Judul : Let me stay by your side
Penulis :
RITCHUUKIPairing : Alan x Eric
Rating : PG (for start)
Genre : Romance, BL, Angst
Language : Indonesian
Summary :
Ijinkan aku disimu saat kau membutuhkanku... Bukankah kita bersama?
Disclaimer : Semua karakter adalah milik Yana Toboso sensei (tentunya)
-the Headquater 08.01 am-
“Wiliam-san, ohaiyou.”
“Ohaiyou.”
“Ronald-kun, ohayou.”
“Oaaamm… Ohay-eeeh? Alan-senpai kau sudah datang?”
“Hehehe, kenapa kau kaget begitu Ronald. Apa aneh aku datang?”
“Aa-bukan, bukan begitu. Hanya saja sehari tak bertemu Alan-senpai rasanya sudah lama sekali. Rasanya disini jadi sepi kalau tak ada Alan-senpai… Hehehe.”
“Kau ini pintar sekali merayu, lebih baik simpan saja semua itu pada saat kau kencan.”
“Oh iya, Senpai. Aku belum menceritakan padamu,” ujar Ron antusias sampai-sampai menarik kursinya sampai di depan meja Alan. “Kau tahu? Aku sudah berhasil berkencan dengan sekertaris bagian Administrasi Umum yang terkenal cantik itu. 2 hari yang lalu kami berkenalan saat Goukon (kencan buta) ne? Dan sepertinya dia tertarik padaku.”
“Kau tahu, Ron?” tanya Alan tenang. “Kau sudah menceritakan itu padaku 2 hari lalu.”
“Aaah, benarkah?” tanya Ron bingung. “Tapi pasti akubelum bercerita kalau pulang kerja nanti aku akan berkencan dengan dia. Kami akan mendengar konser.”
“Iya. Kalau begitu selamat bersenang-senang, Ron. Tapi sebelum pergi berkencan bukannya kau harus selesaikan dahulu pekerjaanmu hari ini? Lihat, Will memandngimu dari tadi.” Alan mengatakannya dengan separuh berbisik.
“Benarkah?” tanya Ron tanpa berani menengok kebelakang.
“Sayangnya benar.”
“Ya. Gawat. Aduh….”
Ronald Knox, kohai-nya itu lalu menarik kursinya dan duduk di mejany sendiri. Kali ini dia kemudian terlihat berkutat dengan berkas-berkas di mejanya yang harus diteliti sebelum mereka memulai rapat hari ini.
Ronald sangat santai, tapi masih bisa diandalkan bukan seperti salah satu seniornya yang sering telat atau bahkan tidak muncul, senior-nya yang paling tidak jelas-si Grell Sutcliff itu. Ron hanya character yang manja, dan begitu ‘muda’. Mungkin usianya baru belasan ketika ia meninggal dulu, pikir Alan. Berada di sekeliling Ronald membuat setiap pagi selalu ramai. Ia sering sekali bercerita tentang bagaimana kencan-kencannya pada Alan. Atau mengeluhkan Will yang selalu memarahinya. Atau Ron yang sering menyeretnya ikut segala jenis pertemuan sampai dengan Goukon yang selalu ia tolak. Tapi Ron tak pernah lupa mengajaknya.
Tapi saat dia sudah mulai berkencan dengan seseorang, kau akan bisa menghitung berapa lama Ron akan bersama orang itu. Jumlah harinya biasanya cukup kau hitung dengan jari yang ada di tanganmu. Benar. Sesingkat itu. Walaupun begitu, Ron cukup popular. Alan bahkan juga sudah mengganggap dia seperti adik sendiri. Karena entah Alan merasa pada kehidupan sebelumnya ia adalah anak tunggal, jadi ada orang seperti Ron yang bagaikan otouto-nya merupakan sesuatu yang menyenangkan bagi Alan.
“Ohayou”.
Dan satu lagi, si suara berat itu. Orang yang bisa menyenangkan hati Alan ketika bertemu.
Alan berbalik melihat pintu masuk yang didorong sampai membuka. Ada Eric disana yang membuka pintu dan memberi salam sambil lalu. Tapi ia lalu melihat Alan, dan pandanganya terhenti.
“Alan..” panggil Eric. Kemudian menghampiri meja Alan. Ia berdiri tepat di depan Alan. “Kau…” Eric bingung membuka percakapan. “Kau, sudah sehat? Syukurlah kalau kau sudah datang. Aku repot sekali selama kau tak ada. Bisa-bisa kalau kau tak datang lagi, Will pasti memasangkanku dengan Mr.Sutclif. Merepotkan,” ujar Eric. Sebenarnya bukan itu yang ingin dikatakannya. Tapi entah mengapa kata-kata itu yang keluar. Sebenarnya Eric lebih khawatir tentang kondisi Alan dari apapun juga. Tapi menanyakan segala sesuatunya sedatail mungkin juga tak mungkin. Alan akan terluka. Eric hapal sekali sifat Alan yang seperti itu.
