覚えてますか? part 02

Feb 18, 2009 19:53

( Read Part 01 in HERE)

+++

"Did you remember that time? When we spend our precious time together...just the two of us..."

Ternyata, kesulitan yang kita hadapi berat sekali...

Berkali-kali kita saling cemburu, berkali-kali kita saling mencaci maki, berkali-kali aku membuatmu menangis. I'm sorry I'm not perfect enough for you...

Hari itu hujan, kau dan aku akhirnya memutuskan untuk berjalan masing-masing. Tak ada lagi kata cinta, tak ada lagi kata setia, semuanya hancur. Kita berdua kembali ke jalan semula, kembali ke jalan hubungan biasa antara dosen dengan mahasiswanya. Ah, mungkin ini yang terbaik untuk kita berdua. Biarlah, aku tak ingin membuatmu sakit lebih dalam lagi. Aku saja yang menanggung rasa sakit ini, kau boleh membenciku sampai mati aku pun tak peduli. Selama itu bisa membuatmu lebih lega, aku tak keberatan.

Oh, ya Tuhan, kenapa kau masih memberikan cobaan untukku dan dirinya? Kenapa Engkau begitu kejam?
Kenapa Engkau mencoba membuat hubungan lagi antara aku dan dia? Kenapa dirinya harus muncul lagi di hadapanku sebagai adik kandung dari wanita yang dijodohkan oleh orang tuaku?

Aku tak tega...aku benar-benar tidak tega... Wajahmu, yang manis itu, aku benar-benar tidak sanggup melihatnya. Wajahmu terlihat amat kesakitan di hari perjodohanku dengan kakak kandungmu. Aku tak bisa menolak keinginan orang tuaku, aku sadar bahwa usiaku sudah cukup untuk bisa memiliki istri dan mulai menjalani kehidupan berkeluarga. Supaya tidak mengecewakan kedua orang tuaku, aku menyanggupi perjodohan ini. Toh, aku masih bisa menolak jika aku merasa tidak cocok dengan calon jodohku tersebut.
Tetapi, ya ampun, tidak...aku tidak sanggup melihat wajahmu. Beberapa kali aku mencuri pandang ke arahmu, kau terlihat sangat terluka, sangat sedih, dan hampir saja menangis di tempat. Aku tahu, itu memang kelemahanmu, emosimu mudah sekali terlihat sebesar apapun usahamu untuk menutupinya. Suasana perjodohan ini menjadi tidak menyenangkan.
Kakakmu memang cantik, pintar, dan memiliki daya tarik yang dapat menarik pandangan seluruh lelaki yang dilaluinya. Tapi, aku tidak bisa menyamakan perasaan dengannya, terlebih lagi karena kau duduk di sampingnya persis! Argh...aku tidak dapat menahannya lagi!

Aku memohon maaf dengan sangat kepada orang tuaku, kepada kakakmu dan orang tuamu, memohon maaf dengan penyesalan sedalam-dalamnya.

Maaf. Aku telah lebih dulu mencintai dirinya. Maafkan aku.

Tidak menghiraukan seluruh reaksi yang ditimbulkan mereka, aku segera menarikmu pergi dari situ. Jauh, jauh sekali kita pergi bersama. Kupikir, kau akan marah dan segera memberontak. Tetapi, kau malah diam saja, tersipu malu. Selama perjalanan, kita terdiam, tidak ada satupun yang berbicara. Pada akhirnya kau pun berbisik, "Sensei, arigatou...untuk tetap mencintaiku sampai saat ini...Aku...aku mencintaimu..."
Aku tidak menjawab, dan hanya mengecup dahimu dengan lembut. Perjalanan panjang pun dimulai lagi.

Kita berdua kabur dari kampung halaman kita. Kita tinggal di sebuah rumah kontrakan kecil di kota seberang, bekerja apapun selama halal dan bisa menghidupi diri serta membayar uang kontrakan rumah. Hehehe...terdengar seperti salah satu cerita roman murahan, ya? Tapi, tak apa-apa, kau dan aku kini bisa saling berbahagia. Berkali-kali, orang tuaku dan orang tuamu menghubungi kita dan mencaci maki habis-habisan atas apa yang kita lakukan, meratapi nasib anak-anaknya yang sudah gila ini. Tetapi aku dan kau menertawakan ketidakmengertian mereka.

