“Little chopin daebaaaaaaaak!!!” Suaranya yang riang memecah kesunyian di dalam pikiranku.
Aku memejamkan mataku..
Merasuki kesunyianku lebih dalam lagi..
“berhenti memanggilku begitu! L.JOE! BUKAN L.CHO!! silly!” aku menatap namja cantik di sebelahku itu dengan kesal.
Tapi wajah cantik itu bukannya berhenti tersenyum, malah tertawa dan duduk di sebelahku.
“lebih enak cho! L.cho! little chopin!!” ucapnya.
“Chunji.. kau..”
Dia memanggilku Little chopin, membuat kepanjangan versinya sendiri dari nama panggilanku L.joe. saat pertama kali dia masuk ke ruang musik disaat aku tengah berlatih untuk kontes di sore hari.. kehadirannya mengusik ruang musik indahku.. seketika duniaku sunyi..
Duniaku hanya berputar padanya.
“namaku Chunji!! Kamu siapa?”
Namja cantik yang mungkin satu satunya orang di sekolah yang tidak tahu namaku..
“L.joe..” tapi aku tidak marah dan malah memberitahunya namaku.
“L.cho?” sepertinya lidahnya tidak terbiasa dengan aksen barat dan menyangka namaku cho bukannya joe.
“apakah itu singkatan dari little chopin? Karena kamu bermain piano seperti chopin!!”
Hari itu, hari dimana aku tahu..
Bahwa selain musik, ada hal lain yang tak kalah indah..
“Chunji… Chunji…”
Hal indah yang terindah, dia adalah imaji terindah yang pernah ada..
Namja yang tengah memangku wajahnya menonton permainan sang pianist itu..
Dan Nama namja yang tengah memangku wajahnya menonton permainan sang pianist adalah Chunji..
Dan pianist itu sendiri?
Itu adalah aku..
Hari itu cerah, aku baru saja menciptakan sebuah lagu untuknya..
Dan dia sedang bersender di bahuku yang tengah memainkan piano dengan jari jariku.
“bagaimana jika kita taruhan?” ucapnya tiba tiba
“taruhan apa?” aku menghentikan permainanku, menatapnya.
“kamu pasti tidak akan berhasil melewati satu haripun tanpa memikirkan aku, ya kan?” tangannya menusuk pipiku, pipiku terasa panas.
“HEH? In your dream!!” ucapku ketus, aku selalu ketus untuk menutupi sifat ku yang pemalu..
“hey, ayolah.. jawab iya untuk menyenangkann aku saja kenapa sih..” dia mulai merengek, menarik narik tanganku.
“sirheo.. kenapa harus?”
“habisnya, aku akan senang jika tahu kamu akan terus mengingatku, Little chopin..” dia tersenyum lebar, senyuman yang tak pernah kusangka adalah senyuman terakhir yang kulihat darinya…
“Chunji, sudah hampir malam.. ayo kita pulang!” aku mengalihkan perhatian dengan mengajaknya pulang, kuambil tasku juga tasnya.
“L.joe! hari ini aku akan mengantarmu pulang!”katanya sambil berjalan disisiku melewati lorong loker berada.
Dia membuka lokernya dan mengambil sebuah kunci.
“apa itu?” tanyaku.
“aku membawa kabur mobil appa ku! Hahha! Kajja!!” dia terlihat begitu riang saat itu, wajahnya lebih cantik dari biasanya.
GREP!
”eh? Little chopin??” dia mengerjapkan matanya yang lentik saat tanganku menempel di lokernya, memenjarakannya dalam ruang diantara kedua lenganku.
CHU~
Entah apa yang membuatku seberani itu mencium bibir tipis itu.. rasanya sungguh menakjubkan dann tak bisa diungkapkan dengan kata kata.
“Chunji..” kupanggil namanya lembut saat jarak kembali hadir diantara kami, tapi dia enggan menatap mataku, kakinya lalu mendahului ku pergi, membuka mobil dan duduk di belakang setir.
Aku hanya bisa diam, terlarut dalam sunyi yang diciptakan olehnya.
Chunji yang kukenal menjadi Chunji yang sangat pendiam malam itu, apakah dia marah karena aku menciumnya? Tapi kenapa tadi dia tidak menolaknya? Kenapa dia hanya diam malah membuka bibir ranum itu?
Pikiranku yang berkecamuk sepertinya sama seperti pikirannya..
“CHUNJI AWAS!!!” habisnya dia sama sekali tidak sadar ada sebuah truk yang melaju kencang kea rah kami malam itu.
Aku berteriak dalam sunyi saat dengan cepat truk itu menghantam mobil kami, saat itu benturan kepalaku sangat keras sampai sampai aku tidak dapat melihat dengan jelas lagi..
Tapi Chunji..
Aku dengar..
Aku dengar suaramu yang untuk pertama kalinya memanggil namaku dengan benar..
“ugh.. L.joe..”
Sunyi masih menguasaiku saat itu Chunji, jadinya sekuat apapun aku berusaha berteriak menjawab panggilanmu yang terdengar lagi lagi hanyalah sunyi…
Kamu lalu berhenti bergerak. Matamu terpaku pada mataku, aku diam saat itu Chunji.
