Title : Makes You Happy
Author :
mochiuchi Pairing : Takaki x Yamada
Rating : PG
Genre : Fluff/Romance
Disclaimer : Sadly, I don't have any of HSJ boys :'(
A/N : epic fail! DX DX Entah kenapa bikin fluff itu kadang lebih susah dari bikin angst :(
~~~
Langit berwarna biru cerah, dihiasi sedikit awan yang menggumpal bulat seperti kapas putih. Hari yang cukup cerah di awal musim semi bulan April itu.
Tapi tidak cukup cerah untuk seorang pemuda berambut coklat bernama Takaki Yuya. Hampir 2 jam menempuh perjalanan udara dari Osaka ke Tokyo bukanlah hal yang mudah untuknya, apalagi kali ini ia akan benar-benar tinggal di Tokyo.
Salahkan orangtuanya. Takaki Yuya sebenarnya tak mau begitu saja menuruti kemauan orangtuanya untuk pindah ke Tokyo, tapi lagi-lagi, Yuya tak bisa menolak.
Yuya mendesah pelan, tangannya menutup pintu bagasi dengan sedikit terlalu keras, membuat dua orang di depannya menoleh kearahnya.
“Aku tidak sengaja...” Yuya tersenyum kecil, memandangi wajah kedua orangtuanya dengan wajah yang dibuat sepolos mungkin.
Orangtuanya tidak merespon, entah karena letih atau apa. Yuya memandangi sekali lagi rumah yang berdiri di depannya itu, besar... memang lebih besar dari rumah mereka di Osaka... tapi tetap saja...
“Ayo masuk...” Ayahnya berkata dengan nada senang. Bagaimanapun, kepindahan mereka ke Tokyo memang karena Ayahnya yang ditugaskan bekerja di ibukota Jepang ini.
Ibunya menyalakan lampu besar yang tergantung tepat diatas ruang tengah, membuat isi rumah itu terlihat dengan jelas.
Desainnya minimalis, cat warna putih dan hitam mendominasi hampir seluruh dinding di rumah itu. Ruang tengah rumah itu diisi dengan satu set sofa berwarna putih, karpet berwarna coklat muda, meja kaca yang sesuai dengan warna sofa, dan sebuah tv flat besar. Cukup mewah bagi seorang Takaki Yuya.
“Bagus kan? Ayah mendapatkan rekomendasi rumah ini dari teman sekantor Ayah,” Ayahnya tersenyum lebar sembari meletakkan koper berat di tangannya dengan hati-hati.
Yuya hanya mengangguk sambil tertawa.
‘Yeah, setidaknya kali ini Ayah memilih sesuatu yang benar dimataku...’
=~=~=~ =~
KRIIINGGGGGGG
Yuya membuka matanya perlahan. Mengerjap-ngerjapkan matanya perlahan, mencoba merasakan udara dan suasana kamar barunya yang belum terlalu familiar.
Dan kini orangtuanya benar-benar membuatnya sebal lagi. Dengan santainya tadi malam mereka memberitahu Yuya kalau ia harus masuk sekolah hari ini-dan tentu saja, di sekolah yang sudah ditentukan mereka.
“Akaba Gakuen itu sekolah khusus laki-laki yang sangat populer disini, Ibu dan Ayah ingin memberikanmu pendidikan yang terbaik, Yuya...” Yuya mengingat kalimat yang dikatakan Ibunya semalam.
Bangkit dari tidurnya, Yuya melirik ke arah meja belajarnya, setumpuk seragam sekolah yang sama sekali belum pernah dilihat Yuya tertumpuk dengan rapi diatasnya.
Mendengus kesal, Yuya mengambil seragam itu dan beberapa pakaian gantinya lalu bergegas ke kamar mandi.
45 menit kemudian, Yuya berdiri di depan rel stasiun kereta dengan wajah yang penuh dengan rasa kesal. Sesekali ia sangat ingin meremas kertas yang bertuliskan rute kereta dan alamat sekolahnya itu sampai hancur.
“Maaf, tapi Ayah tidak bisa mengantarmu ke sekolah barumu, Ayah harus berangkat pagi-pagi sekali ke kantor, kau bisa berangkat sendiri, kan?”
Yuya menelan kemarahannya bulat-bulat ketika perkataan Ayahnya tadi pagi kembali terngiang di pikirannya. Bukan karena Yuya tidak berani atau apa, tapi membayangkan dirinya berdiri sendirian di tengah kota Tokyo dengan wajah asli Osaka dan logat Kansai yang kental membuatnya merasa tidak percaya diri.
Tiba-tiba saja, orang-orang disekitarnya bergegas masuk berdesak-desakan kedalam kereta yang baru saja berhenti di depannya. Tak berpikir panjang, Yuya segera bergabung dengan kerumunan itu, berusaha masuk ke dalam kereta.
