§ Mungkin kita ditakdirkan untuk bersama-sama, tapi kita tidak ditakdirkan untuk bersatu. - Love Story
“Kibum-ah, hari ini cerah meski sedikit berawan. Apakah kamu mau kencan dengan ku ke Lotte World seperti yang pernah kamu inginkan dulu? Eum?”
Sudah berapa kalikah aku mengajukan pertanyaan padamu Key?
Kenapa lagi lagi segala tanyaku terjawabkan diam?
Bukankah sudah sejak lama saat terakhir kali aku mendengar suaramu, Key?
Tahukah kamu bahwa aku begitu merindukanmu?
“Baiklah, mungkin lain kali.. Hehe, ah kamu terlihat cantik hari ini juga.. Boleh aku menciummu?”
Kenapa wajahmu tak sedikitpun menunjukkan ekspresi?
Kenapa juga tak ada respon ketika bibir ini menyentuh halus pipimu?
“Apa kamu sedang bermimpi eum?”
“Apakah mimpimu begitu indahnya sampai kamu enggan untuk bangun?”
Tanganku membelai wajahmu, mata lentikmu itu terpejam dengan rapatnya, seolah kamu enggan untuk terbangun.
Aku tak pernah menyangka bahwa melihat bola matamu akan sesulit ini.
“Hey, apakah ada aku juga di dalam mimpi indahmu?”
Kenapa kamu masih enggan menjawab?
Hanya suara mesin mesin yang membantumu tetap ada ini lah yang menyuarakan kesepianku atas ketiadaan suaramu.
“Habisnya, kamu selalu ada di setiap mimpi indahku..” Kini aku membelai kepalamu lembut.
“Hanya saja akhir akhir ini kamu tak mau mampir seperti dulu..”
Kali ini aku membelai pipi tirusmu.
“Sampai sampai aku lupa..” Kini turun ke bibirmu.
“Kapan terakhir kalinya aku bermimpi indah..”
Tahukah kamu yang aku punya kini hanyalah mimpi mimpi buruk?
Dan karenanya air mata ini tak pernah hentinya mengalir.
Di dalam tidurku yang terbayang selalu bayang bayang rasa bersalah.
Pemakaman Jonghyun.
Kelumpuhan Jino.
Dan kepergian jiwamu sementara tubuhmu tinggal dekatku.
Kita bisa saja bersama sama dalam waktu yang tak terbatas semenjak SHINee tak memiliki kegiatan apapun akhir akhir ini.
Tapi kamu tak ada disana.
Habisnya SHINee tak ada artinya tanpa dirimu.
Seperti kebersamaan kita saat ini.
Tak berarti apa apa tanpa jiwamu disini.
Aku masih sendiri..
Meski jemari ini menggenggam erat jemarimu.
Meski bibir ini mencium lembut bibirmu.
Meski aku, sedekat ini padamu..
Tapi aku masih saja merasa begitu..
Sendirian..
§ Setiap kehidupan punya akhir masing masing. Tapi di dalam kehidupan setiap akhir merupakan awal yang baru.
“Aku menemukan seorang dokter yang bagus di Jepang kemarin, kurasa dia bisa menyembuhkan Key..”
Kata kata Joon sore itu hampir saja membuat jantungku melonjak saking senangnya.
Tanganku otomatis langsung memeluknya.
“Benarkah itu Joonie??! Kamu tidak bohong kan?” Aku mencoba menatapnya.
Dia memberikan senyum dan mengangguk, yang disambut oleh pelukku.
“Terima kasih, terima kasih Joon!!” Aku tak bisa menahan derai tawaku.
Dia tak membalas pelukku, tak seperti Joon yang biasa.
“Kamu tinggal mengurus Key agar bisa segera pergi dengan kita ke Jepang. Aku sudah menyiapkan transport dan segalanya..”
Aku mengangguk dan lalu segera berlari ke kamar ICU dimana cintaku itu tertidur 3 tahun ini.
“Key! Key! Dengar, aku akan membawamu pergi!! Bukan kencan sih, tapi kita akan ke Jepang. Aku akan membuatmu sadar dan hidup normal,bukankah itu terdengar sangat bagus?! Ah aku harus segera mengurus administrasi kepindahanmu dulu...”
