-Hye Rin POV-
“Sudah berapa kali aku bilang? Aku tidak suka dengan pekerjaanmu!” ucapnya.
“Park Yoochun, kenapa sih? Daridulu kan aku sudah bilang.. ini pekerjaanku. Dan aku suka dengan pekerjaanku.. tidak bisakah sekali ini kamu terima keputusanku?”
“Kim Hye Rin, apa yang kamu harapkan dari orang-orang yang kamu selamatkan? Hah? Apa?!! Apa kau dibayar? Selama ini toh kamu menumpang tinggal di sini kan? Di rumahku!” bentaknya tepat di depan wajahku. Sudah berkali-kali kami berdebat tentang pekerjaanku ini, pekerjaan yang kuanggap mulia, tentu saja mulia.. aku adalah relawan unit layanan darurat 1 di Departemen Keselamatan Seoul (Seoul Safety Department). Tugasku menyelamatkan nyawa-nyawa orang yang terancam. Aku terlatih. Dari kecil aku suka membantu orang, karena itu aku tidak pernah mengeluh terhadap pekerjaanku. Tapi, Park YooChun tunanganku. Dia memang penyanyi terkenal yang kaya raya, tapi dia tidak suka dengan pekerjaanku yang menurutnya tidak menghasilkan apa-apa, karena sampai saat ini aku masih menumpang tinggal di rumahnya.
“Hye Rin, ku berikan pilihan untukmu.. keluar dari pekerjaanmu atau kita selesai sampai disini dan silahkan keluar dari sini..” ucapnya dengan tatapan tajam yang menyorot tepat di mataku. Ya tuhan.. mau apa lagi dia? Kenapa dia berikan pilihan ini... kenapa kau jadi egois begini yoochun... kenapa kamu tidak mau mengerti diriku.. Akhirnya sepatah kata keluar dari bibirku.
“Mianhe.. oppa” ucapku.
“Baiklah.. kita selesai sampai disini.. silahkan angkat barang-barangmu dari sini! Dan jangan pernah kembali ke sini karena tidak ada lagi tempat disini untukmu. Cincin tunangan itu bisa kau buang ke tempat sampah dimanapun, asal bukan di rumah ini. Cincin itu terlalu hina untuk berada di tempat sampah rumahku. Dan satu lagi.. aku tidak mau melihat wajahmu lagi! Aku muak melihatmu!” ucapnya sambil melepas cincin tunangan kami yang tersemat di jari manis tangan kanannya. Cincin yang saling kami sematkan di bawah pohon sakura musim semi kemarin dan sekarang terlepas dari jarinya di saat musim dingin yang mengakhiri tahun ini. Ia melenggang santai menuju kamarnya sambil memasukkan cincin itu ke dalam saku celananya. Aku juga melangkahkan kakiku yang terasa berat ke kamarku. Tidak.. itu bukan kamarku lagi sekarang.. bukan milikku, dan aku tidak akan menempati kamar itu lagi. Tidak akan tidur di kasur itu lagi. Tidak akan melihat matahari terbit dari jendela kamar ini lagi. Aku membuka lemariku. Mengambil sebuah koper besar dan memasukkan seluruh pakaianku ke dalam koper itu. Setelah merasa sudah memasukkan semua pakaianku, aku duduk di pinggiran ranjangku. Aku menatap cincin tunanganku lagi. Aku tidak akan melepas cincin ini sampai kapanpun. Karena aku masih mencintainya. Aku sungguh menyayanginya. Bukan karena harta apalagi tumpangan gratis di rumah besarnya ini, tapi jujur karena cintaku padanya yang melebihi kecintaanku pada apapun. Kali ini aku tidak bisa memilih, kalau aku memilihmu berarti aku itu egois. Bukan berarti aku memilih mereka maka aku akan mencintaimu. Tidak sama sekali.. tidak akan pernah.. sedetik pun aku tidak akan pernah melupakanmu. Di luar sana masih banyak orang yang butuh bantuanku. Banyak nyawa orang yang perlu diselamatkan, dan aku tidak bisa tinggal diam menonton berita-berita orang-orang tiu dari TV denganmu. Itu bukan aku. Mian oppa. Batinku sambil memandang cincin itu.Aku membuka pintu kamarku sambil menghela nafas. Aku melirik ke kamarnya yang berada tepat di sebelah kamarku. Tidak ada tanda-tanda bahwa dia akan mencegatku dan memaksaku untuk tidak pergi. Nampaknya aku memang tidak pantas untuknya. Semoga saja, dia bisa menemukan wanita yang jauh lebih baik dariku. Aku mengangkat kakiku untuk meneruskan langkahku menuju pintu rumah mantan tunanganku ini. Aku membuka pintu putih itu. Mulai besok aku tidak akan melihatnya di tempat ini lagi, dan bahkan di manapun aku berada aku tak akan melihatnya. Aku tidak akan menyiapkan untuk sarapannya lagi. Aku tidak akan mendengarnya mengomel pada dirinya sendiri saat ia tak punya ide untuk membuat lagu baru yang akan ditunjukkan padaku nantinya. Aku tidak akan melihat senyum dan tawanya lagi. Dan satu lagi.. aku tidak akan merasakan cinta darinya lagi. Aku membuka kunci mobil sedan pemberian dari tempatku bekerja. Memasukkan koperku ke jok belakang. Lalu duduk di depan kemudi. Sejenak menarik nafas, membiarkan angin malam yang dingin khas seoul memenuhi seluruh ruang di paru-paruku. Memutar kunci untuk menyalakan mesin dan menginjak gas, segera keluar dari rumah orang yang paling aku cintai.
