FIC: I Love You when I Know I Can't | Chapter Seven

Sep 15, 2010 20:06

Title: I Love You when I Know I Can’t
Author: Giselle
Length: Chapter (7/15+Epilog)
Genre: AU, Incest, Fluff, Angst, Romance
Rated: PG-15
Pairing: YunJae

Chapter 7:
Lounge di Jung Corp terlihat begitu sepi pagi itu. Hampir tidak ada orang yang sekedar duduk-duduk santai di sana. Kecuali, di tempat paling sudut, tempat yang mungkin tidak akan ada yang menyadarinya. Tapi, orang-orang pasti akan menyadarinya mereka. Tidak akan ada yang tidak menyadari mereka, kalau saja itu bukan sang direktur yang sedang duduk dengan seorang wanita cantik.

“Mm… Sudah lama kita tidak bertemu, Yunho-ssi.” sapa Ara yang tersenyum lembut dan memperhatikan Yunho yang hanya duduk dan menatap tehnya yang mengeluarkan kepulan uap panas.

”Panggil seperti biasa saja. Kita masih berteman kan?” tanya Yunho dan menatap mata Ara dan tersenyum tipis. ”Jangan terlalu resmi. Walau kita sekarang berstatus rekan bisnis, aku masih menganggapmu sebagai teman SMA-ku.”

Wanita itu terdiam selama beberapa detik dan mereka saling melihat satu sama lain. Yunho kembali tersenyum dan mengangkat cangkir tehnya dan mulai meminumnya. ”Aku cukup terkejut saat melihat kau datang ke Seoul. Tapi melihatmu membawa berkas-berkas itu, aku tidak kaget lagi. Aku mulai jarang ternyata memeriksa berita bisnis terbaru.” katanya dan memperhatikan Ara yang hanya duduk dan memandang keluar dari jendela kaca yang berada di sebelah mereka.

”Umm. Itu bukan keinginanku untuk meneruskan perusahaan itu.” gumamnya pelan dan memainkan tangannya. Yunho memperhatikan ekspresi sedih di sana. Dia tahu kalau Ara tidak pernah menginginkan memiliki perusahaan ayahnya. Ara mungkin akan memilih menjadi seorang artis daripada seorang pengusaha. ”Aku masih menyimpan keinginanku untuk bermain di atas panggung.” sambungnya dan tersenyum pada Yunho. Senyum itu masih belum berubah. Masih senyum yang lembut dan selalu berhasil membuat semua orang terpikat. Tapi seperti biasa, sang Jung Yunho tidak pernah memikirkan itu senyum terindah yang pernah dia lihat.

”Aku harap kerja sama ini akan berhasil.” kata Yunho dan tersenyum pada Ara yang tahu-tahu sudah berdiri, tanda kalau pembicaraan santai ini harus berhenti sekarang. ”Aku tidak tahu kalau kau begitu tergesa-gesa ingin segera melakukan pekerjaan ini.”

”Tidak begitu. Hanya saja aku sedikit terganggu dengan kumpulan orang-orang diluar sana.” Yunho mengikuti arah mana yang dimaksud Ara, dan begitu terkejut saat melihat semua beberapa karyawannya berdiri di luar lounge dan mengintip. Termasuk Yoochun dan Changmin di sana.

”Urrgh! Aku akan menyelesaikan ini. Bisa menunggu sebentar?” Ara hanya tersenyum mengerti dan mengangguk, memperhatikan Yunho yang berjalan mendekati kumpulan orang-orang yang kaget karena melihat pemimpin mereka sudah mendekati mereka dengan ekspresi dinginnya dan mulai menceramahi mereka.

Ara hanya tersenyum dari sini, memperhatikan Yunho yang mulai berteriak dan memaksa semua orang untuk bubar dan kembali bekerja. Kecuali dua orang pria yang masih berdiri di dekatnya, dan mereka seperti sedang memaksa sang direktur. Ara memperhatikan setiap gerakan Yunho dan setiap langkahnya. ’Tidak ada yang berubah. Masih Jung Yunho yang aku kenal... Dan aku sukai.’ Pikirnya, dan menikmati sendiri pikiran itu. Tapi pikirannya mengambang saat melihat Yunho memanggil namanya dan memintanya mengikuti dirinya. Tanpa berpikir dua kali, Ara berjalan mendekati Yunho, dan mulai berjalan disampingnya, dan pembicaraan ringan mereka kembali dimulai. ’Aku harap kali ini dia mau membuka hatinya untukku.’
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
”Jung Yunho... Adalah seorang penipu... Jung Yunho... Adalah seorang brengksek… Jung Yunho… Adalah saudara paling buruk di dunia…” Jaejoong duduk di mejanya sambil bersenandung kecil, memainkan handphonenya dan tetap bersenandung lagi. Saat itu di kelas tidak ada orang sama sekali karena pelajaran olahraga. Jaejoong tidak pernah ikut, karena setelah mengikutinya yang dia tahu, dia akan berakhir di ruang kesehatan.

