home

Mar 01, 2016 21:48




Hana terbangun pukul dua pagi untuk mendapati masih banyak ruang yang tersisa di tempat tidurnya.

Awalnya ia hanya memperhatikan sebentar jam weker yang ada di sisi tempat tidur baru kemudian memutuskan untuk kembali memejamkan mata. Akan tetapi, setelah beberapa menit membuka mata, Hana tidak bisa lagi kembali terlelap. Yang dilakukannya hanya menoleh ke samping, melihat bantal di sebelahnya yang masih tertumpuk rapi dengan suara jarum jam yang bergema pelan-entah memang itu suara jarum jam yang sesungguhnya atau sekadar suara yang ada di dalam benak Hana. Yang jelas ia tidak bisa kembali tidur. Hana hanya bisa menghela napas dalam-dalam, dan bangkit dari tempat tidur. Rambut yang memanjang dibiarkan tergerai, disibak pelan ke belakang ketika Hana mengenakan pakaian hangat dan keluar dari kamarnya-kamar mereka.

Tepat saat ia keluar dari kamar, Hana mendengar suara radio yang mengalun lembut, dan lampu salah satu ruangan yang masih menyala melalui celah pintu yang tidak ditutup rapat, itu ruang kerja Masahiro. Hana ingat dia sudah mematikan semua lampu sebelum beranjak ke tempat tidur pukul sebelas tadi, dan melihat lampu yang menyala membuatnya mengerti alasan mengapa tempat tidurnya terasa lebih besar daripada biasanya.

Ia mengintip dari pintu yang sedikit terbuka, memperhatikan Masahiro yang terduduk di kursi dengan satu tangan membawa sebuah kertas, dan tangan yang lainnya menopang dagu. Serius sekali, pikirnya. Hana rasa Masahiro akan menoleh ketika ia mendorong pintu atau memanggil nama, tetapi kenyataannya tidak usah sampai sejauh itu. Ia baru saja mendorong pintu-bersamaan dengan itu suara radio semakin terdengar jelas-tetapi lelaki itu tidak beranjak sama sekali. Saat Hana melangkah lebih dekat, mulai terlihat meja kerja yang lebih berantakkan daripada biasanya. Beberapa kertas dan map berserakan, dan pada pinggiran meja di dekat jam, ada cangkir kopi yang isinya masih setengah tetapi dengan uap yang sudah menghilang.

"Okaeri."

Hana hanya perlu merendahkan tubuh sedikit agar kedua lengannya bisa melingkar di leher Masahiro dari belakang. Bersamaan dengan sapaan halusnya tadi, dan lengan yang terlingkar, ia merasakan Masahiro sedikit tersentak, mungkin kaget. Hana mengulum senyum, meskipun dia tidak yakin Masahiro akan melihatnya. "Aku pikir kau sudah tidur, Hana?" Lelaki itu bertanya sambil meletakkan kertas yang sedari tadi dipegang, untuk setelahnya mengusap pipi Hana tanpa harus repot-repot untuk berbalik.

"Jadi kamu pulang tanpa membangunkanku?" Mungkin seperti kemarin, atau kemarin-kemarinnya lagi saat ia tidur sebelum lelaki itu pulang dan bangun tanpa sempat membuatkan sarapan. Dan itu yang membuat Hana merasa beruntung bisa terjaga sepagi ini. Sebenarnya, ia ingin memberikan protes, tetapi apa yang ingin diucapkan tertahan begitu saja seiring dengan jemari yang masih mengusap pipinya lembut.

"Karena kau tidur pulas sekali." Jawaban Masahiro membuat senyum yang tadi dikulum berganti dengan bibir yang sedikit tertarik ke bawah.

"Kata siapa aku tidur pulas?" Pelukannya sedikit dieratkan, dan Hana merasa ada tawa yang berderai pelan beriringan dengan lagu-lagu yang diputar dari radio malam ini.

"Karena aku tidak ada?" Ada kecupan pelan di pipinya yang menyusul kemudian setelah Masahiro kembali bertanya, dan Hana dengan cepat menjawab, "Karena kamu tidak ada."

"Gomenasai." Satu kalimat itu membuatnya refleks menggeleng. Ada banyak yang ingin dikatakan, maupun menuntut banyak hal, tetapi melihat meja kerja yang tadi pagi sempat dirapikan harus kembali penuh seperti ini membuatnya mengerti satu-dua hal yang ada di antara mereka berdua.

"Daijoubu-" Suaranya halus terdengar, karena Hana tahu apa yang harus dilakukan. "Ganbatte kudasai."

Previous post Next post
Up