Title: Someone's Voice...
Author: hidoihito //
seriousheadacheCharacter: Arashi *Ohno centric*
Pairings: Ohmiya, Sakumoto
Summary: Sebuah suara yang selalu ada didekat kita, pernahkah kau menghiraukannya?
a/n: OK! jadi hari ini sebenarnya ultahnya Jun tapi entah kenapa yang muncul malah fic seperti ini ~.~ gara2 nge-replay Shizukana Yoru Ni dan diskusi mengenai Ohmiya dan Sakumoto agar kembali ke 'habitat' masing-masing (?)
~*~*~
Ohno memandangi punggung sosok itu yang perlahan pergi meninggalkannya. Dia tidak habis pikir, kenapa kekasihnya --mantan kekasihnya- memutuskan untuk mengakhiri hubungan mereka. Dengan air mata yang menetes dia berkata pada Ohno bahwa ini adalah sebuah perpisahan. Tanpa mengatakan apapun lagi dia pergi. Dan Ohno hanya bisa terdiam berdiri di jalan setapak yang kini telah sepi tanpa dilalui orang.
‘Jika aku meminta maaf atas apapun kesalahanku yang membuatmu pergi, apakah kau akan kembali?’
Ohno tidak ingat bagaimana dia bisa pulang kembali ke apartemennya. Apakah dia memanggil taksi atau berjalan kaki dia benar-benar tidak ingat. Benaknya masih diliputi oleh keputusan Sho yang menyakitkan hatinya itu. Mereka telah bersama selama enam tahun terakhir ini. Kehidupan Ohno yang ia jalani bersama Sho terlihat begitu sempurna. Setiap masalah yang terkadang timbul dalam sebuah hubungan dapat mereka atasi. Dengan sikap Sho yang selalu pengertian dan ketulusan Ohno pada orang yang dikasihinya itu. Itulah kenapa Ohno benar-benar tidak tahu apa yang membuat Sho berubah seperti sekarang.
Ia mengedarkan pandangan ke ruang tamu apartemen miliknya --yang ia tinggali bersama Sho selama ini. Tidak ada apapun yang berubah. Sebuah piano hitam yang terletak di dekat pintu kaca beranda, tumpukan koran selama hampir sebulan yang ada di lantai di samping sofa, aroma terapi yang berbau Cassis itu masih tercium di ruang tamu ini. Ohno menghela nafas dan memejamkan matanya. ‘Dia tidak akan kembali. Tidak akan…’
~*~
Tepat jam 2 pagi handphone Nino berbunyi. Baru setelah tiga kali panggilan itu terabaikan, akhirnya Nino menerima telepon itu pada panggilan ke empat.
“Ada apa J? Kau pastinya tahu jam berapa sekarang hm?”, tanya Nino agak jengkel dengan teman satu band-nya itu. Bukankah Jun tahu bahwa Nino baru saja selesai menamatkan game terbarunya dan hanya ingin tidur untuk menjaga wajahnya tetap dalam level seorang idol?!
“Jam 2 lebih 1 menit.”, jawab Jun singkat. Ya, sepertinya J kesayangannya yang satu ini benar-benar tidak tahu aturan dalam menelepon seorang Nino. “Dan kau seharusnya tahu kan apa yang dilakukan orang normal pada jam segini?”, lanjut Nino berusaha untuk membuat Jun sedikit merasa bersalah. “Kau kan bukan orang normal.”, jawab Jun sekali lagi yang sukses membuat Nino menggerutu dengan suara melengkingnya itu.
“Sepertinya kau sudah cukup terbangun untuk mendengarkan permintaanku ini.”, Jun memotong Nino yang sudah bersiap-siap untuk menutup panggilannya. “Eh? Nani..?”, perhatian Nino menjadi serius setelah mendengar kata-kata Jun barusan. “Ini soal Leader.”, tanpa disadarinya Nino mengeratkan pegangan pada handphone yang ia genggam. Entah kenapa ia dapat menebak apa yang ingin Jun sampaikan.
~*~
Kalau bukan karena dirinya khawatir akan keadaan Leader-nya itu, Nino tidak akan mau meninggalkan tempat tidurnya yang empuk dan hangat di tengah malam seperti ini. Satu jam yang lalu ia mendapat panggilan dari Jun yang memintanya untuk mengecek kondisi Leader. Awalnya Jun tidak menceritakan alasan mengapa ia meminta Nino melakukan hal konyol seperti itu di waktu yang tidak lazim ini. Namun setelah Nino mengancam bahwa dia tidak mau pergi kalau Jun tidak punya alasan yang pasti, akhirnya Jun menceritakan semuanya pada Nino.
Mengenai Sho dan dirinya yang selama setahun ini telah dengan sembunyi-sembunyi menjalin hubungan tanpa Ohno mengetahuinya. Mengenai Sho yang sudah tidak sanggup membohongi Ohno karena selingkuh di belakangnya. Mengenai Sho yang memutuskan untuk menyudahi kisahnya dengan Ohno.
Dan akhirnya semua menjadi masuk akal bagi Nino sekarang.