”Mmm... Aku membencimu. Kau orang paling tidak peka di dunia ini...” dia bersenandung lagi dan kali ini seperti hendak melempar handphone itu, tapi menghentikannya, lalu mulai bersenandung lagi.

“Well, tapi aku melihat hyungmu itu begitu baik. Kenapa kau membencinya?” dia berhenti begitu saja saat mendengar suara yang pelan dan lembut memotongnya. “Aku melihat dia menolongmu dari Tiffany-ssi kemarin.” Gadis itu berjalan mendekatinya dan duduk di bangku di depannya. “Aku..”

“Han Hyo Joo-ssi, kan?” potong Jaejoong cepat tanpa memutuskan untuk melihat gadis itu. Dia kenal siapa gadis ini. Korban dari Tiffany, tapi dia bebas setelah Jaejoong pindah ke sekolah ini. Dan sejak itu, HyoJoo merasa begitu bebas dan dia bisa berteman dengan semua teman satu kelasnya. Tapi dia sendiri merasa kasihan terhadap Jaejoong, dan tidak bisa memutuskan untuk menolong atau tidak.

”Kau tahu siapa namaku?” HyoJoo mengangkat alisnya kaget dan memperhatikan Jaejoong yang hanya mengangkat bahunya dan kembali bermain dengan handphonenya.

”Tentu saja. Kau selamat karena diriku, kan?” gadis itu megerti apa maksud nada suara Jaejoong. Mengejek secara halus dan berniat mengusir dirinya. Tapi dia tidak akan berhenti sampai di sini. Setidaknya Jaejoong mau berbicara sedikit pada dirinya. ”Kalau kau ingin berteman atau apapun itu, lebih baik menyerah saja. Aku sedang tidak tertarik menjalin suatu hubungan dengan seseorang sekarang.” dan tanpa basa-basi lagi, Jaejoong pergi meninggalkan gadis itu, pergi keluar dari kelas.

”Jung Yunho bodoh...” dia mulai bersenandung lagi, dan membiarkan langkah kakinya membawanya kemanapun itu. ”Tahukah dirimu kalau adikmu sekarang sedang membutuhkan dirimu? Tahukah dirimu kalau adikmu sekarang sedang ingin menangis? Tahukah dirimu kalau adikmu sekarang merasa begitu benci dengan dunia ini? Tahukah dirimu kalau adikmu sekarang begitu benci dengan rasa kasihan orang-orang ini? Tahukah kau, hyung....” senandungnya berubah menjadi isakan pelan. Terlalu pelan untuk di dengar orang lain, tapi terlalu menyedihkan untuk diabaikan oleh orang yang melihatnya.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
Yunho merasakan perasaan sakit dan sedih menyelimutinya selama beberapa saat. Matanya dengan cepat menjelajah seluruh ruangan kantornya. ’Tidak ada yang terjadi. Tapi kenapa aku merasa begitu sedih sekarang?’ pikirnya dan berusaha mengabaikan perasaan takut itu. Tapi tidak ada yang terjadi, dia tetap merasa begitu tidak nyaman dan seolah-olah ingin pergi mencari seseorang.

”Yun-ah... Kau tidak apa-apa?” matanya berputar cepat menuju kearah Ara yang berdiri di sebelahnya dan memegang sebuah map. Wajah wanita itu begitu khawatir saat melihat ekspresi gugup Yunho disana. Dia tidak pernah melihat ekspresi itu sebelumnya. ”Apakah kau tidak enak badan? Kalau kau mau, kita bisa menghentikan pekerjaan ini sekarang...”

”Tidak, tidak... Aku tidak apa. Lebih baik kita lanjutkan saja sekarang.” jawab Yunho sambil berusaha tersenyum dan kembali fokus membaca berkas-berkas di tangannya. “Bisa kita lanjutkan?”