KLEK
“Tidak usah..”
Tahu tahu dibelakangku berdiri Joon dengan kursi roda di depannya.
Aku mengernyit bingung.
“Aku sudah mengurusnya, ayo. Bantu aku naikkan Key kesini..” Joon mendorong kursi itu mendekat.
Aku masih bingung, apakah secepat itu mengurus kepindahan seorang pasien?
“Kupikir kita akan berangkat minggu depan atau..”
“Memangnya kamu mau menunggu selama itu untuk melihat Key bangun?” Joon memotong perkataanku dengan pertanyaan yang langsung kujawab dengan gelengan pada kepalaku.
“Baiklah, HUP!” Joon mengangkat tubuh Key dan mendudukkannya di kursi roda itu.
Sementara itu aku menangani kabel kabel yang tersambung ke tubuh Key dengan hati hati.
“Apa ini tak apa apa? Alat bantu ini....”
“Bawa saja kantung infusnya. Dokter itu bilang begitu..” Joon mendorong kursi roda itu keluar, aku segera memegangi kantung infus Key dan berjalan disisinya.
“Benarkah? Kenapa mereka tidak membantu kita untuk berkemas?” Joon nampak berjalan terlalu terburu buru.
“Mereka sibuk, jalanlah lebih cepat Onew!” Katanya dan lalu mendorong kursi roda itu memasuki lift kosong.
“Ah ya..” Aku hanya menurut saja, membiarkan lift membawa kami turun sampai ke lantai terbawah dan pergi ke tempat parkiran.
“Kamu parkir mobil dimana?” Tanyaku sambil mendongak dan mencari mobil silver Joon yang biasa kulihat.
Joon memberikan kursi roda dimana Key duduk tidur diatasnya.
“Pegang dia dan aku akan bawa mobilnya kesini..” Katanya lalu buru buru pergi.
Aku memegangi Key, melihat kepalanya tertunduk lemas begitu berkali kali aku membetulkan posisinya.
“Joon sangat baik bukan? Dia terlalu baik. Sampai sampai aku bingung apakah pantas aku mendapatkan segala kebaikannya. Dia masih begitu baik bahkan setelah luka yang sering kuberikan padanya…” Aku bergumam sambil menatap wajah yang kucintai itu. Wajah yang selalu ceria dan memberiku tenaga dengan senyumnya. Dulu.
“Hey Kibum... Meski aku tidak suka dengan kecerewetanmu, tapi... Aku lebih benci kediamanmu..”
Saat sedang bercengkarama sendiri tanpa jawaban, tahu tahu mobil Joon sudah berhenti di depanku dan Key.
“Masuklah, biar kuurus Key..” Ucap Joon sambil tersenyum, lagi lagi senyum aneh yang terlihat. Aku tidak mengerti kenapa Joon terlihat begitu gugup hari ini. Gerak geriknya sangat kikuk dan aneh, bahkan senyumnya.
“Ah, aku bisa menggendong Key ke dalam mobil kok..” Dengan cekatan kugendong tubuh rapuh kekasihku itu dan kududukkan perlahan di jok belakang. Joon mengurus kursi roda Key yang tertinggal di belakang. Kantung infus Key kupeluk dan dengan cepat aku segera duduk di samping tubuh Key.
GREP!
“Eh?”
Aku terkejut saat pergelangan tanganku ditarik oleh Joon.
Ekspresi wajahnya terlihat aneh lagi.
“Duduk di depan saja. Baringkan saja Key dibelakang agar dia terasa nyaman..” Joon memberikanku senyum lagi, namun bukannya menghibur seperti biasa, aku malah merasa takut melihat senyumnya.
“Joon? Ada yang salah denganmu? Apa kamu kurang sehat?” Aku menatap Joon yang sedang memakaikan sit belt padaku dengan cekatan.
Joon menarik persneling mobil dan menginjak pedal gas, sambil menatap ke depan dia menjawab
“Tidak apa apa. Aku akan baik baik saja selama kamu disisiku Onew...”
