Title: Welcome to Gay World
Characters: Lingga Wisanggeni & Warangka
Rating: M for language
A/N: Random Lingga & Wara short inspired by my co-author's recent manip pic and some youtube vids. wkwkwk. I actually love writing their interaction the most. Post-Penyatuan, non-spoiler. Cross-post from FB.
Kali pertama Wara memergoki Lingga memerhatikan laki-laki yang lewat di samping mereka, dia kira Lingga hanya refleks menengok. Bagaimana pun, meja mereka memang terletak di pojok kafe yang berbatasan dengan jalanan. Kadang Wara pun akan menengok ketika ada pejalan melintas di sisinya. Tetapi di kali kedua, Wara yakin itu bukan refleks.
"Shit, Lingga. Elo lagi checking out cowok?"
Tubuh besar Lingga sejenak terenyak ke belakang sebelum matanya mengerjap pongo pada Wara, mulut membulat tanpa mengeluarkan suara, kemudian kilasan ekspresi campuran jengah, jijik, dan panik melintas di wajahnya. Wara mengulum senyum tertarik.
"Enggak! Ngawur lo." Bantahan itu datang sedetik lebih lama--sedetik terlalu lama. Wara terbahak.
"Nggak usah disangkal, lah. Gue lihat pakai mata kepala gue sendiri, nih!" Wara menunjuk matanya sendiri dengan gaya berlebihan sebelum kembali tertawa. "Obvious banget lo ngeliatin bokong cowok. Dasar amatir."
Lingga berdecak risih. "Apa, sih? Gue cuma lihat orang lewat. Kayak elo enggak aja. Karena kita lagi duduk, wajarlah kalau mata gue jatuhnya ke daerah situ."
Berusaha keras menahan tawa, Wara berakhir mendengus keras melalui hidungnya, membuat beberapa orang yang ada di meja sekitar menoleh pada mereka. Lingga menoyor wajahnya.
"Wajar kok dipelototin sampai lama. Wajar, tuh, nengok sebentar pas mereka lewat, selesai. Bukan sampai kepala miring-miring begitu." Ketika Lingga melengos risih, Wara merentangkan tangannya dan berbisik, "Welcome to gay world."
"Dicium asbak udah pernah belum lo?" balas Lingga sewot.
Sambil masih terkekeh, Wara mengangkat tangannya. "Tapi serius, ngapain elo berusaha menyangkal, sih, Ngga? Sah aja lagi lihat laki-laki. Toh cuma, hmm, mengapresiasi."
Alis Lingga mengernyit, dan tubuhnya bergoyang tak nyaman. Wara sungguh tidak paham kenapa Lingga kelihatan begitu risih saat ketahuan. Toh Wara juga sering melakukannya secara terang-terangan di depan Lingga selama ini.
"Cowok yang tadi... mirip Yono..." gumam Lingga akhirnya. "Figurnya."
"Hmm. Jadi sekarang elo sudah mengembangkan selera cowok elo?"
"Buset. Selera apa?" Lingga kembali defensif. "Gue sudah punya pacar. Lagipula, memangnya begituan hasil dari, eh, 'pengembangan'?"
Wara mengangkat bahunya. "Sama saja seperti ke perempuan, kan? Elo punya tipe, punya selera, yang terbangun dari pengalaman saat puber. Serem banget kalau selera perempuan elo sudah ada dari zaman orok. Gue, misalnya. Gue baru sadar kalau gue selalu suka orang-orang androgin, baik perempuan maupun laki-laki. Elo tahu Eva, dia sehari-hari tomboy, tapi bisa jadi feminin di saat lain. Aga juga begitu."
"Aga bisa jadi feminin?" tanya Lingga horor.
"Oh, he can be quite a bitch," aku Wara tanpa tedeng aling-aling sebelum menyeringai pada Lingga. "Dan selera cowok elo akhirnya terbentuk di Yono, eh? Gue ingat pacar-pacar cewek elo pun sebelumnya cenderung.... tipis."
"Elo kira mantan-mantan gue buku, ada tipis-tebal," gerutu Lingga, tapi Wara bisa melihat dosen itu akhirnya menyadari kebenaran ucapannya. Semacam momen eureka. Kemudian ekspresi risih itu kembali. "Kenapa kita jadi gosip soal tipe cowok?"
"Karena elo baru mengembangkan tipe cowok favorit elo?"
"Gue cuma melihat mereka sebagai Yono," decak Lingga, "gue nggak merasa bisa mencintai laki-laki lain selain Yono. Dan nggak ingin mencoba."
Wara tersenyum simpatik. Sadar bahwa hubungan Lingga dengan Yono memiliki terlalu banyak masalah untuk bisa menjadikan hubungan mereka kurang-lebih stabil meski dalam persembunyian. Kadang dia sedih melihat dua orang terdekatnya itu bersikap seolah mereka bersama berkejaran dengan waktu, dan selalu waspada setiap saat dengan kemungkinan terburuk dari hubungan mereka. Dan, meski merasa bersalah, dia sedikit-banyak merasa beruntung bisa menikmati ide-ide masa depan bersama Aga. Tidak semua pasangan bisa mempunyai kesempatan seperti dirinya dan Aga. Sebagian besar tidak. Dulu Wara juga pernah menjadi bagian dari irisan yang besar tersebut. Karena itu dia bersyukur dan merasa bersalah sekaligus.
"Yah, intinya, melirik laki-laki harusnya bukan masalah, terutama karena elo tetap setia sama Yono," tandas Wara, kemudian tersenyum usil saat melihat mata sahabatnya mengikuti figur pemuda kurus yang berjalan di seberang dengan tatapan terpana, "And welcome to gay world."
Lingga kembali tersentak, lalu merutuk, "Damn it."