-Yoochun POV-
Maafkan aku Hye Rin.. aku tidak bisa terus menerus begini. Bukan maksudku mau kau pergi dari rumahku apalagi sampai membatalkan pertunangan kita. Aku takut terjadi apa-apa denganmu, chagya... Aku mengambil cincin pertunanganku dia saku celanaku. Lalu, Aku menaruhnya di kotak cincin itu. Sejenak aku memandangi cincin itu. Cincin yang dulu ia sematkan saat mekarnya bunga sakura musim semi yang lalu. Brumm... aku medengar suara mesin yang sangat familiar. Nampaknya gadis itu telah pergi. Berarti tidak akan ada lagi yang membangunkanku untuk sarapan. Tak ada yang memasakanku sarapan. Tak ada yang menungguku saat aku pulang larut dengan senyuman manis di sofa ruang tamu. Tak ada yang menyemangatiku saat aku kehabisan ide saat membuat lagu baru. Dan.. tak ada lagi kasih sayangnya yang kurasakan selama ini. Aku merebahkan tubuhku di kasur berseprai warna biru. Warna kesukaan Hye Rin. Warna kesukaan mantan tunanganku, coba dia mau berhenti dari pekrjaannya.. pasti tidak akan seperti ini.
-Hye Rin POV-
Aku tak tahu harus kemana. Orang tuaku sudah tidak ada. Keluarga besarku juga sudah tidak ada. Aku sekarang sendirian. Benar-benar sendirian. Ikinuku survivor... daremo ga survivor.. HPku berdering. Aku mengambilnya dari laci disamping setirku. Dari tempat kerjaku.
“Yoboseyo”
“Yoboseyo, Hye Rin onnie. Tolong segera ke Seoul Trade Centre. Gedung itu diperkirakan akan runtuh karena adanya kebakaran yang menyebabkan salah satu pilar penyangga gedung itu menjadi hangus. Han Gye street no. 1” Ucap seorang gadis dari seberang telepon. Aku menutup telfon itu. Sudah jelas arah tujuanku sekarang. Seoul Trade Centre, sebuah gedung perbelanjaan yang merangkap gedung perkantoran itu terbakar. Aku menyalakan radio dan mencari saluran radio yang menyiarkan berita tentang STC itu. Akhirnya ia menemukan yang ia cari.
Pemirsa, Gedung yang dikira dapat bertahan selama 20 tahun ini ternyata tidak bisa bertahan untuk 4 tahun karena sebuah kebakaran. Kebakaran disebabkan oleh meledaknya kompor di food court lantai 3 menara STC. Saat ini kepolisian Seoul sudah berjaga-jaga. Mereka sudah mengerahkan tim dari kepolisian untuk mengevakuasi lantai dasar. Sementara itu untuk mengevakuasi lantai atas kami masih menunggu Unit Layanan Darurat/Emergency Service unit 1&2 Seoul Safety Departement yang saat ini sedang dalam perjalanan. Pemadam kebakaran juga telah bersiaga disini guna memadamkan api yang terus berkobar. Dilaporkan bahwa lebih dari 500 orang masih terperangkap di dalam gedung STC. Pemirsa, kami telah melihat mobil peralatan dan anggota Emergency Service Unit 2 datang. Mereka sekarang sedang menyiapkan peralatan yang mereka butuhkan. Menurut infomasi yang kami dapat unit 1 akan mengevakuasi lantai 2 sampai lantai 5 serta mall bawah tanah, sedangkan unit 2 mengevakuasi lantai 6 hingga lantai 11 . Unit 1 terdiri dari 9 laki-laki dan 1 wanita. Sedangkan Unit 2 terdiri dar 3 wanita dan 12 laki-laki.