Aku tak hentinya menatap Joon keheranan sepanjang perjalanan, meski dia bilang baik baik saja aku yakin ada yang salah dari dirinya.
“Onew..” Tiba tiba saja Joon memanggil namaku saat mobil kini melaju di jalan tol yang terlihat lapang dan sepi kendaraan.
“Ya?” Aku mengeratkan sabuk pengamanku lalu menoleh ke arah Joon.
Tangan Joon mengerat pada setir mobil, kulihat kini kecepatan mobilnya bertambah.
“Kamu tahu kan? Aku mencintaimu. Ah tidak, sangat mencintaimu. Melebihi apapun aku mencintai kamu…” Ucap Joon tanpa mengalihkan matanya dari jalanan.
Dadaku melonjak bukan karena terkejut, melainkan karena kaget mendengar suara mesin mobil yang berderu begitu kencangnya saat Joon menginjak gas dalam dalam.
Keringatku mengalir dengan dingin.
“Kamu tahu kan??! Jawab aku!!” Bentaknya sambil memukul setir mobil sampai menimbulkan bunyi klakson yang memekakkan telinga.
Aku menelan salivaku, ketakutan akan keanehan Joon membuatku bergetar di kursiku.
“Y..Ya...” Ucapku sambil gemetar, aku terlihat seperti meringkuk di kursiku.
Joon tersenyum, tangan kanannya meraih tengkukku, mengelusnya sampai ke punggungku.
“Aku mencintai kamu, teramat sangat.. Karena itu, aku ingin kamu pun mencintai aku juga..” Ucapnya sambil mencoba menatapku.
Aku menoleh pada Joon, belum lagi menjawab ia mengunci bibirku dengan kecupan.
“Onew.. Lepaskan semuanya, kumohon.. Demi aku.. Seperti aku akan melepaskan segalanya demi kamu...” Bisiknya.
Aku terkaget, ada sesuatu yang ganjil di kata katanya barusan..
“Melepas.. apa?” Tanyaku.
Joon mengalihkan tangannya dari leherku ke sit belt ku dan melepaskannya.
Aku kaget saat ia melakukannya.
“Pegang tanganku, kita akan membiarkan Key pergi sendiri menuju kedamaiannya. Sementara kita menuju masa depan kita yang bahagia, berdua. Bukankah itu ide yang bagus Onew?” Joon tersenyum lebar, senyum yang amat menyeramkan bagiku. Karena aku melihatnya kini mulai melepas sit beltnya, namun tidak memelankan laju mobilnya.
“A.. apa yang hendak kamu lakukan Joon-ah??!” Teriakku sambil berusaha mengambil alih kemudi dan mencoba menginjak pedal rem. Namun kecepatannya tidak berkurang sedikitpun.
Joon tertawa.
“Kabel remnya sudah kupotong dan jika saja kamu tahu, di bagasi ada sebuah bom yang akan meledak dalam waktu kurang dari 5 menit. Tidak ada cara untuk selamat dari sini kecuali melompat keluar.” Katanya sambil menyunggingkan senyumnya yang menyeramkan lagi.
Dia terlihat seperti kehilangan akal sehatnya.
Memotong rem?
Dan apa katanya tadi? BOM?!
Aku gemetar. Aku teringat akan Key yang teronggok tak berdaya di belakang.
Key butuh aku.
Namun saat aku hendak berpindah tempat kebelakang Joon menahanku.
“Tidak Onew, hanya aku dan kamu. Sadarilah, Key sudah mati sejak kecelakaan itu.. sekarang hanya tersisa kita berdua yang hidup. Kamu harus ikut aku keluar dari sini agar bisa bertahan hidup!” Ucapnya dengan mata nanar, tangannya begitu erat memelukku.
Aku meronta, mencoba melepas diri dari lengan nya yang dulu menjadi tempatku bersandar disaat jatuh. Bagaimana bisa Joon yang kukenal selalu manis dan menerimaku kini mencoba membunuh kami bertiga dengan ide konyol ini?
Apakah pikirnya aku bisa selamat sendirian dengan meninggalkan Key ku mati bersama bom yang ada di dalam mobil ini?