‘Aku serius, jika setiap hari aku harus berdesak-desakan seperti ini lebih baik aku tidak usah sekolah saja!’ Yuya berteriak dalam hati.
Seperti yang sudah ada dibayangannya, di dalam kereta tidak ada tempat duduk sama sekali untuknya-semuanya penuh. Mendesah kesal lagi, Yuya berdiri tak jauh dari pintu keluar, tangannya memegang pegangan di atap kereta.
Yuya memandangi orang-orang di sekelilingnya. Kebanyakan para pekerja kantoran lah yang memadati kereta ini, ditambah dengan para siswa yang berusaha mengejar waktu untuk sampai ke sekolah.
Mata Yuya menatap sesuatu yang menarik, seorang anak laki-laki, tak jauh dari tempatnya berdiri sekarang, sedang berdiri tanpa memegang pegangan di atap kereta seperti orang lainnya... wajahnya tampak serius membaca buku yang dipegang kedua tangannya-meskipun sesekali ia menoleh ke arah kanan atau kiri, seakan merasa terancam. Dan... dan anak itu memakai seragam yang sama dengan seragam yang sedang dipakai Yuya sekarang.
Yuya tersenyum. Setidaknya dia tidak akan menjadi seperti orang bodoh yang mencari-cari sekolahnya sendiri hanya dengan berbekal alamat yang ditulis pada secarik kertas kan?
20 menit waktu perjalanan itu hanya dilewati Yuya untuk memperhatikan anak yang berseragam sama dengannya itu.
Tubuh anak itu memang pendek-mungkin hanya mencapai dagu Yuya, rambutnya hitam kecoklatan, poninya dibuat menyamping... dan wajah anak itu... benar-benar cantik...
Yuya memandangi wajahnya sekali lagi, hidung yang cukup mancung, bibir kecil berwarna merah muda, dan pipi yang menggemaskan. Cute.
Refleks Yuya menelan ludahnya sendiri. Tiba-tiba saja ia memaklumi kalau anak itu begitu merasa paranoid terhadap orang-orang disekitarnya... dengan wajah seperti itu, tentu saja...
Suara berdecit kereta mengagetkan Yuya, pintu didekatnya terbuka dengan segera-lagi-lagi orang-orang mulai berkerumun dan mencoba keluar dengan berdesakan.
Yuya mencari-cari anak laki-laki tadi, lalu ia menemukan anak itu sedang berusaha keluar dari himpitan orang-orang yang lebih tinggi darinya.
Tanpa sadar Yuya menarik tangan pemuda itu, menariknya dari kerumunan orang-orang itu lalu melepaskannya setelah mereka berjalan cukup jauh dari orang-orang yang sibuk itu.
“Siapa kau??” tiba-tiba si pemuda yang ditariknya tadi berteriak, matanya memperlihatkan rasa panik yang besar.
Yuya menggeleng dengan cepat, dengan cemas ia melihat ke kiri dan ke kanan-beberapa orang memandanginya sambil berbisik.
“Aku tidak bermaksud apa-apa! Sungguh! Aku hanya membantumu keluar dari kerumunan itu!” jari telunjuk dan tengah Yuya membentuk huruf V.
Tangan dalam genggaman Yuya terlepas dengan tarikan paksa. Mata Yuya membulat ketika melihat pemuda itu bersiap untuk pergi dan meninggalkan dirinya.
“Hey! Tunggu aku!” Yuya berlari menyusul pemuda itu, lalu berjalan di sampingnya.
“Sebenarnya apa maumu?!” pemuda itu berkata dengan nada jengkel.
“Aku Takaki Yuya, murid baru di sekolahmu, dan aku benar-benar tidak tahu bagaimana bentuk sekolah baruku...” Yuya berkata sambil menunjuk seragamnya sendiri.
Pemuda itu memandanginya sekilas, lalu berjalan kembali. “Cepatlah, kalau tak cepat kita akan terlambat,” katanya singkat.
Yuya tersenyum, lalu mengikuti pemuda itu dari belakang. Tas coklat hitam besar terlihat menggantung di bahunya, langkah kakinya begitu terdengar rapi di telinga Yuya.
“Aku Takaki Yuya!” Yuya berkata dengan suara sedikit keras lalu berlari mendahului pemuda itu dan mengulurkan tangannya sendiri di hadapan pemuda itu.
Sepasang mata kecoklatan itu memandanginya ekspresi aneh, butuh beberapa detik sebelum uluran tangan Yuya itu diterima oleh pemilik mata indah itu.
“Yamada Ryosuke.”
Singkat. Tapi rasa hangat di tangan Yuya benar-benar nyaman dan begitu berbeda dari setiap tangan yang disentuhnya.
Kehangatan itu hilang ketika Ryosuke melepaskan tangannya. Langkah kaki Ryosuke terdengar jelas di telinga Yuya, dan dengan segera, pemuda itu mengikutinya.
To be continued