[FF] DEAREST (CHAPTER 3)

May 22, 2016 22:57


Tittle : Dearest (Chapter 3)
Author : ritchuuki
Gendre : Romance, Fluff, School life
Pairing : Sakuraiba
Language : Indonesian
Summary : Aiba Masaki hanya seorang Masaki.... Sakurai Sho hanya seorang Sho.... Mereka berbeda, namun dalam perbedaan itu timbul perhartian diikuti cinta. Benang merah bernama 'jodoh' yang lah mempertemukan mereka...


“Pipimu bengkak Sho!” ujar Aiba yang pagi itu buru-buru turun dari mobil begitu melihat Shoberjalan melewati gerbang sekolah.
Sho melirik Aiba, dan segera memegangi pipinya sendiri. Lalu langkahkakinya dipercepat. Dia tidak menuju kelasnya sendiri tapi langkahnya langsung pindah haluanberjalan menuju ruang kesehatan. Aiba tergesa mengikutinya dari belakang.
“Sensei, kau punya es?” tanya Sho pada Okada-sensei, begitu masuk ke ruang kesehatan menemukan laki-laki berjas putih berkaca-mata sedang duduk dan membaca buku novel yang sho tahu pasti tentang sejarah.
“Kenapa pipimu Sho?” Okada malah balik bertanya setelah menghadapkan mukanya menuju cowok yang datang, satu alisnya dinaikkan..
“Tak apa-apa kok…”
“Ne, itu bekas pukulan kan? Siapa yang memukulmu??” Aiba khawatir.
“Bukan urusanmu, Tuan Muda,” ujar Sho dengan unsur nada mengancam.
“Aku bisa membantumu..! Ceritakan apa yang terjadi...” pinta Aibayang membuat Sho tambah merasa tidak senang.
Sho hanya sedikit melirik wajah Aiba dan berkata, “Maaf tapi aku merasa sama sekali tak butuh bantuan.”
“Biarkan saja dia, Aiba-san”, si dokter sekolah muda kemudian menyela mereka. Laki-laki itu lalu berjalan, membuka kulkas kecil di sudut ruangan“Ini kompres es nya, semoga saja tidak bengkak besar atau wajahmu akan jadi jelek sekali”.
”Haah... Kau selalu saja terlibat masalah Sho-kun. Ini masih pagi, masih ada 20 menit jadi semogasaja sebelum bell masuk berdering memar pipimu itu bisa sedikit tersamarkan.”
Sho menerima lemparan es tadi dan segera mengempelkannya ke pipinya. Dia lalu duduk di ranjang yang ada di ruang kesehatan dengan sengaja menarik tirai supaya Aiba tidak menganggunya.
“Dia tidak apa-apa sensei?” tanya Aiba pada sang dokter karena sadar Sho mengacuhkannya.
“Tidak apa-apa, cuma memar saja kok Aiba-san. Lagipula kau akan terus capek kalau kau selalu mengkhawatirkan bocah ini. Dia kurang pintar menyayangi dirinya sendiri sih... Oya, duduklah. Kau mau disini sampai bell berbunyi juga? Sebaiknya kau tak usah mengajak bicara Sho karena moodnya kelihatan sedang jelek. Mengobrolsaja denganku. Kau mau kocha?” tawar Okada.
“Ah... Terima kasih”, ujar Aiba yang kemudian duduk dan tak berapa lama menerima cup kertas berisi teh hangat.
“Bagaimana kabar kakekmu?”
Aiba kelihatan terkejut Okada bertanya mengenai kakeknya.
“Ah... Kakekmu adalah teman baik kakekku. Kakekmu sering mampir ke rumah kami sejak aku masih kecil, kau pasti kaget kan?”
“Jangan-jangan sensei dari keluarga yayasan Okada Hospital and Clinicitu? Harusnya aku pernah bertemu dengan sensei beberapa kali waktu dulu...”
“Memang benar! Kau lupa? Tega sekali ya...”
