UNDERCOVER COP AND HIS DEEPEST SECRET / 1s / Police!AU, Romance

Jul 01, 2014 14:05


Title : UNDERCOVER COP AND HIS DEEPEST SECRET

Author : Admin H

Genre : Romance, Slight!Angst, Police!AU, Club!AU

Rated : NC17 (For mature content)



Byunghun menatap puntung-puntung rokok yang berserakan di lantai sambil merogohi kocekcelananya. Berharap masih ada satu lagi untuk dihisapnya sambil mengarungi malam.

“Shit, aku kehabisan.” Umpatnya sambil berjongkok dan mulai memilah milah diantara puntung-puntung rokok itu, bilamana ada yang tersisa untuk dihisapnya.

“Berhenti memunguti kembali rokok yang sudah kau hisap Byunghun-ah.” Byunghun mengangkat wajahnya dan memicingkan matanya saat melihat siluet seseorang berdiri di frame pintu mahogany itu. “Aku membelikanmu permen lollipop sebagai gantinya. Tangkap ini.” Dan disusulnya oleh sebuah bungkusan permen yang mengenainya tepat dikepalanya.

“Ouch! Sakit tahu!” Byunghun menggosok kepalanya tepat dimana kantung plastik berisi permen itu mengenainya. “Memangnya aku anak kecil yang bisa dibujuk oleh permen murahan begini?” Ia melempar plastik itu dengan kesal, isinya berhamburan kelantai bersatu dengan puntung-puntung rokok kotor itu.

“Aww, tapi kamu yang dulu amat menyukainya.” Nada suara pria itu amat menyebalkan, mengejek Byunghun yang tengah kesal karena kehabisan sesuatu untuk dihisap. “Haruskah aku membelikan mu balon seperti saat kita masih kecil dulu?”

Byunghun mendengus, lalu menarik tangan kurus yang terasa amat familiar itu dengan kasar dan membanting tubuh pria yang bertubuh beberapa cm lebih tinggi darinya itu ketembok dengan cat terkelupas murahan di belakangnya.

“Byunghun apa yang kau-“ Ia memberontak dalam cengkraman tangan Byunghun tapi Byunghun tak mungkin melepaskannya semudah itu, ia kini menangkup wajah cantik yang amat kontras dengan ruangan bobrok yang selalu menjadi tempat persembunyian Byunghun itu kencang-kencang. Byunghun seketika merasa paru-parunya dipenuhi oleh zat yang lebih berbahaya dari nikotin.

Cinta.

“Kenapa kamu terus datang?”  Tanya Byunghun, tangannya masih memerangkap pria berambut gelap itu rapat rapat. “Beritahu aku Chanhee, kenapa?”

Chanhee, nama pria itu, pria yang kini menyunggingkan seulas senyuman pada Byunghun dan menjawab: “Kamu sudah tahu jawabannya.”

“Bahwa kamu berharap aku dapat menjadi kaki tangan untuk permainan james bond-mu?” Byunghun ingat pertama kali ia bertemu Lee Chanhe, teman sepermainannya yang juga tetangganya yang tidak pernah ditemui nya lagi seusai kelulusan mereka dari bangku sekolah menengah atas yang sama, ia tidak pernah menyangka bahwa anak kecil bertubuh kurus dan cengeng dengan celana pendeknya itu akan menjadi seorang polisi undercover yang menangani obat-obatan terlarang di provinsi Gyeonggi dimana Byunghun telah menetap untuk lima tahun belakangan.

Ia ingat saat mata indah itu menangkap matanya di tengah keramaian para pemabuk di klub malam murahan yang selalu Byunghun kunjungi. Pekerjaannya sebagai DJ selalu membuatnya menjadi pusat perhatian, tapi ia tidak menyangka bahwa ia akan menjadi sosok yang akan menangkap ketertarikan kawan lamanya itu-yang ternyata hanyalah kedok agar Byunghun mau bekerja sama dengannya memberantas peredaran obat-obatan terlarang di daerah Gyeonggi-do.

