI cabang terdekat. Sekali lagi maaf, tata cara-nya masih jadi pe er ya. Boleh kali kalau ada pengurus IAI yang baca, nge-share tentang cara pengajuan SKP ini :)

Gimana? Mulai kebayang kan? Ribet ah kayaknya! Iya sih, kayaknya~ Tapi, belum nyoba dijalanin kan? Ayo dicoba dulu!! XD
Untuk catatan, total SKP yang dibutuhkan diharapkan tidak serta merta dikumpulkan dalam 1 tahun menjelang habis masa berlaku kompetensi. Namun, terdistribusi merata. Contoh, untuk SKP Pembelajaran, 60 : 5 = 12. Pake asumsi tadi kalau gak sempat buat focus group, sekitar Rp. 1.000.000 setahun. Untuk ilmu yang bermanfaat, kenapa nggak. Jangan pilih seminar dari SKP-nya ya, tapi dari materinya.

SKP buat apa?
Oh oke, terus buat apa dah ini SKP2an?! Buat apa? Ini pendapat saya lho. SKP Praktik menuntut kita untuk berpraktik sesuai profesi, diharapkan tidak ada apoteker yang tekab. SKP Pembelajaran menuntut kita untuk meng-update ilmu kita. SKP Pengabdian menuntut kita untuk aktif dalam lingkungan masyarakat, supaya profesi apoteker bisa lebih dikenal dan "terasa" oleh masyarakat. Dengan SKP Pembelajaran dan Pengabdian kita pasti akan bertemu dan berinteraksi dengan rekan sejawat apoteker yg lain, diharapkan kita saling mengenal, minimal tahu rekan sedaerahnya. Bonus deh, kali aja jadi ada yang ketemu jodoh atau ketemu calon mertua/ mantu :p

Banyak yang bilang, ngapain sih susah2 begini, apoteker itu kurang dihargai di dunia yang kejam ini. Oke, yuk kita mulai dari menghargai diri kita sendiri! Buat nilai tawar kita sebagai apoteker meningkat! XD

Kritik buat IAI :)
Namun, kritik pun perlu kita layangkan kepada IAI. Oke, ini dari saya. Sosialiasi yang kurang tentang ini yang saya rasa jadi penyebab utama pro-kontra yang terjadi. Kalau saja di kantor saya tidak ada pengurus IAI, mungkin saya masih masih skeptis dengan SKP2an ini. Beliau mau mendengarkan kan nyinyiran pendapat saya, dan memberikan sudut pandang lain dalam hal ini :) Teknologi informasi kan sudah maju, info di sosial media cepat menyebar. Juknis atau tutorial beserta penjelasan detail yang download-able atau website informatif atau semavam fanpage yang aktif, saya rasa sedikit dari banyak cara lain yang bisa disediakan sebagai sarana informasi. Paling nggak, blog seperti yang coba saya tulis ini atau share di timeline facebook mungkin? Saya nulis ini sepulang kerja, hanya beberapa jam, agak lama karena sembari melakukan yang lain :p Kan ada seminar tentang ini, mungkin ada dalih begitu dari IAI. Akan tetapi, tolong kita jangan menutup mata, ada rekan2 yang tidak bisa ikut seminar karena kendala kesibukan atau lokasi yang kurang terjangkau. Atau karena sudah keburu skeptis. Yuk, coba rangkul rekan2 kita, jangan mengharapkan kita semua bisa langsung aktif mencari. Saya anggota IAI suatu Kabupaten, sebut saja B, tetapi pekerjaan utama saya di sebuah Kota T. Jadi teman saya ini pengurus IAI Kota T. Saya iri melihat pengurus IAI di Kota T mulai aktif mengumpulkan rekan2nya. Mereka berencana mengadakan seminar tuntas sampai pengisian borang di Kota T. Halo pengurus Kabupaten B! Dimana? Bahkan saya kehilangan kontak CP-nya. Sekretariatnya kalau masih di tempat itu pun jauh dari apotek dan rumah saya, dan cuma buka weekday. Aduh malah curhat, maaf :p
Satu lagi, menurut saya, sepertinya resretifikasi dengan 70 SKP hanya dari SKP Pembelajaran sampai Juni 2015 ini perlu ditinjau ulang. Kenapa tidak mulai menyertakan SKP Praktik?

Apakah saya (dianggap) gak kompeten?
Kembali ke beberapa paragraf sebelumnya. Jadi kalau gak perpanjang dan gak punya sertifikat kompetensi sebagai apoteker gimana? Saya gak kompeten? Saya yakin Anda kompeten di bidang Anda. Anda dosen? Saya yakin Anda dosen yang kompeten di bidang yang Anda ajar. Anda bagian registrasi? Saya yakin anda bagian restrasi yang kompeten di bidang registrasi. Anda marketing? Saya yakin Anda marketing yang kompeten di bidang marketing. Namun, Anda belum tentu kompeten di bidang pelayanan kefarmasian, distribusi, dan produksi, kan? Tiga bidang yang termasuk dalam pekerjaan kefarmasian.

Sekalian nih, ini saya perlu banget dikoreksi. Tolong. Let me know! Katanya, pekerjaan selain yang saya sebutkan termasuk dalam pekerjaan kefarmasian bisa dapat poin SKP. Benarkah? Saya belum menemukan penjelasan tentang ini. Mohon penjelasannya. Kalau benar, alhamdulillah :) Berarti rekan2 yang tidak di tiga bidang itu punya kesempatan yang sama, meskipun nantinya tidak atau belum membutuhkan sertifikat kompetensinya.

Nah, mungkin juga kritik lagi ni atau mungkin ini saran? Bagaimana untuk membedakan jenis-jenis sertifikat kompentensi? Soalnya agak gimana gitu kalau tidak di tiga bidang ini tidak perlu sertifikat kompetensi. Jadi ada kesan, oh, saya gak dianggap kompeten ya? :p

Alasan klasik dari semua pro-kontra penerapan suatu sistem baru, termasuk resertifikasi 150 SKP ini, adalah sistem ini masih baru, masih belum matang, wajar kurang sana sini. Yuk, kita sama2 matangkan! Buat IAI sekali lagi, sosialisasikan lebih lagi! Buat rekan yg lain, termasuk saya, yuk kita lebih aktif cari informasi! :D

Waduh, ini daripada kasih informasi kayaknya banyakan curcol hehe XD Saya minta maaf jika ada yang tersinggung atas apa yang saya tulis. Saya hanya ingin berbagi apa yang saya tahu dan apa pendapat saya. Saya mohon koreksi jika ada penjelasan yang kurang atau salah.
Di bawah ini saya sertakan link download penjelasan resertifikasi yang saya dapatkan dari berbagai sumber. Jika ada yang keberatan, sampaikan, saya akan copot link-nya. Kredit paling utama dari informasi yang saya sampaikan adalah Talkshow Resertifikasi 150 SKP di Omni Hospital, 11 April 2015, dengan pembicara Drs. Sugiyartono, MS, Apt.

Terima kasih sudah menyempatkan mebaca. Semoga bermanfaat :)

dowload versi ppt dan borang di sini
download versi lengkap di sini

p.s. feel free to ask! In sya Allah kalau saya bisa jawab, saya jawab :) and feel free to correct me!
oia itu kalau mau komen, klik di "give rainbow" bisa login pake akun facebook atau twitter kok

apoteker, my story, bahasa

Previous post Next post
Up