Mobil yang kukendarai ini sudah sampai di lokasi, bertepatan dengan datang van peralatan Unit 1, yang disusul dengan konvoi mobil anggota Emergency Service Unit 1 lainnya. Aku mengambil tabung oksigen beserta maskernya, earphone dan microphone-nya, senter, safety belt dengan 5 buah carabiner dan sebuah tali sepanjang 10 m. aku meamkai rompi bertuliskan ESU 1 di bagian belakang. Aku menaruh HPku di saku depan rompiku agar mudah kucapai. Setelah berdoa bersama dengan anggota tim-ku, kami membagi tugas. Aku, Han Min, Lee Su, dan Jang Shi mendapat tugas untuk mengevakuasi mall bawah tanah.mereka masuk lewat pintu darurat karna pintu masuk utama telah ditutup untuk mengevakuasi para korban di lantai atas.
-Author POV-
Mereka berempat masuk bersama-sama dengan cekatan dan tenang menyusuri tangga darurat. Dari tangga itu terdengar teriakan-teriakan minta tolong. Mereka bergegas mempercepat langkah mereka. Saat membuka pintu darurat mall bawah tanah terlihat beberapa orang sudah pingsan dan orang-orang lainnya membantu mereka yang pingsan. Hye Rin menyuruh mereka yang masih bisa berjalan untuk membawa korban yang terluka parah akibat kejatuhan puing-puing yang jatuh ataupun terinjak orang-orang yang ingin mengevakuasikan diri mereka ke tempat yang lebih aman. Mall bawah tanah itu sudah hampir kosong. Hye Rin dan teman-teman satu timnya segera menyusuri sudut-sudut tempat itu.
-Hye Rin POV-
Aku menyusuri toko-toko di koridor mall bawah tanah ini. “Tolonggg...tolonggg..” aku mendengar ada suara yang memanggil. Aku segera menuju sumber suara itu, sebuah toko pakaian. Seorang gadis remaja sedang meringkuk ketakutan di bawah meja jati yang cukup keras. Suaranya terdengar serak, mungkin dia sudah daritadi berada di sini namun tidak ada yang mendengar.
“Kau bisa mendengarku?” tanyaku pada gadis itu. Gadis itu mengangguk.
“Namamu siapa?” tanyaku lagi.
“Han Shi Gie” jawabnya dengan suara yang serak.
“ayo aku bantu keluar..” ucapku sambil mengulurkan tangan. Namun tiba-tiba...
GUBRAKKK!!! PRANG!!! BUKKK!!! Atap toko itu runtuh dan aku tertimbun beberapa bongkahan puing besar. Aku meraskan nyeri dan sakit dari pinggang ke bawah serta tanganku yang kiri. Aku melemaskan tubuhku agar rasa sakit itu tidak menyebar terlalu parah. Sementara itu, Gadis itu melihatku sambil ketakutan.
“onnie... onnie.. kenapa?? Onnie.. jawab aku onnie” ucapnya sambil tetap meringkuk di bawah meja itu. Beruntung gadis itu, meja yang melindunginya cukup kuat sehingga dapat menahan beban puing-puing di atasnya.
“onnie. Gak kenapa-kenapa...” ucapku, dengan segala usaha aku menggerakan tangan kananku yang bebas dari rasa sakit untuk mengambil HPku.
“Kamu bisa keluar kan? Kamu nanti minta tolong sama kakak yang ada di depan pintu darurat, kalau udah sampai di atas kasih ini ya bilang aja suruh fast dial ama kakak yang kamu temuin nanti.. pintu daruratnya dari sini tinggal lurus aja kok..” ucapku sambil memberikan HPku. Gadis itu mengangguk mengerti. Dia keluar dari tempat persembunyiannya, berusaha sebisa mungkin untuk tidak menginjak puing yang menutupi sebagian tubuhku. Aku bisa melihatnya berlari menuju pintu darurat.