“Tentu saja.” Mereka kembali bekerja dan sesekali tawa kecil terdengar di sana. Mungkin Ara menikmati pekerjaan ini. Tapi tidak dengan Yunho. Pikirannya masih mengarah pada perasaan merinding yang tiba-tiba saja menghinggapinya. Mungkinkah ada hal buruk yang terjadi? ”Oh, ya. Aku penasaran. Bukankah Jaejoong setahun yang lalu pindah ke Seoul?”

Jaejoong. ’Benar dia!!’ dia tersontak mendengar nama adiknya. Kekhawatirannya terasa begitu dalam dan kekhawatiran itu berasal dari Jaejoong. ‘Apa ada sesuatu yang buruk terjadi padanya?’ Yunho melihat jam tangannya, menyadari kalau Jaejoong masih belum pulang dari sekolah. Jadi apa yang terjadi pada adiknya itu? Kenapa dia bisa begitu khawatir?

”Aku sangat terkejut saat mendengar dia pindah. Tapi aku akan menganggap itu hal yang wajar kalau selama ini dia sering diganggu di sekolahnya.” desah Ara dan tetap membaca sebuah berkas ditangannya. Tanpa Ara sadari, tubuh Yunho membeku di tempat duduknya. ”Mungkin dia pindah ke Seoul untuk mencari kondisi yang lebih baik bagi...”

”Darimana kau mengetahui hal itu?” sontak Yunho berdiri dan menarik tangan Ara, membuat wanita itu terlonjak kaget. Yunho menatapnya dengan mata dingin, dia tahu mata itu tidak pernah ditujukan pada dirinya, tapi kali ini dia ketakutan karena mata itu jelas-jelas menghujamnya dengan begitu keras. ”Sejak kapan kau mengetahuinya?” bahkan suara dingin itu tidak akan bisa dia abaikan. Hanya kepada beberapa orang suara dingin itu akan dia keluarkan, tapi untuk Ara, ini kali pertama dia mendengarnya.

”A...Aku...” jawabnya tergagap dan ketakutan, Yunho masih mencengkram tangannya dan tidak mengubah ekspresinya. ”...temanku, mengajar di sekolah Jaejoong-ssi... Dan... semua orang tahu, kalau dia selalu diganggu di sekolahnya...” Ara menunggu rekasi Yunho selanjutnya. Perlahan wajah dingin itu mulai mengendur, dan ekspresinya lebih tenang, tapi tanda-tanda kesal masih ada di sana.

”Maaf, Ara-ah...” desahnya dan duduk di kursinya dengan begitu lemas. ”Aku... sedang begitu lelah sekarang. Bisakah kita menundanya besok?” erang Yunho, kali ini sambil menutup wajahnya dengan kedua tangannya. Wanita itu masih berdiri di sana, dan terlihat begitu bingung. Tapi akhirnya dia mengangguk, walaupun tahu Yunho tidak akan melihatnya. Dengan cepat tangannya mengumpulkan semua berkas-berkasnya, mengambil tasnya dan pergi. Yunho bisa mendengar derap langkah kaki sepatu high heels nya dan suara pintu yang tertutup.

”Kapan kau mau terbuka padaku, Jae...” gumam Yunho dan membuka matanya perlahan, menatap langit-langit ruangannya dengan tatapan kosong. ”Jadi hanya sebatas itu, Jae? Hanya sebatas itu kau menganggapku sebagai hyungmu? Rasanya begitu sia-sia aku mengkhawatirkanmu begitu dalam. Menceritakan semua masalahmu saja kau tidak mau.” desisnya pelan, dan kembali menutup matanya begitu kuat.

”Kalau begini, aku tidak akan bisa berhenti mencintaimu...”
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
”Mau pulang bareng?”

Jaejoong terganggu dengan pertanyaan itu. Dia bahkan tidak ingin melihat kearah kirinya, hanya untuk melihat siapa orang yang begitu berani mengganggu harinya. Akhirnya Jaejoong memutuskan untuk berjalan lebih cepat, mungkin gadis ini tidak akan bisa mengejarnya.

”Jaejoong-ssi... Bisakah kau memperlambat langkahmu?” pertanyaan konyol lagi, dan alhasil dia makin terganggu. ”Jaejo...”