“Maaf-maaf, kupikir sensei adalah Okada yang lain... Aku tidak menebak sampai sana karena kakek sama sekali tidak mengatakan kau bekerja di sekolah ini.”
“Maa... sebenarnya kakekmu memilih sekolah ini karena sekolah ini juga termasuk yayasan kakekku. Hanya saja kakekmu merahasiakan bahwa kau dalam pengawasannya. Sedikit banyak kau sudah mulai sadar bukan?”
Aiba baru menyadari alasan pasti menapa cerita tentang dia dan Mika bisa teredam secepat itu.“Jangan-jangan masalah itu...? Okada-sensei juga dengar!?”
“Kakekmu sangat menyayangimu kan?”
“Ah... ternyata begitu. Pantas saja,...” Aiba agak sedikit kecewa akan sesuatu yang baru dia tahu.
~*~
“Kau tega sekali tadi pagi...” ujar Aiba yang datang ke atap, ternyata bersama Ninokarena Nino menyusulnya.
“Ah... Kupikir siapa...” jawab Sho tak acuh yang sedang duduk di kursi.
“Siapa lagi? Setauku kau tidak punya teman.”
“Iya benar.”
“Hei, kau seharusnya bilang kau sudah punya teman sekarang. Aku...!”Aiba masih saja dengan energi yang menggebu-gebu.
Sho tersenyum. Lebih tepatnya menyeringai, “Ah sou?Kumohon kau tidak usah menghiraukan aku supaya hidupku tenang,” balas Sho ketus.
“Harusnya pipimu terus bengkak saja!”Aiba mengerutu, sebenarnya dia lega pipi temannya tidak terlihat bengkak seperti yang dikhawatirkan tadi pagi. Jadi Aiba menambahkan,“Oya, ini Ninomiya. Temanku yang mungkin kau sudah kenal.”
“Nino. Profil singkatnya si nak pejabat yang hobinya game,”Sho berbicara tanpa melirik Nino sama sekali. Tapi akhirnya entah kenapa merasa salah dan berdiri mengulurkan tangan, “Yoroshiku...”
“Salam kenal juga, siswa teladan nomer 1 sekolah yang penyendiri. Aku heran kenapa Aiba-chan sangat menyukaimu,” balas Nino lengkap dengan penjelasan.
“Aku sendiri juga heran.”
“Kaliaaan! Sudahlah. Oya Sho, hari ini datang ke rumahku ya? Nino juga akan datang.”
“Aku belum bilang oke,” sela Nino.
“Aku sudah menganggapmu akan ikut.”
“Tidak bisa hari ini aku ada kencan.”
“Eh???” heran Aiba.
“Ohno senpai kah?” tanya Sho.
“Ehh???” Aiba tambah bingung.
“Dia pacar baruku, aku belum cerita padamu?” tanya Nino.
“Belum.”
“Kau sibuk dengan orang lain, lagi pula beberapa saat lalu kau baru saja patah hati. Aku tak tega aku mengatakan aku sekarang berpacaran padamu.”
“Zuruui!!!”
“Jya, kalian berdua saja. Biarkan aku pass. Hei, Sho, kasihanilah Aiba-chan dia tak punya teman hari ini...” jawab Nino yang kemudian berbalik pergi meninggalkan mereka berdua sendiri. “Lain kali aku akan mengenalkan Satoshi-ku pada kalian. Bye...” lambai Nino sembari turun.
“Jadi kau tahu?” tanya Aiba pada Sho.
“Teman sekelasku membahasnya beberapa kali dn aku mendengarnya jadi aku tahu.”
“Sokka.... Nanka sabishii na...”
“Baiklah.” Sho tiba-tiba menjawab.
“Eh?”
“Baiklah. Hari ini aku akan ikut ke rumahmu.”
“Benarkah??? Yatta!!!”
~*~
Kediaman Aiba tentu saja lebih megah dari pada yang pernah dibayangkan Sho. Rumah dengan halamanya yang sangat luas, megah dan mereka memiliki belasan pelayan.