Berkali-kali aku diancam akan dilaporkan kepada polisi karena telah menculik anak orang, tetapi kamu membelaku dan dengan keras memperingati kedua orang tuamu bahwa kamu tidak segan untuk menuntut mereka karena menyebarkan fitnah. Dan kau pun berkali-kali dihujat oleh orang tuaku, tetapi aku menghujat kembali kedua orang tuaku tanpa ragu. Apa hak mereka untuk merusak kebahagiaan kami? Biarlah, biar saja mereka. Justru mereka harus mengerti perasaan anak-anaknya dulu, baru menghubungi kita lagi jika sudah tenang. Percuma berbicara kepada mereka jika mereka tidak mau mengerti perasaan kami.

Kehidupan kami memang sulit, tetapi kami bahagia karena bisa saling memadu cinta. Selama dirinya tetap sehat, selama aku masih bisa melihat senyumnya, aku pasti akan kembali tabah dan lebih berusaha lagi di hari esok. Sepertinya susah payah dan penantian kita berhasil, sayang.

Tak kusangka, pagi itu Ibuku dan Ibundamu datang mengunjungi kita, berdiri tepat di depan pintu rumah kecil kita. Suasana tegang terasa di detik-detik awal mereka kupersilakan masuk ke dalam rumah. Tadinya, kupikir mereka hanya akan menghujat habis-habisan kepada kami berdua. Tapi tak mereka lakukan. Aku tahu Ibuku pasti sedih karena tindakan sembronoku di hari perjodohan itu, tetapi dengan menatap lembut Ibuku berkata bahwa dia tetap menganggap aku sebagai anak yang paling ia sayangi di seluruh dunia ini. Dan dia dengan ikhlas menerima dirimu, sayangku, untuk menjadi kekasihku.Kau pasti dapat membayangkan betapa bahagianya diriku saat itu. Karena Ibundamu pun mengatakan hal yang sama kepadamu.

Dapat kulihat kau meneteskan air mata penuh haru dan langsung pergi memeluk Ibundamu dengan penuh kasih, yang disambut dengan haru oleh Ibundamu. Sayang, aku turut bahagia bersamamu. Ibu, terima kasih banyak atas pengertianmu...

Kita berdua kembali ke kampung halaman kita. Yah, sepertinya berita menyebar dengan cepat. Setiap kali kita berjalan, ada saja yang berbisik-bisik membicarakan kasus kita berdua waktu itu. Ah, mereka tak bisa mengerti, biarkan saja mereka mau berbicara apa. Toh, kita tak berbuat sesuatu yang jahat kepada mereka. Iya kan, Sayang?
Hari itu, hari penuh kenangan, kau mengajakku kembali bernostalgia di taman sepi itu. Memang tetap sepi seperti biasanya, sih, namanya juga taman sepi.

Hari itu, kau sangat mempesona.
Bukan karena pakaianmu, bukan karena dandananmu, bukan juga karena perhiasan yang kau kenakan. Kau akan tetap terlihat indah, tak peduli apapun yang kau pakai.

Hari itu, kau dan aku duduk di bangku taman. Hanya kita berdua di sana. Cuacanya cerah, langitnya biru, angin berhembus sesekali mengibarkan rambutmu yang hitam. Kita berbincang, tentang masa lalu dan tentang kita berdua.
Astaga, sudah berapa lama waktu berlalu? Sekitar 8 tahun? Lama juga, ya? Sudah selama itu, kita berdua mengikat janji untuk selalu bersama selamanya, hingga maut memisahkan kita. Kau memandangku dan tersenyum, pipimu merona merah, membuatmu semakin manis. Kemudian, kau mengajakku berjalan menyusuri taman itu. Benar-benar sepi, tak ada siapapun di sana. Aku memandang jauh ke depan, ada sebuah cahaya terang yang menyilaukan mata namun hangat. Aku bergidik, merasakan sebuah sensasi yang aneh. Tanpa sadar, kau sudah menggenggam tanganku dan mulai berbisik.