”Berhenti menggangguku!!” jerit Jaejoong akhirnya saat mereka berhenti di halte bus yang sepi. Han HyoJoo masih tidak berhenti mengganggunya, dan dia tidak bisa mengatakan hal lain. Gadis ini begitu terganggu dan benar-benar gadis yang tidak peka. “Bisakah kau sekali saja berhenti berbicara, membiarkan aku pulang dengan tenang, dan menjauhlah dariku untuk beberapa saat!!”

“Kau terganggu denganku?” Tanya gadis itu lagi dengan wajah yang tiba-tiba saja berubah menjadi memelas.

“Sangat. Jadi berhenti membuatku harus berteriak padamu.” Desis Jaejoong dan menjauh dari HyoJoo yang berdiri begitu dekat dengannya.

“Umm… Baiklah.” Gadis itu menjawab dengan suara pelan dan sama-sama menjauh dari Jaejoong. ”Tapi...”

”Jangan mengajak aku berbicara.” kata Jaejoong dengan nada dingin tanpa melihat wajah HyoJoo.

Mereka terdiam selama beberapa saat, menunggu bus akan segera lewat. Tapi kelihatannya sedikit terlambat. ”Apakah itu mobil hyungmu?”

”Aku bilang berhen... Apa? Mobil hyung?” mata Jaejoong mengikuti arah tangan HyoJoo dan begitu terkejut saat melihat mobil sport yang tidak asing baginya perlahan berhenti tepat di depannya. “Bagaimana kau tahu?”

“Aku ingat pelat mobilnya.”

“Stalker.” Desis Jaejoong dan memperhatikan kaca mobil yang hitam dan gelap itu terbuka perlahan. Yunho duduk di sana dan memperhatikan Jaejoong yang pura-pura tidak memperhatikan dirinya.

“Masuklah, Jae…” kata Yunho saat tahu kalau Jaejoong bertingkah begitu kekanak-kanakkan dengan berpura-pura tidak melihatnya. “Aku mau membicarakan sesuatu denganmu.”

“Aku akan pulang dengan bus.” Jawabnya cepat dan masih tidak melihat wajah Yunho. “Hyung tidak perlu menjemputku.”

“Jangan bermain-main denganku sekarang, Jung Jaejoong! Masuk sebelum aku menyeretmu!!” Lagi-lagi suara dingin itu. Mata Jaejoong melebar mendengar suara itu dan otomatis melihat kearah Yunho. Mata dinginnya ada di sana, dan ekspresinya begitu tidak bersahabat. Hilang sudah rencana Jaejoong untuk mengabaikan Yunho. Dengan takut-takut, Jaejoong masuk ke dalam mobil itu dan memakai sabuk pengamannya. Dia berputar cepat kearah belakang, memperhatikan HyoJoo yang terlihat begitu bodoh karena tahu-tahu sudah melambaikan tangan padanya. “Kau harus menjelaskan sesuatu padaku.”

“Dan apa itu?” jawabnya dan berusah terdengar dingin dan tidak peduli ketika mobil perlahan bergerak meninggalkan halte bus. “Aku berpikir hyung yang perlu menjelaskan sesuatu padaku.”

“Kau…” desisnya perlahan saat mobil berhenti di sebuah lampu merah, tiba-tiba saja Yunho sudah membanting kuat setir mobil. “Bisakah kau menutup mulutmu! Aku tahu aku salah karena masalah kemarin! Tapi lupakan hal konyol itu! Biarkan kita sampai di rumah, dan kita akan selesaikan semua ini!” Jaejoong membeku di tempat duduknya. Sudah lama dia tidak melihat hyungnya seemosi ini, dan dia tidak tahu harus melakukan apa selain duduk tenang, dan menunggu sampai mereka sampai di gedung apartemen. ”Ayo keluar.” lebih terdengar seperti perintah dibandingkan sebuah permintaan.

Semua begitu diam ketika mereka sudah masuk ke dalam apartemen dan duduk dengan tenang di ruang keluarga. Yunho hanya duduk dan memperhatikan Jaejoong yang tidak tahu apa yang sedang terjadi dan hanya menundukkan kepala. Pikiran Yunho kembali di penuhi dengan cerita yang baru saja dia dengar. ’Selama ini aku orang paling tidak peka yang pernah ada.’ Desisnya pada dirinya sendiri dan perlahan bangkit dari tempat duduknya dan berdiri di dekat sofa tempat Jaejoong duduk.