-Han Shie Gie POV-
Ahh.. itu dia pintunya.. itu kakak yang tadi onnie itu maksud kali ya.. pikirku. Aku menghampiri kakak itu dan kakak itu langsung membantuku keluar dari gedung itu. Ketika sampai di sebuah ambulans yang sudah siaga aku berkata sesuatu pada kakak yang membantuku keluar dari gedung tadi.
“hmm.. tadi.. masih ada onnie di bawah..” ucapku.
“HAH?!! Siapa?”
“itu onnie yang pake baju sama kayak kamu..”
“ASTAGA!!! Hye Rin!!” teriaknya. Ia segera belari menuju gedung itu lagi, tapi.. terlambat. Aku dengan mata kepalaku sendiri melihat gedung itu runtuh. Dan Onnie yang menyelamatkanku masih di dalam. Kakak yang mau mengejar onnie yang tadi mematung seketika. Ia terlihat sangat shock. Lalu aku meberikan HP onnie yang tadi.
“hmm.. tadi onnie itu bilang katanya kamu disuruh fast dial pake HP nya..” ucapku sambil memberikan HP itu pada kakak yang berdiri di sebelahku. Kakak itu mencoba fast dial berkali-kali. Tapi nomor yang dituju seperti tidak mau mengangkat. Kakak itu mencoba terus hingga akhirnya nomor yang dituju mengangkat fast dial itu.
-Yoochun POV-
Aku duduk di kursi pianoku. Aku mencoba berbagai nada dan berbagai lirik dengan pianoku tapi kenapa tidak ada yang cocok.. sekali lagi aku coba tapi tetap saja nihil, lagu itu malah seperti lagu dangdut. Astaga.. nampaknya tanpa Hye Rin aku tidak bisa berpikir sama sekali.. My little princess.. ijego sumgyoon aku mengambil HPku. Aishh.. dia pasti mau minta maaf. Pasti. Kubiarkan saja lah. Telepon itu mati lagi, dan tidak lama kmudian berdering lagi dengan lagu yang sama hingga hampir 5 kali HPku berdering, akhirnya aku mengangkat panggilan darinya.
“udah kubilang, kamu gak akan pernah bisa ting...”
“Yoboseyo..” tunggu ini suara laki-laki, bukan suaranya Hye Rin.
“yoboseyo..” ucapku.
“apakah anda keluarga Hye Rin?” Tanya laki-laki itu.
“bukan.. saya mantan tunangannya”
“begini.. kami hanya ingin memberitahukan bahwa. Hye Rin hilang di antara reruntuhan gedung Seoul Trade Centre pada saat evakuasi korban. Menurut informasi yang kami dapatkan, tubuhnya terjepit puing-puing besar dan sekarang sedang dalam pencarian. Kami masih tidak tahu, Hye Rin hidup atau sudah tidak ada” Aku menutup telepon itu, dan HPku merosot begitu saja dari tanganku. Aku segera mengambil mantelku melihat salju mulai turun mengambil kotak cincin tunanganku, mengambil kunci mobil serta HP yang tadi jatuh. Aku tidak bisa berpikir apa-apa sekarang. Karenaku, gadis yang kucintai pergi, coba tadi aku tidak mengusirnya setidaknya ini semua tidak akan terjadi, dia tidak akan hilang, apalagi menyadari fakta terburuk.. dia sudah pergi meninggalkanku. Aku memacu mobilku dengan kecepatan penuh. Ketika sampai lokasi, aku disuruh menunggu di rumah sakit. Karena takut mengganggu pencarian. Karena itu aku segera menuju Belleveu Hospital yang menurut anggota tim Hye Rin, apabila hye rin sudah ditemukan dalam keadaan hidup ataupun mati akan dibawa ke rumah sakit itu. Aku menunggu tanpa kejelasan tentang Hye Rin.
-Hye Rin POV-
Astaga.. nampaknya kakiku remuk.Sakit! sakit sekali rasnya. Aku sama sekali tidak bisa menggerakan tangan kiriku sekarang. Badanku mati rasa. Kepalaku mulai terasa berat. Dan tidak ada orang disini lagi, aku sudah sendiri, aku akan menyusul appa dan umma.. tiba-tiba kalimat-kalimat itu terulang lagi..