“Kamu gila Joon!!! Kamu sakit jiwa!” Amukku sambil terus meronta dari cengkramannya.
Joon memegang pergelangan tanganku kencang kencang. Matanya lebar lebar menatapku.
“Ya! Aku tergila gila akan dirimu! Aku gila karena mencintaimu, Onew! Otakku hanya berisi tentang kamu seorang sampai tak punya sisa untuk hal yang lainnya! Kalaupun aku gila itu semua karena kamu!!” Teriaknya.
Semuanya benar. Yang Joon katakan begitu benar sampai sampai menohok hatiku terlalu dalam.
Kematian Jonghyun..
Kelumpuhan Jino..
Kehancuran SHINee..
Bahkan sampai ketidak sadaran Key kekasihku sendiri..
Semua dikarenakan seorang aku..
“Jinki baby...”
Namun jika aku menyerah disini..
“Kamu boleh melakukan apa saja untuk menghukum diriku.. Tapi.. Tapi.. Bagaimana dengan Key? Bagaimana bisa aku membiarkan Key terluka sendirian??!”
“Lalu bagaimana dengan hatiku??!!” Joon berteriak lebih kencang, cengkramannya melunak.
Kepalanya tertunduk di bahuku, aku merasakan bajuku basah. Airmata?
“Bagaimana dengan hatiku yang sakit karenamu, Onew? Bagaimana??” Lirihnya.
Aku merasa menyesal atas segala luka yang tanpa sengaja kutorehkan pada hatinya. Namun hatiku sendiri, aku tak bisa mengurusnya. Bagaimana aku bisa mengurus hati orang lain?
Maafkan aku, tapi aku tidak sesungguhnya peduli pada hatiku.
Pada hati Jonghyun.
Pada hati Jino.
Juga hati Joon, namja yang mencintaiku seperti orang gila ini.
Yang aku pedulikan hanya hatinya, Key seorang..
“Lepaskan aku Joon!” rontaku.
“Tidak akan! Kali ini tidak akan aku biarkan kamu kembali ke sisinya!!!” Teriaknya lebih keras lagi, kali ini kembali memenjaraku.
Lenganku terasa linu, lemas. Aku hampir saja memilih terjun saat Joon membuka pintuku dan kencangnya angin mulai menyapu punggungku.
Tapi saat aku melihat di kursi belakang, kekasihku yang amat kucintai itu terlempar kesana kemari akibat mobil yang berjalan tak karuan arahnya ini, aku teringat…
“Jinki.. jagiya..” Aku teringat betapa lembut suaranya memanggilku.
“Nae Jinki, ayo kamu harus makan atau aku akan memakanmu sekarang juga!” Juga ancaman manisnya karena dia amat mengkhawatirkan aku.
“Jinki aku menunggumu pulang..” Juga suaranya yang begitu kesepian di line telepon jika aku sedang tidak bisa pulang kesisinya.
“Loh?? Jinki!! Kamu mau kemana? JINKIIII~!” bahkan teriakannya pun masih terngiang jelas.
Tak pernah aku duga teriakan itu akan menjadi terakhir kalinya aku mendengar suaranya, suara merdu yang amat kucintai melebihi apapun di semesta ini.
Aku dan Key selalu terganggu oleh padatnya aktifitas ataupun kesalahpahaman yang tidak penting.
Cintaku padanya tak pernah sampai dengan tepat dikarenakan berbagai alasan tidak penting seperti cemburu..
Andai saja jika aku ini seorang laki laki berhati lapang dan tidak pencemburu, mungkin Key dan aku sekarang sedang berbagi pelukan hangat dibawah selimut ranjang kamarku.
Atau bisa saja kami sedang dalam balutan air shower sambil menggoda satu sama lain.
Kita bisa saja berada dalam suatu keadaan bahagia saat ini, bukannya pilihan bodoh seperti ‘aku hidup sementara kamu mati’. Bukan, bukan seperti itu kan, Key?
Jika saja hari itu aku tidak termakan rasa cemburu dan ragu atasmu, pastilah kini semuanya tak akan sekacau ini.