“Sebenarnya alasanku tidak hanya itu.” Chanhee memecahkan keheningan dan yang Byunghun rasakan berikutnya adalah bayang-bayang tangan Chanhee diatas pinggangnya.

“Aku hanya menikmati waktu berdua denganmu, apa itu salah?” Tanyanya dengan senyuman menggoda yang jika Byunghun tidak tahu apa maksud dari segala kemanisan pria dihadapannya ini-ia pasti sudah jatuh kedalam godaannya sedari tadi.

“Bull shit.”Byunghun melepaskan cengkramannya dari tubuh Chanhee dan menjauh dari pria yang masih menatapnya lekat-lekat itu, seolah Byunghun adalah sasaran empuk untuk makan malam.

“Sudah kubilang, aku ini hanya tahu cara memainkan mix lagu-lagu picisan diatas turn table dan bukannya menjadi mata-mata dan mengkhianati temanku sendiri.”

"Teman, huh?" Chanhee berjalan mendekat, kali ini ia menyodorkan Byunghun sebuah kotak rokok yang terlihat mahal. Tentu saja Byunghun yang bergaji pas-pasan itu, mengambil rokok yang ditawarkan Chanhee dan buru-buru menyalakannya, dan menghisapnya dalam-dalam.

“Pelan-pelan saja, atau kamu akan tersedak asapnya sendiri dan mati tercekik.” Chanhee terkekeh lalu menepuk punggung Byunghun saat ia benar-benar terbatuk oleh asap dari rokok yang dihisapnya sendiri.

“Berisik, aku mati pun tidak akan ada yang merasa kehilangan.” Byunghun mencibir dan kembali menghisap rokok yang menjadi candunya itu, ia memang tidak mengkonsumsi minuman keras ataupun obat-obatan terlarang, tapi rokok lah yang membuatnya kecanduan.

“Jadi itu alasannya? Kamu ingin cepat mati karena toh tidak akan ada yang menangisi kematianmu, begitu?” Chanhee mencuri sepuntung dari Byunghun dan menyalakannya. Itu kali pertama Byunghun melihat Chanhee merokok, dan benar saja-itu pasti benar benar kali pertama si polisi muda itu merokok karena lihat saja caranya terbatuk setengah mati hanya dengan satu hisapan.

“Hey, berbeda denganku kamu ini memiliki hidup yang berarti, jangan membuang-buangnya dengan racun seperti rokok.” Byunghun merebut rokok Chanhee dari jemarinya yang lentik, dan ia hampir melewatkan cincin perak yang melingkar di jari manis tangan kanannya. “Terlebih lagi jika kamu memiliki seseorang yang menunggumu dirumah seperti seorang istri.”

“Istri?” Chanhee menoleh kearah Byunghun, tenggorokannya masih terasa tidak enak. “Apa maksudmu?”

Byunghun menunjuk cincin yang dikenakan Chanhee dan terkekeh. “Dan kamu masih berani menggodaku huh? Siapa yang memberitahumu bahwa kamu ini tipeku? Niel? Atau mungkin si pemabuk Changjo?” Tanya Byunghun sambil kemudian menyesap rokoknya lagi.

“Aku ini tipemu?” Kali ini mata Chanhee membelalak kaget, tapi kemudian ia tersenyum dan menyenderkan kepalanya di bahu Byunghun. “Jadi jika kuberitahu bahwa cincin ini hanyalah aksesoris biasa yang diberikan oleh mendiang ayahku, kamu akan setuju untuk menemaniku minum malam ini?” Bisiknya.

Byunghun merasakan sekujur tubuhnya dialiri listrik saat dirasakannya nafas Chanhee yang begitu dekat dengan tengkuknya yang sensitif.

“A-aku tidak begitu suka minum.” Kenapa ia tergagap karenanya?