“Eric-senpai!” panggil Alan lalu berdiri. “Maaf, aku membuat partnerku sendiri kerepotan!” ujar Alan. Lalu membungkuk dalam-dalam. “Maafkan aku!” ulang Alan serius.
“Hei, apa-apaan kau Alan? Sudahlah. Toh kemarin bukan hari yang sibuk, aku hanya mengumpulkan beberapa belas jiwa saja. Tanya saja pada Will kalau kau masih merasa sungkan. Kemarin sama sekali bukan hari yang layak kau khawatirkan seperti itu.”
“Ah.. ,” Alan kemudian mencoba berdiri tegak dan mencoba menatap wajah Eric. “Kalau begitu aku percaya, senpai. Tapi kalau aku sampai merepotkanmu, kumohon tegurlah aku. Ya?”
“Iya-iya.” Eric santai melangkah ke mejanya sendiri.
~*~Pagi ini Eric hanya tidur 2 jam. Itupun membuat Eric harus menyumpahi dirinya sendiri yang jatuh tertidur. Waktu 2 jam itu terasa sangat sia-sia bagi Eric. Harusnya setidaknya ia bisa mengumpulkan lima jiwa lagi jika ia tidak merasa begitu mengantuk dan kemudian memutuskan pulang.
Eric sadar ia harus bergegas. Setelah Alan tumbang saat mengumpulkan kemarin, ia sadar ia harus lebih cepat. Padahal masih banyak jiwa yang harus ia kumpulkan. 1000 jiwa itu tidaklah sedikit. Setidaknya tiap harinya ia harus mengumpulkan 50 jiwa agar bisa cepat terkumpul. Ia tidak tahu seberapa lama Alan bisa menunggunya.
Ia tidak tahu itu, karenanya ia selalu cemas.
Andai saja dia bisa membagi dirinya, dia ingin selalu mengawasi Alan sementara dirinya yang lain pergi mengumpulkan jiwa. Ia sangat mengkhawatirkan Alan. Saat mereka berada di kantor Shinigami setidaknya Eric bisa sedikit tenang jika ada banyak orang yang siap menolong Alan. Tapi jika terjadi kasus seperti kemarin, ‘serangan’ saat tugas lapangan pengumpulan jiwa… Eric tak yakin dirinya bisa banyak membantu Alan. Tapi paling tidak, Eric bersyukur Alan adalah partnernya. Ia bisa menjaga Alan dari apapun. Ya, walau kecuali dari Shi no Toge terkutuk itu.
Eric bersama Alan hari ini seharusnya, kalau Alan datang. Tapi Eric juga merasa lebih lega kalau Alan tak datang hari ini sama seperti kemarin-setidaknya Alan tak akan bertemu bahaya. Tapi itupun kalau Duri itu tak datang menyakirti Alan. Ia tak bisa membayangkan kalau Alan sendirian di flatnya dan Shi no Toge itu datang. Karena itu semalam seusai mengerjakan seluruh paper, ia langsung secepat mungkin pergi ke tempat Alan.
Hanya saja ada Will datang sehingga ia mengurungkan niatnya untuk bertemu Alan. Ia sudah cukup puas melihat Alan baik-baik saja di depan manshionnya.
Setelah itu ia langsung pergi mengumpulkan jiwa. Mungkin bukan disebut mengumpulkan lagi, tapi merenggut jiwa. Jiwa yang akan ia kumpulkan untuk ditukar dengan kesembuhan Alan.
Aku akan mengumpulkan 1000 jiwa, secepat mungkin untuk menyelamatkanmu Alan.
Malam itu ia mengumpulkan 63 jiwa. Masih-masih sangat jauh jiwa yang baru ia kumpulkan walau dengan beberapa hari tak tidur. Masih jauh, ia baru mengumpulkan setengahnya.
Masih jauh…
Ia memakai waktu tidurnya untuk mengumpulkan jiwa. Andai saja ia bisa tak mengerjakan tugasnya di Shinigami Dispatch Association dengan kata lain andai ia tak bertugas sebagai seorang Grim Reaper, tentunya ia tak perlu sedemikian nekat dan mati-matian. Kalau ia tak datang ke kantor, itu akan terlalu aneh. Selain itu datang ke kantor setidaknya sama saja dengan menjaga Alan. Karena itu ia tetap datang, dan menyembunyikan dirinya yang diam-diam mengumpulkan jiwa-jiwa yang murni. Ia mengorbankan apapun, apapun yang tersisa dari dirinya untuk Alan.
Selain dua belas jam bertugas sebagai Shinigami, paling tidak delapan jam waktunya ia gunakan untuk mengambil jiwa sembunyi-sembunyi. Dan dua jam sisa waktunya ia gunakan untuk mandi ataupun beristirahat sebentar. Tidak, biasanya sisa waktunya itu ia gunakan untuk diam-diam menengok Alan. Semua itu sudah berlangsung beberap minggu. Tapi Eric tak boleh berhenti saat ini, ia tidak bisa berhenti.
Aku tak mengijinkan diriku berhenti. Aku tak bisa membiarkanmu, aku tak tahu apa aku bisa menolongmu tapi biarkan aku mencobanya.
