Girl With a Knitted Smile (on her face)

Feb 17, 2014 15:32

Title : Girl With a Knitted Smile (on her face)
Author : sutradarabukan
Genre : Slice Of Life
Rated : PG


Pada suatu masa, hiduplah seorang gadis bersulamkan senyuman pada wajahnya.
Gadis itu memiliki rambut segelap lautan di tengah malam, bola matanya indah bak bintang Canopus yang merupakan bintang paling terang di rasi Carina, bibirnya penuh dan ranum seperti buah yang siap untuk disantap menghilangkan dahaga.
Hanya orang bodoh atau buta yang tidak mengatakan bahwa rupanya tak jelita. Dan mungkin saja, aku adalah salah satu dari orang bodoh itu.
Bukannya aku tidak tahu begitu banyak yang mendambanya, aku tahu, aku lihat tatapan buas mata mereka menelanjangi sang gadis jelita itu.
Bibirnya itu selalu tersenyum dengan lebar, gelak tawanya memekakkan telinga.
Tapi tiap kali aku memandang wajahnya itu; yang kulihat hanya senyuman palsu yang disulamkannya dalam dalam ke wajah jelitanya itu.
Hal yang selalu membuatku sedih, karena aku tahu betul bahwa awalnya ia tidak memiliki senyuman sulaman itu.
Aku ingat saat si jelita itu masih memiliki senyumnya yang cantik di wajahnya. Ia memang pribadi yang periang, tak sulit melihatnya tertawa. Derai tawanya saat kugoda akan tubuhnya yang kurus dan jenjang; amat merdu seperti permainan harpa malaikat di surga.
Kesukaannya adalah membuat orang tertawa bersamanya. Ia akan memperagakan adegan lucu yang akan mengocok perut siapapun yang melihatnya sampai geli, ia tidak peduli jika itu membuat wajahnya jelek atau terlihat aneh. Yang ia tahu hanyalah; ia menikmati menjadi alasan untuk senyuman dan tawa orang orang di sekitarnya.
Seiring waktu berjalan, ia berusaha makin keras, untuk membuat orang bahagia karenanya.
Si gadis berhati malaikat satu itu, mencari cara bagaimana untuk membuat semua orang tetap bahagia, bagaimana untuk membuat mereka semua tersenyum. Sampai-sampai ia sendiri lupa, bagaimana caranya untuk tersenyum.
Kehidupan, seperti orang pada umumnya, pastilah mengalami kerikil dan batu pencobaan. Hanya saja ia memiliki sebuah batu karang di kehidupannya yang ia kira akan seindah dongeng. Ia yang dulu memiliki segalanya, tiba tiba harus dihadapkan dengan kenyataan bahwa ia bukanlah apa-apa. Orang orang yang ia sayangi melebihi dirinya sendiri ternyata tidak menganggapnya lebih penting dari kesibukan di hidup mereka masing-masing.
Sementara sang gadis rela mengorbankan waktu, tenaga, keringat, dan airmata, tak seorangpun yang mau melakukan hal yang sama pada dirinya. Ia hanya berjuang, sendirian.
Ia berusaha untuk tidak berubah meski ia kini menyadari semuanya. Namun tiba-tiba saja saat ia sedang tersenyum dan bersenda gurau dengan sahabat karib yang amat disayanginya- ia sadar; bahwa tersenyum rasanya menyakitkan.
Terasa menyakitkan karena kini ia sadar bahwa semua orang berpikir bahwa ia dilahirkan untuk membuat orang bahagia bukannya untuk menjadi bahagia. Ia lupa bagaimana rasanya itu bahagia karena ia terlalu asyik membagikan kebahagiaannya pada orang lain sampai tak berbekas untuk dirinya sendiri.
Orang pikir, ia adalah gadis paling bahagia di dunia--dengan senyuman yang tak pernah lepas dari wajahnya itu--semua terkecoh akan senyuman palsunya yang tak pernah lepas dari wajahnya.