“Selamat datang Tuan Muda!!”
Sho terkejut dengan penyambutan itu. Dan kemudian menahan tawanya dibelakang Aiba, “Ternyata memang kau dipanggil Tuan Muda!”
“Sho!!”
“Ah maaf. Tidak, hanya lucu sekali...” ucap Sho menutup mulutnya agar tidak tertawa lebih keras.
“Karasawa-san, ini temanku Sakurai Sho. Hari ini dia datang berkunjung ke sini...”
“Saya butler keluarga ini. Karasawa desu.” Hormat seorang pria berumur awal 50-an dengan pandangan yang hangat.
“Sakurai desu. Yoroshiku onegai shimasu.” Jawab Sho membalas dengan hormat.
Mereka berdua lalu langsung menuju kamar Aiba, Karasawa-san lalu menyusul untuk mempersiapkan teh dan kue ke kamar Tuan Mudanya itu.
“Sho... Nee, kau tahu? Aku lebih sering sendirian di rumah ini daripada bersama kakekku. Beliau sibuk sekali. Kami jadi jarang mengobrol. Aku sering merasa kesepian.”
Sho duduk di sofa panjang yang berada dalam kamar Aiba. “Kau bisa meneleponnya kan?Kalau kau merasa kangen kau bisa meneleponnya,” ujar Sho tak acuh.
“Sudah kubilang kakek selalu sibuk kan...”
“Kau bisa memintanya menelponmu setidaknya beberapa hari sekali... Buat saja perjanjian seperti itu. Bukannya masalah selesai?”
Aiba merasa Sho ada benarnya juga, dia hanya tinggal meminta kakeknya menelponnya secara berkala saja, karena sebenarnya Aiba tahu walaupun kakeknya terus memantaunya secara sembunyi, ada sisi dalam hati Aiba bahwa ia ingin dirinya dengan mulutnya sendiri yang bercerita pada sang kakek. Bukannya kakeknya mengerti kabarnya dari orang.
“Kau benar sih.... Baiklah. Akan kuminta begitu. Sebenarnya aku juga sering merasa kesepian kalau di rumah. Tak ada yang menemaniku.”
“Kau bisa mengajak mengobrol pelayanmu kan?”
“Sayangnya peraturan di rumah ini melarang itu. Tapi aku boleh mengobrol dengan Karasawa-san! Beliau sering bercerita bagaimana mendiang ayahku sewaktu kecil.... Aku sangat senang mendengarkan ceritanya....!!” Aiba tertawa-tawa dengan antusias.
Sho tersenyum. Merasa semua hal yang dipusingkan Aiba hanyalah hal sepele... Tapi merasa bahwa dia sedikit manis.
“Boleh aku bertanya...?” perhatian Sho tertarik oleh sesuatu.
“Eh?” Aiba kaget.
“Kenapa kau selalu tersenyum? Bukankah kau selalu berkata kalau kau merasa kesepian. Dan kulihat Tuan Muda juga telah diuji beberapa cobaan. Tapi kenapa setiap kali kulihat, kau pasti sedang tersenyum?”Sho bertanya dengan jujur. Memandang lekat ke mata Aiba.
Cowok yang lebih tinggi itu terlihat sedang berpikir sesuatu lalu menjawab begitu terlintas jawaban dari otaknya, “Are sa,karena kalau kita tersenyum, dengan aku tersenyum aku percaya maka hal baik pasti akan datang...”
Sho diam saja mendengar itu. Tetap memandang kedua bola mata Aiba yang bulat seperti anak anjing.
“Nani?? Jangan membuatku merasa malu~~~ khukhuhu”tawa Aiba yang wajahnya kemudian memerah seperti apel. Aiba buru-buru menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya.
“Itu positif sekali...”