Eric paham benar dirinya akan dibenci oleh Alan jika sampai Alan tahu.
Tak apa. Tak masalah bila nanti kau membenciku,karena aku sudah terlanjur mengotori tanganku. Setidaknya kau masih hidup untuk membenciku. Benar, itu tak akan masalah. Aku rela kau membeciku asalkan kau terus hidup.
“Kore ga ore no yuujyo…”
Karena ini rasa persahabatanku. Shinigami lain mungkin tak perduli tentangmu yang terkena ‘Shi no Toge'… Tapi aku perduli.
Padahal semuanya asalnya baik-baik saja.
Tapi tak kusangka, Alan bisa terkena ‘Thorn of the Dead’. Untung saja aku cepat menyadarinya. Karena waktu itu aku mekihat gurtan hitam panjang di lengan Alan. Aku kaget, walaupun aku menayakannya pada Alan ia tetap diam saja. Ia tak mau mengatakan apapun padaku. Sampai sekarangpun ia tetap tak mengatakan apapun padaku.
Benarkah Alan menganggapku sebagai partnernya?
Bukankah kau orangyang mengajarkan arti nama bunga Erica padaku? Saat kau katakan ‘Hito wa dare demo hitori… Siapapun sendirian, begitu ia lahir lalu seluruh hidupnya sampai ia mati…’
Entah mengapa aku yang tak pernah sadar tentang hal itu, jadi begitu ingin menemanimu. Aku ingin membuktikan padamu bahwa orang tak selamanya sendiri.
Karena aku tahu kesendirian itu seperti apa. Sama seperti yang kau katakan, sendirian itu kesepian. Aku telah lama hidup sendirian. Telah lama hidup kesepian. Sebagai Shinigami aku juga sudah banyak melihat kehidupan. Kehidupan-kehidupan yang indah.. bahkan kehidupan yang nyaris tak berharga aku pernah melihatnya.
Aku hanya ingin menjagamu, karena dengan begitu aku merasa bisa bahagia berada didekatmu. Aku hanya ingin dibutuhkan olehmu. Karena, saat kau membutuhkanku aku merasa hidup. Aku baru menyadari ini.
Karena itu kau begitu berharga, Alan. Tapi kenapa kau terkena Duri itu…
Aku tak tahan saat kau membicarakan kematian…
Padahal dari semua kehidupan yang pernah kulihat. Kehidupanmu adalah bentuk yang paling indah...
Dan aku tak akan membiarkan kehidupan itu lenyap dengan sia-sia.
Pagi ini walaupun masih merasa letih, Eric datang ke Shinigami Headquater tepat waktu. Setelah mengganti baju ia segera bergegas menuju kantor. Deathschyte-nya pun telah Ia bersihkan. Sama sekali tak ada bekas ia telah melakukan kejahatan. Ia lalu bertemu Alan di sana.
“Alan..” panggilku yang menghampiri meja Alan. Aku berdiri dihadapannya tepat. Entah rasa syukur apa yang membuatku sangat lega sampai-sampai ingin memeluknya. Tapi aku berhenti. “Kau…” aku membuka percakapan. “Kau, sudah sehat? Syukurlah kalau kau sudah datang. Aku repot sekali selama kau tak ada. Bisa-bisa kalau kau tak datang lagi, Will pasti memasangkanku dengan Mr.Sutcliff. Merepotkan,” ujarku. Entah mengapa kata-kata itu yang keluar. Eric tak ingin ekspresinya terlihat tidak wajar. Sebenarnya Eric lebih khawatir tentang kondisi Alan dari apapun juga. Tapi menanyakan segala sesuatunya sedatail mungkin juga tidaklah mungkin.
“Eric-senpai!” panggil Alan lalu berdiri. “Maaf, aku membuat partnerku sendiri kerepotan!” ujar Alan. Lalu membungkuk dalam-dalam. “Maafkan aku!”
Apa yang kau lakukan Alan? Tak perlu merasa berhutang padaku. “Hei, apa-apaan kau Alan? Sudahlah. Toh kemarin bukan hari yang sibuk, aku hanya mengumpulkan beberapa belas jiwa saja. Tanya saja pada Will kalau kau masih merasa sungkan. Kemarin sama sekali bukan hari yang layak kau khawatirkan seperti itu.”
“Ah.. ,” Alan kemudian mencoba berdiri tegak dan mencoba menatap wajahku. Wajahku terasa panas melihat ekspresi polosnya. “Kalau begitu aku percaya, senpai. Tapi kalau aku sampai merepotkanmu, kumohon tegurlah aku. Ya?”
“Iya-iya.” Ujarku tak dapat memandangi wajahnya lebih lama.
~*~
Maaf kali ini ceritanya begini dan cara menulisnya begini. Tapi sebenarnya aku punya ide cerita diotakku, hanya saja aku bingung bagaimana akan membawa fanfic ini… Aku tak pernah bikin serial bersambung…
Mohon Review… Aku butuh! ^O^ bantu aku…