"Kenapa tidak ada yang mengerti? Bahwa aku juga bisa kecewa? Bahwa aku juga bisa bersedih? Bahwa aku juga bisa terluka dan menangis?" Gadis itu berteriak dalam tawanya, tapi tak seorangpun mendengar di tengah tengah tawa keras mereka menertawakan kekonyolan yang dilakukan sang gadis.
Setiap hari sang gadis harus pulang dan menambal senyumannya yang mulai pecah dan jatuh menjadi remah remah di tanah. Ia menambalnya kembali agar orang lain tidak melihat betapa rapuh senyumannya sesungguhnya.
Hari berganti hari, orang mulai bertanya, mengapa senyumnya terlihat tak seindah dulu? Mengapa senyumnya itu terlihat menggelikan akibat tambalan dimana mana. Tanpa senyumnya, orang-orang menjadi takut dan enggan berdekatan dengannya. Ia diasingkan seperti seseorang yang tak pernah ada.
Lalu sang gadis berlari pulang dan mengurung diri di kamarnya. Ia menangis sampai dalamnya lautan pun tak akan sanggup membendung tangisnya.
Dan meskipun ia menghilang berhari-hari lamanya, berbulan-bulan, dan menjadi tahun. Tak seorangpun menanyakan keberadaannya.
Sang gadis merasa ia hanyalah hantu yang kini telah dilupakan dan tak dapat dilihat orang orang disekitarnya lagi. Awalnya ia pikir itu menyenangkan, menjadi hantu, ia tak perlu lagi menambal senyumannya karena toh tak seorangpun bisa melihatnya. Tapi ia salah.
Menjadi hantu itu sepi.
Benar memang, tak ada yang bisa menyakitinya saat ia menjadi hantu.
Tapi tak ada juga yang bisa menyentuhnya--ia rindu akan kehangatan tangan seseorang di kulit tipisnya yang dingin.
Setelah membulatkan tekad, maka ia memutuskan untuk kembali menjadi dirinya yang dulu, ia akan berhenti menjadi hantu.
Kembali kepada hidupnya yang lama, amat sulit ternyata. Ia harus terseok seok menemukan dirinya sendiri dan menemukan--kehampaan.
Ia lupa bagaimana menjadi dirinya yang dulu. Yang semua orang sukai dan harapkan. Jangankan menjadi dirinya yang dulu, ia bahkan sudah lupa caranya tersenyum.
Setelah berpikir keras ia pun mendapatkan ide cemerlang, ia memutuskan untuk menggambar senyum di kertas dan menyulamkannya pada wajahnya.
Walaupun ragu, ia pun akhirnya kembali dan menemui orang orang yang sudah lama tak dijumpainya.
Melihat senyuman di wajah sang gadis, mereka pun lantas menyambut sang gadis dengan gembira; mengatakan bahwa mereka merindukan sang gadis dan menanyakan kemana selama ini ia menghilang.
Sang gadis ingin bertanya, jika benar mereka merindukannya selama kepergiannya menjadi hantu, mengapa tak sekalipun mereka mencoba mencarinya? Tapi sang gadis tahu betul bahwa pertanyaannya itu bodoh dan jawabannya akan menyakiti hatinya.
Jadi ia diam, dan hanya berakting seolah semua baik baik saja.
Kini gadis itu melanjutkan hidupnya. Ia masih kesepian meski kini ia dikelilingi oleh orang orang yang mengatakan bahwa mereka menyayanginya. Ia masih mengenakan senyuman sulaman di wajahnya yang semua orang lupa bagaimana rupa aslinya.
Tapi tidak apa-apa.
Karena meski semua orang lupa, betapa indah senyuman aslinya dan betapa cantik wajahnya di balik senyuman sulaman itu, aku tidak.
Aku, orang yang selalu memperhatikannya dalam diam, dan biasa dipanggil bibir cantiknya itu;
"Cermin cermin di dinding, siapakah yang memiliki senyuman paling cantik di jagat raya ini?"
Aku tersenyum, karena jawabannya selalu sama.
"Anda, ratuku."

FIN

The loneliest people are the kindest.
The saddest people smile the brightest.
The most damaged people are the wisest.
All because they do not wish to see anyone else suffer the way they do.

snowwhite!au, oc, drabble

Previous post Next post
Up