“Nee, kalau kita tidak berusaha berpikir positif, hidup yang sudah rumit ini akan semakin terasa berat! Kau tahu sendiri kan? Kalau aku tidak membiasakan diriku tersenyum maka rasanya besok matahari tidak akan menampakkan senyumnya padaku. Hari tak akan cerah! Dan aku takut aku mengingat kecelakaan itu lagi.”
Sho terlihat tidak enak setelah Aiba menyinggung tentang kecelakaan orang tuanya di masa lalu itu.“Hora, jangan cemberut seperti itu terus Sho, kau juga harus sering-sering tersenyum!!” tambah Aiba yang melihat gelagat tidak enak Sho.
“Jya, coba tersenyum untukku!!” tukas Aiba begitu merasa Sho sama sekali tidak ada niatan mendengarkan kata-katanya. Aiba lalu maju dan duduk di sofa tepat dihadapan Sho. Mereka saling memandang sejenak, lalu tangan Aiba memegang wajah Sho, membenarkan raut muka Sho sehingga terlihat seperti sedang tersenyum tapi karena Sho sama sekali tidak rela, wajahnya jadi objek eksperimental Aiba, raut muka Sho berakhir dengan ekspresi yang aneh sekali. Aiba lalu tergelak keras disusul pukulan tangan Sho di kepala Aiba.
“HAHAHAHAA~!! ADUUUUH!!!” teriak Aiba!
Jengah Sho lalu mundur berdiri.  “Seenaknya saja!”komplainnya pada cowok yang berguling di sofa lemas karena merasa geli mengingat wajah Sho barusan sambil mengelus-elus kepalanya yang sakit.
“Kau tidak perlu memukulku kan!!!” protes Aiba. Pura-pura marah, sebenarnya masih kesulitan menghentikan tawanya.
“Salahmu sendiri!!”
“Waaah~ Ramai sekali ya,... Sudah lama rumah ini tidak dikunjungi tamu.” UjarKarasawa sang butler yang datang membawakan teh erl grey dan beberapa macam potongan cake dalam troli. Rupanya sudah sejak beberapa menit yang lalu masuk ke ruangan ini.
“Karasawa-saaan, Sho memukulku~”
“Tuan Muda memang terkadang perlu dipukul, Sakurai-kun. Tidak usah segan-segan karena di rumah ini tidak ada yang akan menyalahkanmu.”
“Baaiklaah~” Sho membuat suaranya lebih berat dan rendah dari biasanya seakan bersenandung menjawab Karasawa, membuat Aiba terpingkal sekali lagi dengan aksi tak biasa dari Sho.
“Aiba-san, kau harusnya takut karena mulai sekarang aku tidak akan segan-segan lagi.”
“Ma-sa-ki! Masaki! Aku capek memberitahumu kalau panggil aku ‘Masaki’ saja!”Aiba malah jengkel karena Sho masih belum mau memanggilnya dengan nama kecilnya.
“Aku akan memangilmu begitu, baik, baiklah... Masaki, Oke?”
“Itu terdengar lebih baik!” suara Aiba terdengar begitu ceria. Sampai Karasawa pun ikut tersenyum.
“Kalau begitu kita makan kuenya dulu. Oh ya Karasawa-san, Sho akan ikut makan malam disini, lalu tolong nanti antarkan dia pulang dengan mobil kitakarena aku akan bertanding game dengan Sho sampai jam 9 nanti! Tidak apa-apa kan Sho-chan???” Aiba lalu menyeruduk  juga ke kursi yang barusan Sho duduki.
“Terserah kau saja...”
“YOSH!!! Kau tak akan kubiarkan pulang sebelum mengalahkanku!!”seru Aiba mengangkat gagang cangkirnya ke udara sambil berdiri.
Sho sebenarnya ingin terkikik melihat betapa senangnya cowok di sampingnya itu.
~*~
Sho mendapati dirinya merasa mengantuk pagi itu. Aiba benar-benar tidak membiarkannya pulang sebelum dia mengalahkan Aiba. Tapi tentu saja saat Sho pulang, di rumah tidak ada orang. Ada hari dimana ibunya tidak di rumah sama sekali, terlebih setelah mereka bertengkar kemarin lusa.