Aku menyumpahi diriku sendiri, kenapa tadi kubiarkan kamu duduk dibalik setir?
kenapa juga tadi bibir ini lancang menciummu dan membuatmu tidak konsentrasi pada jalan?
Kenapa harus kita yang ditabrak oleh truk sial itu??
Dan masih banyak kenapa Chunji..
Seperti, kenapa tidak kuteriakkan saja cinta padamu sebelum hela nafasmu berhenti terdengar saat itu?
Aku menutup mataku rapat rapat saat airmata mulai membuatnya berat.
Aku menghela nafas, kupikir semua itu hanyalah mimpi..
Dan pastilah saat nanti aku buka mataku, kamu ada disampingku.
Dan memanggilku dengan riang
“Little chopin!!”
“Chunji??” aku mengerjapkan mataku, kepalaku sakit sekali,
Dan tanganku penuh darah, darah dari kepala ku.
Aku melihat sekelilingku, aku berada di mobil Chunji?
Jadi..
Jadi benar yang tadi itu hanya mimpi?
“hei kamu kenapa sih??” Chunji melambai lambaikan tangannya di depan wajahku.
Aku menoleh, menatap wajah cantik itu.
GREB!
”Li.. little chopin?” kagetnya saat aku memeluknya tiba tiba.
Aku menyurukkan kepalaku di bahunya.
dalam diam aku berteriak.. dan pada sepi aku mengadu :
“Aku merindukanmu..” lirihku.
Aku merindukanmu Chunji..
Aku merindukanmu seperti padang ilalang tepi kota merindukan kunang kunang..
Aku merindukanmu seperti langit malam merindukan hadirnya sang bulan..
Dan seperti malam yang menunnggu pagi aku, menunggumu menjumpaiku dalam segala sunyi yang kerap hadir semenjak kehadiranmu menjadi nol besar.
“Hmm.. Aku juga~” jawabmu, sudah bebaskah suara kesunyian kita Chunji?
Aku melepas pelukku, menatap dalam dalam ke matamu yang lebih jernih dari langit tanpa awan.
“Aku mencintaimu..” ucapku.
Berbeda dari dugaanku kamu tidak terlihat kaget, malah tersenyum.
“Aku tahu..”
“Eh? Sejak kapan?” tanyaku, karena aku selalu diam soal ini. Tidak sekalipun kunyanyikan suara hatiku tentang kamu Chunji.
“Sejak aku tahu bahwa aku juga mencintaimu..” jawabmu.
Aku terdiam, tersipu malu.
“Chunji..” panggilku.
“Ya?”
“Sunyi sekali jika tidak ada kamu.. Semua suara suara di dalam duniaku yang tadinya indah berubah menjadi hening.. Semuanya.. Musik yang kucintai.. Menjadi sunyi..”
Matamu mengerjap lucu.
Aku tersenyum dan meremas lembut tanganmu.
“Bagiku, sunyi adalah ketika suaramu tak dapat kudengar lagi.. sSemuanya menjadi sunyi jika disana tidak ada kamu..”
Kamu tersenyum lembut, membelai pipiku.
Ah, dengar?
Betapa merdunya setiap debaran jantungku jika disisiku ada kamu..
GREP!
Aku menarik tanganmu.
“Kali ini biarkan aku yang menyetir!!” Jawabku sambil memutar posisi denganmu, dengan duduk di belakang setir.
“Memangnya kamu tahu jalannya?” tanyamu.
Aku menoleh dan tersenyum.
“Selama kamu menjadi kompasku, kurasa aku nggak akan tersesat Chunji!!” Jawabku sambil menyalakan mesin mobilnya.
Kamu tersenyum, senyuman manis yang sedalam telaga, jauh kuselami, terlalu dalam, dan selalu berhasil menenggelamkan aku dalam senyuman itu.
“baiklah, ikuti saja sinar putih yang tertangkap oleh matamu. Disana jalannya! Sinar putih! Ingat!!”
“neee~”
Seorang pianist juga violin muda yang merupakan kuda hitam TeenTop ART School ditemukan tewas karena kecelakaan. Kecelakaan ini terjadi pada taxi yang ditumpangi korban saat menuju sekolah seni ternama itu. Kecelakaan terjadi diduga dikarenakan supir yang ceroboh sehingga menyebabkan tabrakan antara taxi dan mobil VAN yang tengah melaju kencang dari arah berlawanan. Kecelakaan lalu lintas ini bukanlah kecelakaan pertama yang dialami oleh Lee Byunghun, setengah tahun sebelumnya korban juga mengalami kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan salah satu murid TeenTop ART School lainnya tewas di tempat. Ternyata keberuntungan tidak datang dua kali untuk Lee byunghun, di kecelakaan kali ini nyawanya tak dapat terselematkan oleh tim medis.
“Hei Chunji..”
“Ya?”
“Kenapa jalan ini tidak ada ujungnya? Sebenarnya kita mau kemana sih? Seluruh jalanan yang kita lewati sedari tadi sama!”
“Hihi. Kamu benar mau tahu?”
“Yah, kita mau kemana sebenarnya?”
“Ke tempat segala bunyi oleh sunyi ditenangkan dalam harmoni yang indah..”
“Eh? Maksudmu?”
“Surga..”
END