Jika saja hari itu aku pulang bukannya lari ke pelukan namja ini, yang mencintaiku seperti orang gila ini- dia gila karena aku Key, karena aku begitu tergila gila akan kamu- jika saja tidak begitu..
Jika segala keegoisanku tak merajai diri ini…
Mungkinkah kita masih bersama sama pada detik ini Key?
“Baiklah Joon..” Ujarku dan kurasakan remasannya pada tanganku melentur. Ada senyuman lebar di wajahnya.
“Bagus!! Bom nya akan segera meledak. Akan kuhitung sampai tiga, hitungan ketiga kita loncat bersama sama Onew!!!”
Key..
Jika saja aku benar benar harus memilih.
KLEK
“Satu..”
Diantara hidup atau mati.
“Dua..”
Tahukah kamu apa yang akan kupilih?
“Ti...”
“Maaf Joon.. Selamat tinggal…”
BRUK!!!
“Onew!!! Tidaaaaak!!!”
Dibandingkan aku hidup seribu tahun lamanya dengan semesta dibawah kakiku…
Dibandingkan aku hidup seribu tahun dengan kasih sayang dari seluruh orang di dunia ini…
Dibandingkan aku hidup seribu tahun dengan segala kesempurnaan yang ada di jagad raya ini…
“Nae Key..”
Aku lebih baik memilih mati.
Aku lebih baik mati jika didalamnya ada kamu.
Karena di tiap helaan nafas yang pernah aku hembus terselip namamu.
Karena di tiap denyut jantung yang memacu terpompa oleh cintaku atasmu.
Karena sedetik saja aku tanpa keberadaanmu, terasa bagaikan melayang di ruang hampa udara.
Aku tak dapat bernafas dengan normal.
Tanpa kamu sedetik saja dalam kehidupanku ini Key..
Rasanya akan lebih menderita dari berada di dalam siksa api neraka..
Key, pilihanku kali ini..
Sangat tepatkan, jagiya?
Kamu akan bilang ‘nae Jinki pintar!’ lalu setelahnya kamu akan menghadiahi aku kecupan di pipiku kan?
Kamu akan melakukannya kan Key?
PIK PIK PIK..
“Key...”
GYUT~
Key, sekarang kamu tidak usah takut sendirian di dunia asing itu, karena kini aku sudah memelukmu dengan eratnya.
Karena kini kita bisa bersama sama menghadapi kematian.
Kematian lebih terasa mudah jika itu bersamamu.
Sebaliknya kehidupan terlihat amat sulit saat tiada kamu lagi di dalamnya.
Karena bagiku, kamulah arti kehidupanku yang sesungguhnya..
Meski mungkin aku bukan arti kehidupanmu..
Meski mungkin kamu tak sepenuhnya mencintai aku..
Tapi sungguh, seluruh hidupku aku letakkan diatas hatimu..
“Aku mencintaimu... Dengan seluruh hati dan jiwaku, Key..”
PIK!!
BAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAMMM!!!!
§ Bukan kepergianmu yang membunuhku, melainkan kamu, yang mencintai orang selain aku. - Imagine Me & You
Seorang namja dengan luka di sekujur tangan dan kakinya yang kini terbalut oleh perban terlihat meringkuk di atas ranjangnya yang tipis.
Sekitarnya ruangan serba putih yang harusnya adalah sebuah kamar terlihat berantakan dan tak karuan.
Ia terlihat kacau dengan rambut yang kusut juga perban disana sini. Tentu saja, ia terluka cukup parah akibat terlempar dari mobil yang melaju diatas kecepatan 100 km/jam.
Darah mengalir dengan derasnya dari luka luka di nadi yang ia sayatkan sendiri.
“Hahaha.. Onew.. Haha... Aku akan menyusul kamu.. S... sebentar lagi aku akan menemukanmu...” Tawanya sambil menggenggam erat kawat tajam yang ia pakaikan untuk mengguratkan luka luka dalam itu beberapa saat lalu.
Ia terlihat begitu putus asa sehingga membunuh dirinya sendiri.
Teringat akan seseorang yang amat dicintainya telah meninggalkan ia untuk selama lamanya. Terlebih alasan kematian orang yang ia cintai itu adalah untuk orang lain dan bukannya dia.