Sho tahu ibunya menginap di rumah laki-laki yang jadi pacarnya. Sho tidak ambil pusing. Hanya saja bertengkar dengan Miki sama saja dia membuat dirinya tidak mendapat uang sama sekali. Lama kelamaan Sho harus mulai berpikir untuk tidak membuat ibu tirinya itu sering-sering marah kepadanya.
“Ohayou!!!”
“Kau...”
“Balas salamku donk!” tukas Aiba cemberut.Berjalan berjejer dengan Sho memasuki sekolah.
“Ohayou...”
“Lain kali aku akan memberimu kesempatan untuk membalas dendam~”senandung Aiba sambil menepuk bahu Sho dan berjalan menuju kelasnya sendiri.
Alangkah enaknya jika aku bisa se’care-free’ dia... Batin Sho dalam hati.
Sho melanjutkan langkahnya menuju ke kelas. Jam pelajaran hari ini terasa begitu cepat karena tau-tau sudah masuk jam istirahat siang. Sho lalu kepikiran dengan kucing kecilnya, semoga saja kucing itu bisa menemukan makanannya sendiri karena sepertinya hari ini akan berakhir tanpa ada makanan di rumah. Sho hanya tiduran di mejanya sendiri saat semua orang mulai membuka bekal makan siangnya. Hari-hari seperti ini cukup berat bagi Sho, mau-tak mau dia hanya bisa menahan rasa laparnya saja. Dia sudah cukup beruntung tadi malam bisa makan dengan puas di kediaman Aiba.
“Sakurai-kun,” panggil seorang teman sekelas wanita yang datang dari pintu masuk. “Ini ada titipan untukmu.”
“Ehh??” Sho kaget melihat bungkusan tebal yang dibalut kain berwarna hijau pupus yang enta kenapa dia tahu sepertinya berisi nasi bekal.
“Dari Aiba-san,” ujar cewek itu.
“Ah... Terima kasih.”
Sho lalu segera membuka kotak itu, benar... Isinya memang obentou.Terdapat secarik kertas di atas kotak tertinggi. Sho kemudian membacanya,‘balasan telah menemaniku semalam -masaki-’ tertulis di situ.
Sho lalu tersenyum. Aku tidak akan bisa menghabiskan semua ini sendirian, batin Sho. Lalu dia mendapati ada tulisan pesan lain di balik kertas tadi,‘PS. salam buat Nyanko-chan.’
~*~
Miki akhirnya pulang. Sho melihat sepatunya berceceran di depan saat dia masuk ke rumah. “Tadaima...”ujar Sho sembari melepas sepatunya sekalian merapikan sepatu Miki.
“Ah... Kau sudah pulang. Kebetulan, hari ini kau ikut aku. Barku sedang kekurangan orang malam ini... Kau ikut bantu ya,” perintah Miki.
Sho mengangguk. Dia lalu mengeluarkan pergi ke dapur. Mengeluarkan kotak bekalnya dan menaruh bagian kucingnya di mangkuk makanan si kucing. Sho lalu mencuci kotak itu untuk dikembalikan pada Aiba besok.
“Ooooh... Sekarang sudah ada yang akan membawakanmu nasi bekal ya, maaf ya jadi ibu yang seperti ini~” sindir Miki.
Sho diam saja.
“Are ka? Jika kau sudah mendapatkan kekasih kau akan segera pergi dari rumah ini, huh? Seperti ayahmu??” mulai Miki.
Sho lalu berjalan menuju hadapan wanita itu.“Miki, kau tahu aku tidak akan pernah meninggalkanmu,” jelas Sho.
“Jangan mengatakan hal sama seperti ayahmu!” Tukas Miki.
maaf menungu setahun ^^
Selamat menikmati~

#t : dearest, #l : multy chapter, de, #p : sakuraiba

Previous post Next post
Up