“Kim Hye Rin, apa yang kamu harapkan dari orang-orang yang kamu selamatkan? Hah? Apa?!! Apa kau dibayar? Selama ini toh kamu menumpang tinggal di sini kan? Di rumahku!”
---------------
“Hye Rin, ku berikan pilihan untukmu.. keluar dari pekerjaanmu atau kita selesai sampai disini dan silahkan keluar dari sini..”
---------------
“Baiklah.. kita selesai sampai disini.. silahkan angkat barang-barangmu dari sini! Dan jangan pernah kembali ke sini karena tidak ada lagi tempat disini untukmu. Cincin tunangan itu bisa kau buang ke tempat sampah dimanapun, asal bukan di rumah ini. Cincin itu terlalu hina untuk berada di tempat sampah rumahku. Dan satu lagi.. aku tidak mau melihat wajahmu lagi! Aku muak melihatmu!”
------------------
Oppa.. nampaknya kau benar-benar tidak akan melihatku lagi. Dan cincin ini..memang terlalu hina untuk dibuang di seluruh penjuru dunia ini bahkan. Biarkan cincin ini membawa cintaku hingga akhir ajalku ini. Biar kan cinta dan arti cincin ini mati bersama diriku ini. Saranghae oppa... aku menutup mataku. Semua terlalu berat sampai-sampai aku tak bisa mebuka mataku. Namun aku sadar suatu. Ada yang memanggil namaku.
-YooChun POV-
Aku tidak bisa duduk tseperti ini. Aish... bahkan aku tidak tahu keadaannya sekarang. Ya tuhan biarkan dia hidup tuhan. Jangan ambil nyawanya. Aku mengaku aku bersalah tuhan. Aku bohong kalau aku bilang aku muak padanya. Aku mencintainya tuhan.. sungguh aku cinta dia... tiba-tiba seorang suster menepuk bahuku.
“Tuan menunggu Hye Rin-ssi?” Tanya suster itu. Aku mengangguk kuat.
“Dia sudah sampai dia ada di UGD” mendengar kata suster itu aku langsung berlari menuju UGD. Aku sempat menabrak beberapa orang, tapi aku tak peduli. Aku ingin melihat wajah gadis itu. Aku ingin melihat wajah Hye Rin. Aku sudah samapi di UGD dan melihat keadaannya. Seluruh tubuhnya dipenuhi darah. Masih ada safety belt yang sudah dilonggarkan di pinggangnya. Aku segera menghampiri kasur Hye Rin.
“Hye Rin!! chagya!! Jangan tinggalkan aku! Aku mengaku salah! Aku tidak muak denganmu! Kamu bisa tinggal di rumahku kapan saja Cincinmu bukan cincin yang hina! Itu cincin yang paling berharga bagiku! Kamu bisa memilih apa yang kamu suka! Kamu bisa tetap menekuni apa yang kamu mau! Aku tidak akan melarangmu! Tapi jangan tinggalkan aku! Aku mencintaimu! Aku ingin kita menikah dan punya banyak anak! Jangan tinggalkan aku chagya... Saranghae..” ucapku dengan nada tinggi yang makin lama makin pelan sambil menggenggam tangan kecilnya. Tangan itu lemas dan dingin serta bersimbah darah.
“Maaf tuan, nona ini akan menjalani operasi..” ucap seorang suster yang telah memakai pakaian operasi. Aku menyingkir dari tempat tidurnya. Dan para suster dan dokter mendorong kasur itu ke ruang operasi. Dan aku hanya bisa menunggu.
4 tahun kemudian....
“umma... kakak yang di TV itu hebat ya.. dia baik.. cuka nyelametin orang...” ucap seorang gadis kecil.
“Umma itu dulu seperti itu Rin Shi.. ummamu itu wanita paling hebat, karena itu appa jatuh cinta pada umma..”ucapku pada anakku, aku menggendong buah hati pertamaku.
“Chunnie-a~ jangan bicara macam-macam.. dia masih kecil” ucap istriku yang sedang menggendong bayi laki-laki, anak keduaku dengannya.
“Hye Rin.. dia harus tahu bagaimana ummanya dulu berjuang demi hidup orang lain.” Ucapku. Aku mencium pipi mantan tunanganku, mantan tunangan yang telah jadi istriku. Istri yang paling kucintai.
May 13 2009