Nino sudah melihat bahwa ada sesuatu yang janggal antara Sho dan Jun beberapa bulan terakhir ini. Dia juga melihat bahwa Ohno benar-benar tidak sadar akan apa yang ia ketahui itu, yang melibatkan antara kekasihnya dan sahabatnya. Pernah suatu kali Nino tidak sengaja mendengar percakapan antara Sho dan Jun mengenai Ohno yang harus Sho tinggalkan agar Jun tidak harus menunggu pada perasaan Sho yang tidak pasti. Waktu itu Nino hanya dapat menebak-nebak apa yang sebenarnya sedang terjadi. Setidaknya sampai hari ini.
Ingin rasanya Nino memukul wajah keduanya --Sho juga Jun- atas apa yang mereka perbuat pada Leader. Sayangnya ia tidak dapat melakukan hal itu. Karena tidak ada yang tahu bahwa sebenarnya ia memiliki perasaan pada Ohno, perasaan sayang yang begitu besar sampai-sampai ia rela melepaskannya untuk seorang sahabat yang telah berhasil menaklukkan hati Ohno. Dimana ia tidak mampu untuk melakukannya. Tapi sekarang, apa yang dilakukan oleh sahabatnya itu?
P I N P O N
Tidak sampai semenit, pintu di hadapannya terbuka. Memperlihatkan seorang Ohno yang tersenyum namun dengan cepat senyum itu menghilang dan tergantikan oleh wajah murung dan sedih.
“Maaf mengecewakanmu. Sepertinya kau mengharapkan seseorang yang lain berada disini daripada diriku, ne.”, kata Nino sedikit menggoda Ohno namun dia hanya mendapat pemandangan badan Ohno dari belakang ketika dirinya masuk kembali ke dalam rumah tanpa mempersilahkan Nino.
Kalau Nino tidak mengenal Ohno mungkin dia akan marah akan sikapnya barusan terhadap seorang tamu seperti dirinya. Tetapi dia telah mengenal Ohno lebih dari itu. Maka ia mempersilahkan dirinya memasuki apartemen Ohno, melepaskan sandal yang ia pakai dan mengenakan slipper warna kuning yang sengaja ia beli dan tinggalkan disini.
Nino memasuki ruang tamu, melihat kembali Ohno yang duduk termenung di sofa yang menghadap ke sebuah piano --yang ia ketahui adalah milik Sho.
“Kenapa?...”, Nino sedikit bingung dengan kata-kata Ohno barusan. “Kenapa Sho meninggalkanku demi Jun?!!”, teriak Ohno yang sekarang benar-benar membuat Nino terkejut. ‘Jadi dia sudah tahu tentang mereka?’
“Padahal aku sudah berusaha untuk melakukan yang terbaik. Berusaha agar Sho tetap bersamaku. Tapi kenapa dia tetap berlaku seperti ini? Apa salahku?”, gumam Ohno dengan kepala tertunduk.
‘Sebenarnya aku juga ingin mengetahui jawaban atas pertanyaanmu itu.. Tapi sekarang..’, “Ne, Ohchan. Seseorang pernah berkata padaku, bila kekasihmu meninggalkanmu demi orang lain, itu berarti bahwa sebenarnya orang yang kau sayangi itu tidak pantas untuk berada di sampingmu.”
Dilihatnya Ohno memalingkan muka dari arah Nino berdiri. Nino tahu kata-katanya barusan sedikit kasar, namun ia tidak ingin melihat Ohno berlarut-larut dengan masalah ini. Memikirkan seseorang yang bahkan orang itu sudah tidak peduli padanya.
Nino perlahan mendudukkan dirinya di samping Ohno.
“Kau tahu, daripada membuat dirimu terlalu fokus terhadap apa yang merisaukanmu, cobalah sekali-kali memperhatikan apa yang selalu ada didekatmu.”, kata Nino sambil memandang ke sebuah lukisan abstrak --yang sepertinya dibuat oleh Ohno- dan menunggu respon orang yang duduk di dekatnya itu.
Ohno bingung dengan ucapan Nino barusan, dilihatnya ia tengah memandang lukisan yang ada di sebelah kirinya membuat Ohno tidak dapat membaca raut wajah Nino.
“… memperhatikan apa yang selalu ada didekatku?”, tanya Ohno pelan.
“Ma ma ma…. Sekarang kau istirahat dulu saja. Lihat! Sudah hampir jam 4 dan aku yakin kau belum sempat tidur. Bukankah kau ada shooting untuk drama SP’mu pagi-pagi sekali?”, Nino berucap sambil berdiri dan sekarang menatap Ohno langsung. Sebuah senyum menghias wajahnya. “Ne?”, dan seketika itu juga Ohno menyadari sesuatu. Menyadari sebuah keberadaan dari seseorang yang selalu peduli padanya.
Wajah tersenyum Nino ketika ia mengatakan bahwa mereka akan baik-baik saja ketika Ohno tidak tahu jalan seperti apa yang menantinya bersama Arashi saat kelimanya melakukan debut di Hawaii. Wajah tersenyum Nino setelah melihat reaksi Ohno yang ia goda ketika tengah merisaukan sebuah masalah. Wajah tersenyum Nino ketika ia berusaha untuk mengajak Ohno ikut dalam sebuah pembicaraan di setiap acara televisi ataupun interview majalah.
Sedetik kemudian Ohno tersenyum. Tangan kirinya menggenggam tangan kanan Nino membuatnya sekali lagi melihat ke arahnya dengan muka memerah. “Terima kasih, untuk apa yang kau lakukan selama ini.”
~*END*~
like what you've read? right click on the link below
いいですね!(*´∀`*)THANK YOU!