”Berapa kali aku harus memohon padamu, Jae...” desah Yunho perlahan dan berdiri dengan lututnya, seraya menggapai tangan Jae yang berada dipahanya. ”Kenapa kau begitu takut untuk jujur padaku? Apakah sesulit itu untuk bersikap jujur, Jae?”

”Apa maksud, hyung?” gumam Jaejoong perlahan, mengangkat kepalanya dan menatap mata Yunho.

”Aku sudah mendengar dari Ara-ah.” Jaejoong mengangkat alisnya terkejut. Kenapa wanita itu tiba-tiba saja bisa... ”Dia datang ke Seoul untuk urusan bisnis.” kali ini Jaejoong mengerutkan keningnya dan mengerti alasan lain selain urusan bisnis. ’Dan juga urusan pernikahan’ pikirnya. ”Ara-ah mengatakan kalau kau selama di London selalu diganggu teman-temanmu di sekolah. Benarkah itu?”

Dan Jaejoong paling benci dengan seorang wanita yang mulutnya terlalu lebar, bahkan sangking lebarnya terlalu sulit untuk diminta tutup mulut. ”Benarkah itu, Jae? Kenapa kau tidak pernah mau jujur padaku? Apakah aku orang yang paling sulit untukmu mengatakan hal yang sebenarnya? Jae... Jawab aku...”

”Bukan hyung.” gumamnya pelan dan kembali menunduk. ”Aku bukan tidak jujur. Hanya aku merasa itu bukan hal penting yang harus dibicarakan. Lagipula....” kali ini Jaejoong mengangkat kepalanya dan tersenyum memaksa pada Yunho. ”Hyung tidak perlu terlalu peduli lagi padaku. Bukankah hyung sebentar lagi akan menikah? Lebih baik hyung memulangkan aku kembali ke London, sehingga hyung bisa bersenang-senang dengan siapapun calon istri hyung...” katanya dengan nada sinis dan begitu berani menatap mata Yunho yang melebar dan mentapanya tidak percaya.

”Jae! Apa maksud...”

”Selesaikan semua ini! Aku muak dengan semuanya!” desisnya sambil menyingkirkan tangan Yunho darinya. ”Anggap saja kalau hyung tidak pernah mendengar kalau aku selalu diganggu. Dan aku akan menganggap kalau aku tidak pernah melihat isi surat itu.” tangannya menunjuk ke arah kertas-kertas foto gadis-gadis yang akan dijodohkan pada Yunho. ”Selesai, dan kita tidak perlu mengganggu urusan satu sama lain.” Dan dengan kalimat itu, dia pergi meninggalkan Yunho yang berdiri terpaku di tempatnya berdiri. Suara pintu yang dibanting keras terdengar sampai ke tempat Yunho.

”Apalagi ini....” desah Yunho dan melempar dirinya ke arah sofa. “Perkelahian konyol ini…” desisnya perlahan. Sekarang apalagi yang akan terjadi? Bukankah ini semua hanya salah paham? Dia tidak akan mengatakan kalau Jaejoong benar, tapi dia sendiri juga salah. Kalau begitu siapa yang memulai semua ini? Dia atau Jaejoong? ”Aku akan lebih senang kalau ini bukan salah kami berdua...” dia kembali mendesah dan menutup matanya perlahan. Lupakan saja semua ini. Dia benar-benar harus mulai bersikap tenang dengan semua masalah ini.
~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~
”Hyung...” isak Jaejoong perlahan dan berusaha menggapai kaki Yunho yang berdiri tidak jauh darinya. Sambil berusaha bangkit berdiri dan berjalan, Jaejoong mendekati Yunho yang hanya menatapnya dingin.

”Apa yang mau kau lakukan?” desis Yunho saat merasakan sebuah tangan kecil menyentuh kakinya. ”Menjauh dariku! Kau hanya pengganggu di sini!” Yunho mendorong cepat tubuh kecil itu, membuat dirinya jatuh terjungkal ke karpet tebal di rumahnya, dan tangisan keras kembali terdengar. Lagi-lagi hanya ada mereka berdua di dalam rumah besar itu. ”Berhenti memanggilku dengan ’hyung’! Aku bukan hyungmu, dan bahkan aku tidak sudi dipanggil hyung olehmu!” Yunho pergi bagai angin lalu. Tangisan Jaejoong semakin keras. Matanya mulai sembab dan perasaan takut meliputinya.

’Keluarkan aku dari sini! Aku benci tempat ini! Aku tidak suka di sini! Hyung... hyung... Kau dimana? Yunho hyung...’