“Kalau begitu bagaimana jika secangkir kopi? Malam ini terasa lebih dingin darimalam-malam kemarin bukankah begitu?” Chanhee kini mengerlingkan matanya, dan Byunghun bohong jika itu tidak memiliki efek apapun pada dirinya.

“Oke.”Balas Byunghun.

Malam itu mereka berakhir berhubungan intim di dalam toilet kafe yang seharusnya menyadarkan mereka dengan kopi pahitnya bukannya membuat kedua pria itu saling mabuk akan rasa kenikmatan yang tubuh mereka alirkan ke tubuh satu sama lain.

Itu bukan kali pertama Byunghun berhubungan intim dengan seorang pria, ia tahu bahwa ia menyukai pria sedari ia menginjak puber, tapi ia tidak menyangka bahwa seorang pria-seperti Chanhee dapat membuatnya merasa seperti dibakar hidup-hidup dengan tiap sentuhannya.

“Aku tidak tahu bahwa kamu ini tipe yang suka teriak, Byunghun-ah.” Chanhee menyeringai seusai mereka menyudahi kegiatan mereka di dalam toilet dan sedang sibuk memakai celana mereka kembali.

“Kita tidak bisa menilai buku dari sampulnya, eh?” Tambahnya lagi.

Byunghun menyipitkan matanya pada Chanhee dan meninju lengannya pelan. “Shut up.”

Semenjak itu segalanya terasa terlalu kasual untuk kedua pria itu. Bertemu di bawah hingar bingar klub, menunggu sampai shift Byunghun habis, lalu tatapan mata penuh arti dari Chanhee dan kunci mobil yang sengaja diletakkannya diatas meja bar agar Byunghun bisa mengambil setir dengan mudah dan membawa mereka berdua ke tempat dimana merekabisa bebas berdua mengisyaratkan segala perasaan ke dalam perbuatan yang mungkin saja tabu di mata orang kebanyakan.

Terlalu mudah, amat mudah, bagi Chanhee untuk membuat Byunghun lupa bagaimana rasanya terakhir kali ia tidur di ranjangnya yang kecil tanpa hangat dari tubuh Chanhee disisinya.

“Apa pistolmu itu memiliki peluru?” Tanya Byunghun sambil memandang malas ke atas meja buffet dimana Chanhee menanggalkan lencana polisi dan senjata apinya yang kecil itu. “Aku bertanya-tanya jika kamu pernah menembakkan timah panas itu ke tubuh seseorang.”

Chanhee berdehem, lalu berbalik badan untuk bertemu wajah dengan Byunghun. Ia tersenyum dan Byunghun hampir lupa apa pertanyaannya saat Chanhee menjawab: “Rahasia."

"Cih, kamu ini menyembunyikan begitu banyak rahasia. Kenapa begitu pelit sih?" Byunghun mencibir sebal.

"Lagipula... Apa pedulimu? Bukankah kamu amat membenci permainan murahan James Bond ku?”

Memang benar, Byunghun tidak tertarik dalam urusan rumit semacam misi penyamaran Chanhee. Tapi bagaimana ia bisa berpura pura tidak peduli jika dilihatnya berat badan Chanhee menurun (Kini tulangnya menusuk paru-paru Byunghun saat mereka berpelukan tanpa baju melekat) dan bekas lebam disana sini diatas kulit pucat Chanhee.

“Aku hanya tidak bisa membayangkan suatu malam nanti aku tidak akan menjumpaimu di dalam keramaian di klub, atau tidak ada lagi seorang polisi payah dalam penyamaran yang menungguku di bar dengan gelas brandinya yang masih terisi penuh.” Byunghun tidak mengerti mengapa ia bisa begitu jujur malam ini. Mungkin itu efek dari tubuhnya yang akhir-akhir ini terasa ringan akibat ia mengurangi jatah rokok yang dihisapnya selama beberapa bulan terakhir.