"Tidak apa-apa, tak akan ada apa-apa, semua pasti akan baik-baik saja."

Tentu saja...kenapa sekarang aku harus takut? Berbagai hal sudah kulalui bersamamu, hal sepele seperti ini takkan bisa menakutiku. Aku tersenyum tipis padamu, kemudian mencium bibirmu yang lembut dan dingin...sedingin es...dan langkah kami pun berlanjut.

Aku mendengar suara ratapan dari jauh di belakangku. Aku mencoba untuk menengok sekilas ada apa gerangan. Oh, ternyata Ibuku. Ratapannya paling jelas terdengar di antara para tamu lainnya. Sudah jelas, aku kan anak satu-satunya, yang pergi meninggalkan dirinya hari ini. Tak heran dia menangis begitu keras.
Aku melihat tamu-tamu lainnya. Kedua orang tuamu dan kakakmu ada di sana, turut berduka. Teman-temanku dan yang lainnya juga ada. Semua turut berduka di hari ini. Untuk apa mereka meratapi mayat kosong yang sudah tak ada isinya? Seharusnya mereka berbahagia untukku, karena aku bisa tetap bersama dengan kekasihku ini walau maut telah memanggil kami berdua.

Oh, ya, aku lupa bercerita padamu, wahai para pendengar setia.
Sebuah kecelakaan telah menimpa diri kami berdua beberapa hari yang lalu. Sebuah truk dengan supir yang mengantuk telah keluar dari jalur dan menabrak kami berdua yang sedang berjalan di trotoar. Kekasihku tewas seketika, dan aku sekarat ketika dirawat di Rumah Sakit. Dokter menyerah, aku sudah tak bisa diselamatkan, hanya tinggal menunggu ajal. Dan ajal itu datang pada tepat pada hari ini. Hari di mana kami pertama kali jujur pada perasaan kami masing-masing...

- - -

"Sayang, apa kau ingat? Hari di mana kita menghabiskan waktu berharga kita...hanya di antara kita berdua..."

Ya, aku ingat. Tak mungkin aku melupakan kenangan itu.

"Kita akan bersama selamanya, walau maut memisahkan kita..."

Hah, jika maut datang memisahkan kita, aku akan terus mencarimu di mana pun engkau berada, Sayang.

"Hehehe, jika memang benar begitu, aku akan menunggu kedatanganmu...selamanya..."

Tak usah menunggu, maut sudah menjemput kita. Lihat, kita masih bersama, kan? Sepertinya, pengertian hingga maut memisahkan kita harus diubah, deh.

"Benar juga, ya. Ah, lain kali kita harus beritahu mereka, ya?"

Biarkan saja, toh nanti mereka juga akan rasakan sendiri, kok. Daripada memikirkan soal itu, tolong bantu aku menguatkan hati untuk berjalan ke dalam cahaya itu, Sayang.

"Tenang saja, aku akan memandumu berjalan. Karena itulah, aku ada di sini untukmu."

Hmm, Tuhan memang tahu apa yang kita berdua harapkan hingga saat terakhir.

Cahaya itu semakin menyilaukan, seolah-olah memanggil kami berdua ke sana.

"Baiklah, mari kita pergi sekarang."

Ya, ayo kita pergi....

Genggaman tangan kami semakin erat, apapun yang terjadi, kita akan selalu bersama...selamanya...

Life goes on, yet our Love will strong as long as I'm with you...

++++++++++

~ 覚えてますか? Staff ~

Director & Producer : Kunishirou
Scenario : Kunishirou
Equipments & Make Up: Kunishirou

~ 覚えてますか?Cast ~

"AKU": Hon-chan (si doggy :D)
"KAU": Haya-kun (si rusuh)
Other Characters : *cuma ngambil asal dr mall dan sekitar, LOL*

~ Special Thanks ~
LadyCanna for the suggestion & comment :D

(( huahahahahaha gw cuma bercanda di bagian Staff & Cast-nya kok :D tengkyuh dah cape2 baca crita aneh yg rada2 mirip sinetron murahan ini. LOL~ ))

Previous post Next post
Up