Mungkin ia memimpikan suatu hari akan dicintai oleh orang yang ia cintai.
Namun kenyataannya ia tak dicintai oleh siapapun tak terkecuali dirinya sendiri..
Bermimpi memang indah, namun saat tersadar darinyalah yang sulit..
“Hha... hh...” Nafasnya mulai tersengal sengal, jantungnya memacu dengan cepatnya.
Namja itu meregang nyawa dengan air mata dan tawa kehilangan.
Namja itu bernama Lee Joon..
Sementara namja bernama Lee Joon itu meregang nyawa, seorang namja mungil yang tengah duduk di kursi rodanya terlihat begitu berani berada diatas gedung rumah sakit berlantai 15. Terlebih kini kursi roda tersebut berada di ujung dari atap rumah sakit tersebut.
Namja bertubuh mungil itu bernama Cho Jino.
Wajahnya pucat dan lebih kurus dari sebelumnya.
Telah lama ia berhenti mengkonsumsi makanan manusia normal, yang membuatnya tetap hidup adalah air gula dan garam yang disalurkan melalui selang selang infus pada lengannya yang kurus dan membiru.
“Jonghyunnie hyung.. Dingin sekali diatas sini..” Bisiknya dengan bibir gemetar, dicengkramnya lengan kurusnya kuat kuat.
Kepalanya tengadah terhadap langit.
“Sangat cerah, apakah itu pertanda bahwa kamupun senang karena sebentar lagi aku akan bergabung denganmu hyung?” Tanyanya dengan sebersit senyum bahagia.
Mengingat namja tampan bernama Jonghyun memang sanggup membuat Jino merasa amat bahagia.
Namun bahagia yang segera berganti luka saat mengingat namja itu tak ada lagi di dunia yang kini Jino tinggali.
“Ah... Anginnya kencang sekali hyung. Mungkin jika aku meloncat dari sini aku bisa terbang bersama angin menuju tempatmu berada.” Jino mulai menggerakkan roda pada kursi rodanya.
Memegang roda itu kuat kuat.
Ditatapnya ujung atap tempatnya saat ini berpijak.
Ditatapnya langit cerah dengan matahari bersinar malu malu dibalik awan diatasnya.
Jino tersenyum.
“Kim Jonghyun...” Nama satu satunya orang yang ia cintai.
Satu satunya nama kenapa ia harus hidup dan bernafas.
Karena itu, jika tiada lagi sang pemilik nama untuk apalah lagi ia bertahan di dunia fana yang penuh dengan kenyataan pahit tentang kelumpuhan tubuhnya dan penolakan?
Tubuhnya terjatuh dengan mudahnya. direntangkannya kedua tangannya lebar lebar. Tubuh mungil itu seolah olah terbang dengan indahnya.
Senyumnya terkembang, tekanan angin membutakan matanya.
Airmatanya mengalir tepat saat aspal menghantam tubuhnya begitu keras.
BRUKKK!!!
Lalu tubuh mungil itupun jatuh dengan mulusnya diatas sebuah aspal jalan raya yang ramai akan lalu lintas.
Tubuh mungil berbalut luka dan darah dimana mana itu...
Mungkin terlihat menyakitkan bagi orang orang yang melihatnya.
Namun bagi namja mungil itu bukan tubuhnya yang penuh luka dan darah lah yang sakit.
Melainkan hatinya.
Baginya kehilangan nyawa adalah soal mudah.
Bagi orang orang ini kehilangan nyawa memang sangatlah mudah..
Apa yang sulit daripada menyerahkan nyawa untuk mengakhiri penderitaan?
Yang sulit itu adalah..
Mencintai…
Karena di dalam mencintai akan terselip begitu banyak luka.
Karena mencintai itu tak hanya tentang bahagia.
Tapi juga luka.
Karenanya lah untuk mencintai seseorang dibutuhkan keberanian yang amat besar.
Kamu harus selalu siap untuk segala kondisi dan situasi.
Karena untuk mencintai…
Kita pun harus siap untuk-
Terluka..
END