Chanhee menggantikan kecanduannya akan rokok, memang ia bebas dari racun mematikan bernama rokok itu, tapi kini ia kecanduan sesuatu yang lebih berbahaya.

Lee Chanhee.

Chanhee terkekeh, ia kini memegang sebuah rokok yang menyala dan menyesapnya diantara bibirnya yang sedikit membengkak sehabis make out session mereka berdua beberapa saat lalu. Kini ia telah terbiasa dengan rokok dan tidak lagi terbatuk karenanya. Byunghun baru menyadari bahwa mungkin saja efek mengurusnya tubuh Chanhee adalah akibat racun yang ada di dalam rokok itu. Dan jika begitu, berarti Byunghun sendirilah yang membuat Chanhee terlihat sengsara seperti sekarang ini.

“Byunghun-ah…” Chanhee menekan ujung rokok yang belum habis dihisapnya itu ke dalam asbak lalu meraih tubuh telanjang Byunghun dan memeluknya dari belakang. “Bagaimana jika kita lari saja? Ke suatu tempat dimana tidak ada seorang pun mengenal kita. Tidak ada lagi DJ L.Joe dan pecundang pemabuk Chunji yang sebenernya adalah polisi dalam penyamarannya.”

Byunghun tertegun, tapi ia mendengarkan tiap kata yang Chanhee ucapkan.

“Bagaimana jika kita lari ke dalam kehidupan lain dimana semuanya tidak sekacau dan serumit ini? Dimana kita bisa bergandengan tangan saat menyusuri jalan disiang hari, lalu kita bisa berkencan di taman, dan saat kamu mengantarkanku ke pintu rumahku aku akan bisa dengan lantang mengatakan bahwa aku-“ mencintaimu.

Byunghun membaca kata terakhir yang tak tersuarakan itu dalam tatap mata Chanhee. Sejak kapankah-sejak kapan mata Chanhee menatapnya dengan tatapan seputus asa itu? Atau itu hanyalah efek dari garis hitam di bawah mata Chanhee? Dan sejak kapan Chanhee memiliki mereka? Mata Chanhee dulu tidak terlihat seperti-

“Jangan mati.” Byunghun memegang wajah Chanhee yang pipinya terasa amat tirus di dalam telapak tangan Byunghun. “Berjanjilah padaku, apapun yang terjadi -“ Suara Byunghun tercekat oleh airmata yang sudah menumpuk di pelupuk mata. “Jangan mati.”

Chanhee tersenyum, lalu ia menghapus bulir air mata Byunghun yang jatuh dengan bibirnya. “Tidak akan,bodoh.”

Byunghun menatap mata Chanhee, berharap ia akan menemukan cerminan bahwa pria itu tengah berbohong tapi tidak. Chanhee benar benar berkata tulus dari hatinya. “Aku berjanji, hal apapun yang terjadi aku tidak akan mati.”

Chanhee menyeringai dan mengacak-acak rambut kusut masai milik Byunghun. “Memangnya kamu pikir aku akan mati semudah itu?”

“Memangnya kamu ini kucing yang memiliki sembilan nyawa? Tentu saja kamu akan langsung mati jika keadaannya kritis, bodoh!” Umpat Byunghun.

Chanhee tertawa lalu mengecup Byunghun tepat dibibir DJ kurus itu. “Tidak akan, aku janji.”

Tapi janji dibuat untuk diingkari.

“Hey Niel, apa kamu lihat si pecundang satu itu?” Tanya Byunghun saat sesi nya berakhir diatas meja turn table. “Aku tidak melihatnya sejak dari dua jam lalu dan ini aneh karena biasanya jika aku berada di atas, ia pasti akan datang ke klub.”

“Kamu belum dengar soal Chunji?” Niel, sang bartender menjentikkan jarinya sebelum Byunghun menjawab. “Ah maksudku Chanhee, ya nama sebenernya adalah Lee Chanhee. Dia itu ternyata polisi yang menyamar untuk mengincar C.A.P!”

