Kyungwoo bersenandung pelan sambil memperhatikan bagaimana lampu neon di toko seberang sana menyala bergantian. Seharusnya dia tidak sendiri, ada Hael yang ada di belakang sana, berbincang dengan teman perempuan yang belum lama bertemu. Pada awalnya, mereka berjalan bersisian sepulang dari sekolah, dan kini bersama-sama pergi ke akademi. Kyungwoo tidak sadar Hael menghentikan langkah, dan hampir berteriak saat melihat seseorang yang kebetulan berjalan berlawanan arah dengan mereka. Kyungwoo sempat menyapa, membungkuk sambil tersenyum, sebelum dia mengambil susu stroberi yang ada di tangan Hael yang hampir tumpah (gadis itu semangat sekali, sampai lupa kalau sedang membawa kotak minuman), dan melangkah mundur, memberikan dua perempuan waktu untuk melepas rindu.
“Lama, ya?”
Hael datang tiba-tiba. Kyungwoo menoleh ke tempat dua perempuan tadi bertemu, dan kini, temannya Hael sudah tidak ada, mungkin pamit lebih dulu. Pemuda ini menggeleng pelan, tertawa kecil, kemudian menyodorkan kotak susu milik Hael yang isinya masih banyak-yang hampir tumpah tadi, kalau dia boleh menambahkan. Miliknya sendiri sudah hampir habis, tetapi Kyungwoo memutuskan untuk menghabiskannya nanti.
“Nggak juga,” jawabnya ringan, kini dia mengambil langkah pendek, melanjutkan perjalanan mereka yang sempat tertunda beberapa menit karena pertemuan yang tidak terduga tadi. Susu pisangnya ditangan kanan masih digenggam, dan Kyungwoo menoleh ke samping, memperhatikan Hael yang sudah berjalan di sisinya lagi. “Hael-ah.” Kyungwoo memanggil, dan gadis itu menoleh sambil mengigit sedotan yang digunakan untuk menyesap minuman.
“Ya?”
Kyungwoo menghabiskan susu pisangnya, baru kemudian mengangkat suara, “memang anak perempuan kalau bertemu selalu begitu?” Pemuda ini bertanya dengan hati-hati. “Maksudku, selalu dengan pelukan, kemudian cium di masing-masing pipi,” katanya lagi sambil memperlambat langkah untuk membuang kotak susu yang isinya sudah habis.
Gadis itu tertawa, dan Kyungwoo memperhatikan bagaimana cara Hael mengigit sedotannya sendiri. Mungkin heran, mungkin juga merasa gestur kecil seperti itu terlihat menarik bagi Kyungwoo, entahlah. “Memang kenapa?” Pertanyaannya tidak langsung dijawab, Hael mempertanyakan kembali kepada Kyungwoo. Sedangkan si pemuda, juga tidak dapat langsung menjawab. Kyungwoo mengarahkan pandangannya kembali pada jalanan di depan, satu tangan mengusap tengkuk, dan suara gumamannya terdengar, pemuda ini sedang berpikir.
“Nggak tahu juga,” jawabnya pelan. Kedua tangannya kini disimpan di saku celana, dan Kyungwoo masih melangkah dengan tempo sedang. “Maksudku, kalau kamu bisa mencium temanmu sendiri, kamu pasti juga bisa mencium pacarmu kan.”
Hening. Bukan karena Kyungwoo dan Hael tidak ingin bicara, tetapi untuk Kyungwoo sendiri, dia merasa yang dikatakannya baru saja bukanlah kalimat yang biasa dikatakan Yoon Kyungwoo. Entah apa yang dipikirkan Hael, tetapi yang muncul sedetik setelahnya adalah tawa pelan dari gadis itu. Kyungwoo mencuri pandang ke samping, memperhatikan bagaimana Hael tertawa dengan pipi, dan telinga yang memerah, terlihat begitu jelas di bawah lampu jalan yang mereka lewati baru saja.
“Tentu, tentu. Aku juga bisa beri Kyungwoo cium di pipi kok.”
Hael menunduk, kembali mengigit sedotannya, dan kini rambut panjang gadis itu menutupi sebagian wajah. Kyungwoo berdeham sekali, berusaha memecah hening, karena masing-masing dari mereka tidak kunjung mengisi konversasi. Gilirannya untuk menanggapi, sebetulnya, tetapi pemuda ini memilih untuk diam.
“Misalnya...” Kyungwoo membuka suara lagi, dan anak perempuan di sebelahnya mengangkat wajah, menoleh ke arahnya. Masih ada merah muda di sekitar pipi, tentu saja Kyungwoo tahu, karena dia sedari tadi memperhatikan. “...kalau di bibir, juga boleh?”
Ada langkah yang terhenti, Kyungwoo yang memulai, dan gadis itu menyusul. Jaraknya mereka tidak jauh, tetapi juga tidak sedekat sebelumnya. Diperhatikannya Hael memegang kotak susunya dengan salah, isinya hampir tumpah lagi. Pemuda ini kemudian tersenyum tipis, mengambil alih kotak susu yang isinya masih banyak itu dengan satu tangan, berusaha menyelamatkan minuman Hael sekali lagi. “Kalau kamu nggak jawab, berarti iya?” Atau mungkin, sebetulnya menyelamatkan kotak susu agar tidak tumpah hanyalah dalih dari Yoon Kyungwoo, karena gestur kecil tadi membuat jaraknya dengan gadis itu memendek.
Hening kembali. Sesuai perjanjian sepihak Yoon Kyungwoo, gadis itu tidak menjawab. Jadi dia cium Hael tepat di bibir, merasakan manis stroberi yang bercampur dengan harum susu yang menguar. Segalanya serba lembut, serba manis. Tidak sadar pemuda ini bahwa lututnya mulai melemas, tetapi Kyungwoo tahu dia tidak akan jatuh pingsan ke tanah begitu saja, karena satu tangannya menyibak rambut panjang Hael ke belakang telinga. Rasanya sedetik, dua detik tidaklah cukup, mungkin Kyungwoo harus menghitung sampai sepuluh.
Atau lebih, ah. Tidak tahu.