”HYUUUNNNGG...........!!!!” teriakan itu begitu keras. Matanya terbuka lebar dan keringat dingin mengalir deras di seluruh tubuhnya. Mimpi itu lagi. Mimpi yang lebih nyata dan benar-benar selalu berhasil membuatnya ketakutan.

”Sshh... Tenang Jae. Aku ada di sini. Jangan menangis, Jae... Tenang... Sshh...” suara lembut memenuhi kepalanya seketika. Tangan pelan dan lembut yang mengusap punggungnya membuatnya sadar bagaimana posisinya. Dia berada dipelukan orang yang paling ingin dia temui, tapi juga orang yang paling ingin dia hindari. Sebuah pelukan hangat melingkupinya dan itu berhasil membuat tangisannya berhenti dan hanya isakan yang terdengar.

”Kenapa kau masih ada disini?” isak Jaejoong perlahan, dan dengan tangannya yang lemah, dia mulai memukuli pungggung Yunho. ”Kau tidak berhak membuatku seperti ini...” entah kenapa tangisnya meledak lagi, dan pukulan itu semakin keras. ”Berhenti membuatku bergantung padamu! Berhenti membuatku harus terikat padamu!!” teriaknya dan kembali memukul Yunho makin kuat.

”Jae, Jae... Aku...” Yunho kesulitan memberikan penjelas pada Jaejoong, karena dia makin kuat menangis dan makin kuat memukul punggungnya.

”Aku tahu suatu saat kau akan pergi...” isaknya dan tidak berhenti memukul Yunho. ”Aku tahu suatu saat kau akan mengabaikan aku! Kalau begitu, lebih baik abaikan saja aku! Lupakan kehadiranku! Aku membencimu! Aku membencimu! Aku...”

Yunho tidak suka mendengar hal itu. Dia ingin membuat Jaejoong berhenti. Tapi bukan dengan cara ini. Itu hanya tindakan cepat yang terpikir dalam benaknya, dan tidak akan membuat Jaejoong terluka. Tapi dia tetap tahu kalau itu hal yang salah.

Bibir mereka bertemu dengan cepat dan begitu tiba-tiba. Berhasil membuat Jaejoong berhenti berteriak, berhenti memukulnya, bahkan berhenti bernapas. Matanya melebar. Napasnya tertahan. Yunho merasakan kekagetan pada diri Jaejoong. Termasuk dirinya. Kali ini setan apalagi yang masuk ke dalam dirinya. Mencium adiknya? Memang ini bukan kali pertama dia menciumnya. Tapi masalahnya, Jaejoong tidak sadar, dan kali ini dia melakukannya pada Jaejoong dalam keadaan sadar.

Perlahan bibir mereka berpisah dan mata mereka bertemu satu sama lain. Kegugupan terlihat di sana. Tangan Yunho perlahan melepaskan dirinya dari Jaejoong. Berdiri dari tempat tidur itu dan membeku di sana. Sama seperti Jaejoong. Mereka tidak mengerti apa yang terjadi sekarang.

”Selamat malam.” gumam Yunho perlahan sambil berjalan keluar kamar. Setelah pintu tertutup, dia memaki dirinya sendiri dan memukul wajahnya. ”Kenapa kau tidak bisa menahan dirimu!!” desisnya dan kali ini dia berselenjor lemas dan bersandar di pintu kamar Jaejoong. ”Apa yang akan dia pikirkan sekarang...” dia tidak tahu apa yang terjadi sekarang, dan baginya tinggal dengan Jaejoong selalu penuh dengan hari-hari yang tidak terduga.

Di sisi lain, Jaejoong masih duduk di tempat tidurnya, menyentuh bibirnya perlahan, menikmati sensasi yang terjadi dan berakhir di sana. Dia ingin bibir itu kembali di bibirnya. Tapi bukan hanya itu, dia mengharapkan lebih dari itu. ”Hyung... Apa maksudmu dengan ciuman ini?” gumamnya dan kembali menyentuh bibirnya. Salahkah kalau dia ingin bibir hyungnya kembali di sana? Salahkah dirinya kalau dia ingin bibir itu tidak hanya sekali menempel, tapi berulang-ulang? ”Aku pasti akan merindukan bibir itu.” Desahnya dan membaringkan kembali dirinya di tempat tidur.
*To Be Continue*
Previous post Next post
Up