Byunghun tahu siapa itu C.A.P, ketua para gang yang menguasai daerah Gyeonggi dan sekitarnya, ia juga yang menjadi otak dalam bisnis pengedaran obat-obatan terlarang di daerah itu. Most wanted person yang Chanhee cari selama setahun belakangan ini.

“A-apa yang terjadi???” Byunghun merasakan tangannya berkeringat dingin, ia tahu suatu hari nanti kedok Chanhee akan terbongkar. Tapi ia tidak tahu bahwa kedoknya akan terbongkar oleh sang bos mafia itu sendiri.

“Kamu tahu kan bagaimana menakutkannya C.A.P hyungnim saat ia marah? Kudengar pria malang itu ditembaki oleh pistolnya sendiri sampai mati.” Niel menggosok gelas brandi kosong lalu mengisinya dengan minuman keras yang biasanya Chanhee pesan sambil menunggu Byunghun untuk turun panggung. “Minumlah, kudengar kamu cukup akrab dengan pengkhianat satu itu. Bisa-bisanya ia menipu kita dan berpura-pura menjadi salah satu diantara kita-loh? Byunghun?”

Byunghun mengambil gelas berisi minuman terlarang itu lalu mengambil sebuah pil yang selalu disimpannya untuk berjaga-jaga jika kejadian buruk seperti ini terjadi-dan meneguk pil itu bersamaan dengan minuman keras itu.

“Byunghun-ah!!!”

Dunia terasa berputar-putar, tapi tidak sepusing saat dilihatnya Chanhee memberikan senyuman padanya di saat mereka masih muda dan polos dahulu.

Tenggorokannya terasa terbakar, tapi tidak sepanas tubuhnya saat ia sedang bercinta dengan Chanhee, mengisyaratkan letupan letupan itu melalui gerakan dan bukannya kata-kata.

Sakit, sekujur tubuh Byunghun rasanya sakit.

Tapi rasanya tidak sesakit saat ia tahu bahwa di dunia yang dipijaknya itu, tiada lagi seorang bernama Lee Chanhee.

***

Byunghun mengerjapkan matanya, membiasakan dirinya akan cahaya terang di hadapannya.

“Byunghun, kamu sudah sadar?” Suara itu begitu familiar, suara itu-

“Chanhee!!!” Tentu saja, karena suara itu adalah milik satu satunya penjahat terbesar dalam hidup Byunghun. “Ka-kamu Chanhee bukan? Chanhee??”

Pria dihadapannya itu memiliki wajah persis seperti Lee Chanhee yang dikenalnya dari bertahun-tahunmasa kecilnya dan juga dari setahun mereka bersama dalam kekacauan realitakehidupan. Tapi dari caranya berpakaian (Ia mengenakan kemeja putih polos beserta celana pendek khaki yang santai) dan juga dari gaya rambutnya (ter style rapi dengan gel rambut) ia sama sekali bukan Lee Chanhee yang Byunghun kenal.

“Menurutmu?” Ia memiringkan kepalanya, dengan sunggingan senyum yang misterius.

“Apa ini surga? Karena mustahil jika kamu adalah Chanhee-karena Niel bilang…”

Chanhee tersenyum. “Niel bilang?”

“Bahwa kamu ditembaki sampai mati oleh C.A.P hyungnim  pistolmu sendiri.” Air mata Byunghun jatuh bercucuran saat kenyataan pahit itu diucapkannya oleh bibirnya sendiri. Ia tidak ingin percaya hal itu,tapi bagaimana bisa jika berita soal si polisi yang menyamar itu sudah menyebar luas ke seantero Gyeonggi-do?

“Kamu bilang kamu tidak akan mati!” Byunghun menarik kemeja Chanhee dan menggoyang tubuh kurus itu dengan gusar. “Kamu janji padaku bahwa kamu tidak akan mati, brengsek!!!” teriaknya dengan penuh amarah.

Namun tatapan teduh penuh penyesalan itu menghapus semua kekesalan dan amarah Byunghun.

“Maaf.” Bisik Chanhee lirih, dan saat tangan lentik itu menangkup wajah Byunghun yang penuh dengan airmata-saat bibir lembut itu menghapus airmatanya lah Byunghun sadar, bahwa pria ini, pria yang hampir seperti orang asing ini adalah benar-benar Lee Chanhee nya. “Maafkan aku karena membuatmu khawatir.”

“Maafkan aku karena tidak menepati janji.” Kini Chanhee melingkarkan lengannya di leher Byunghun dan memeluk Byunghun erat. “Tapi aku disini sekarang, akan selalu berada disisimu dan gak akan pernah mati lagi.”

Byunghun mendorong tubuh Chanhee. “Apa ini surga? Apa berarti pil yang kamu berikan itu bekerja dan membuat ku mati?”

Dan saat Byunghun siap untuk diberitahu kenyataan bahwa kini mereka telah lepas dari dunia fana, Chanhee menghambur dalam tawa.

Chanhee tertawa terpingkal-pingkal, ia sampai memegangi perutnya karena kesakitan.

“Tuan Lee! Apa yang terjadi disini? Kenapa begitu bising?” Seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam berwarna putih-tiba tiba muncul dari balik pintu yang Byunghun tidak sadari ada sedari tadi. “Bagaimana bisa anda tertawa sekeras itu disini?”

Byunghun melihat selang infus di tangannya dan baru disadarinya ia berada di rumah sakit.

"Maafkan aku sus, aku tidak akan berisik lagi, maaf."

Wanita paruh baya itu adalah seorang suster.

Byunghun menggabungkan pecahan puzzle yang terserak dan akhirnya dia mengerti-

“Lee Chanhee!!! Bocah biadab, kamu menipuku ya!!!” Dengan kesal ia memukuli Chanhee yang masih tertawa dengan bantal. Dan bukannya berhenti, ia malah tertawa semakin keras.Untung saja sang suster telah pergi dari pandangan mereka berdua.

“Aduh! Aduh! Maaf Byunghun-ah! Ahahaha! Hentikan!” Chanhee memohon.

“Ceritakan apa yang terjadi baru aku akan berhenti untuk mencoba membunuhmu!!!” Byunghun berteriak kesal.

Chanhee menarik nafasnya, sebelum akhirnya berhenti tertawa dan menggenggam tangan Byunghun. “Pertama, kamu masih hidup, aku pun masih hidup.” Ia tersenyum dan Byunghun merasa ingin menampar senyum itu pergi dari wajahnya.

“Dan kedua, ini bukan surga,kamu berada di rumah sakit Seoul karena kamu memakan pil vitamin C yang kuberikan padamu untuk berjaga-jaga bersamaan dengan alkohol. Dan untuknya kamu telah berada di titik koma selama seminggu! Bayangkan aku menungguimu selama seminggu dengan perasaan was-was dan bersalah! Jadi jangan salahkan aku jika aku mengerjaimu sedikit dengan-“

Byunghun menggigit bibirnya dengan kesal, airmata sudah jatuh lagi di pipinya. “Brengsek, kamu bilang untuk minum pil itu saat keadaan memburuk, kupikir itu adalah pil bunuh diri yang agen-agen rahasia pakai di TV!” Ucapnya dengan gusar.

“Maksudku adalah agar kamu meminum vitamin C itu saat kamu sudah merasa lelah dan tidak enak badan. Siapa yang sangka kamu akan mendramatisir suasana dengan aksi bunuh dirimu itu?”Chanhee menyeka airmata Byunghun dengan sapu tangannya, ia tersenyum lebar meski begitu.

“Dan kenapa Niel mengatakan bahwa kamu sudah-“

“Mati? Yeah, aku memang hampir mati saat C.A.P menembaki aku.” Chanhee membuka kemeja putihnya dan menunjukkan bahwa dadanya penuh dengan balutan perban. “Tapi tentu saja aku selamat.”

Rasa kesal Byunghun sirna dan kini tergantikan oleh perasaan sedih akibat luka yang tercoreng ditubuh Chanhee. “Apakah sakit?”

“Tentu saja, tapi tidak sesakit saat teman agen-ku mengatakan bahwa kamu dilarikan ke rumah sakit akibat overdosis.” Kali ini senyuman di wajah Chanhee terlihat pelik, ia pasti benar-benar panik saat itu, Byunghun berpikir dalam hati. “Jangan pernah lakukan itu lagi, kupikir aku hampir mati karenamu.”

“Cih, kamu saja bisa selamat dari hujan peluru dan kamu akan begitu mudahnya mati hanya karena dengan berita kematianku?” Ejek Byunghun.

Namun Chanhee tidak tersenyum, ia mengangguk dengan wajah sungguh-sungguh. “Aku akan benar-benar mati jika kamu pergi meninggalkanku Byunghun-ah.” Tangannya meremas tangan Byunghun. “Aku sungguh-sungguh.”

“M-maaf.” Lirih Byunghun.

Chanhee menggeleng lalu memberikan senyum pada Byunghun. “Tidak apa-apa. Karena semuanya kini sudah beres. Sehabis kekacauan itu tim ku berhasil menangkap bukti kejahatan gang C.A.P dan kini ia sedang diselidiki oleh detektif yang berwenang.” Chanhee terlihat lega, ia tersenyum dengan leluasa dan itu membuat dada Byunghun terenyuh karena bahagia.

“Kuharap ia membusuk seumur hidup dipenjara karenanya kita menjadi begini kacau.” Byunghun menghela nafasnya dengan sebal dan Chanhee menepuk pipinya untuk menggodanya.

“Tapi ia juga yang membawa kita mendekat. Kalau dipikir-pikir jika aku tidak ditugaskan untuk menyelidiki dia ke daerah Gyeonggi-do aku pasti tidak akan bertemu lagi denganmu-dan itu akan sangat menyedihkan karena aku tidak akan pernah berhasil mengatakan bahwa aku selama ini memendam rasa padamu.” Ungkap Chanhee.

Mata Byunghun melebar oleh berita baru yang amat asing di telinganya itu. “Ka-kamu-??”

“Yeah, sebenernya aku selalu menyukaimu sedari kita kecil.” Chanhee mendekatkan wajahnya, hingga kini ujung hidung mereka berdua bersentuhan dan Byunghun merasakan pipinya memanas saat Chanhee melanjutkan-“Aku selalu mencintaimu, Lee Byunghun.”

Lalu menutup pernyataannya itu dalam satu kecupan dalam dan panjang di bibir Byunghun.

“Aku yang dulu hanya terlalu malu untuk mengatakan.” Tambahnya di sela-sela ciuman hebat mereka.

Byunghun selalu tahu bahwa saat Chanhee mendatanginya dan mengatakan bahwa ia adalah seorang polisi yang sedang menyamar, pria itu pastilah menyimpan begitu banyak rahasia dibalik senyumannya. Tapi siapa yang sangka bahwa rahasia terbesar milik Chanhee adalah bahwa ia telah menyimpan rasa untuk diri Byunghun sedari mereka remaja dulu?

Byunghun tidak dapat menahan senyumannya untuk mengembang, ia mencium Chanhee lebih dalam lagi, dan seolah belum cukup ia menariknya untuk lebih dekat.

“Aku mencintaimu juga, polisi bodoh.”

Chanhee berhenti membalas ciuman Byunghun karena kesal, namun saat Byunghun mengkelitikinya sampai jatuh ke ranjang rumah sakit yang kecil itu, ia hanya tertawa dan membiarkan sang pasien itu menciumi wajahnya sampai habis.

“Aku tahu, aku selalu tahu.”

END

chu, romance, slight!angst, l.joe/chunji, teen top

Previous post
Up